Selasa, 29 Desember 2009

Niyyat



Maulana Syaikh Muhammad Nazim Adil al-Haqqani q


Grandsyaikh Syah Baha’ud-Din Naqsyband q berkata bahwa niat sangat penting. Niat (niyyah) terdiri dari huruf ‘Nun’, yang melambangkan ‘Nur Allah’, Cahaya Allah SWT, ‘Ya’, melambangkan ‘Yad Allah’, Tangan Allah SWT, dan ‘Ha’, yang melambangkan ‘Hidayatullah’, bimbingan Allah SWT. Niat adalah sesuatu yang tersembunyi dalam jiwa, datang dari alam ghaib dan bukan dari dunia material.

Di jalan kebenaran, Thariq-i-Haqq, ada dua metode yang digunakan, yaitu jalan yang mengikuti Thariq-i-Nafsani, jalan di mana pertama kali Nafs atau ego dididik agar jiwanya selamat, dan mereka yang mengikuti Thariq-i-Ruhani, jalan di mana Ruh atau jiwa dimurnikan.

Thariq-i-Nafsani sangat berat karena kalian harus selalu melakukan hal yang berlawanan dengan apa yang diinginkan oleh ego. Itu adalah pertempuran yang sangat dahsyat. Thariq-i-Ruhani lebih mudah. Syaikh berkata bahwa dalam thariqat kita, kalian dapat menggunakan yang terbaik di antara keduanya dengan syarat kalian juga harus melakukan hal terbaik dalam beribadah kepada Allah SWT. Dalam thariqat ini pertama kali Ruh dalam jiwa kita dimurnikan tanpa menghiraukan ego. Kemudian setelah Ruh menemukan atribut asli dari ego, suka atau tidak, dia (ego) harus mengikuti Ruh dan mematuhi perintahnya.

Syaikh membukakan hatinya kepada hati murid dan memberi berkah Ilahi (Faiz), yang berasal dari Samudra Faiz Ilahi. Beliau mempertebal kecintaan terhadap Allah SWT dalam hati murid-muridnya dan dalam kobaran api kecintaan Ilahi ini, semua yang berbau dunia materialistik akan terbakar. Lewat Faiz itu hati kita dibersihkan. Kemudian murid akan mengalami perubahan. Karena berkah dan kekuatan spiritual dari Syaikhnya, murid dapat mengalami peningkatan dari level kejiwaan yang terendah ke level tertinggi.

Dalam diri anak-anak Adam u selalu terdapat dua hal yang saling bertentangan. Ruh-u-Hawwaniya, yang selalu menentang Allah SWT dan bersifat memberontak, dan Ruh-u-Sulthaniya yang selalu patuh kepada Allah SWT dan menemukan kebahagiaan dalam beribadah kepada-Nya. Jika jiwa terendah selalu memegang kendali, karakteristik seseorang bisa lebih buruk daripada seekor binatang buas. Sebaliknya jika jiwa tertinggi yang memegang kontrol, karakteristik seseorang bisa lebih baik daripada para malaikat.


Wa min Allah at taufiq

Kebesaran Allah SWT Membersihkan Segala Dosa



Maulana Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani q
Suhbat 5 Juli 2003, Jakarta, Indonesia



Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah, `Aziz Allah
Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah, Karim Allah
Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah, Subhan Allah
Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah, Sulthan Allah


Allah SWT Dia adalah Sulthan, Dia adalah Sang Pencipta. Dia adalah Satu yang tidak seorang pun tahu.

Di hadapan `azhamat Allah SWT, Kebesaran, tiada satu pun yang nampak. `Azhamatullah Kebesaran-Nya tak dapat digambarkan. Kebesaran-Nya tak mungkin dimengerti. Fokus utama dalam setiap buku agama di dunia ini adalah Allah SWT. Dan semua buku yang ditulis di dunia ini dianggap tidak berarti, bahkan tidak satu partikel pun, tidak, tidak sebuah atom pun, mereka tiada artinya dibandingkan dengan kalimat Allah SWT. Satu-satunya yang penting dan besar dari segala ilmu (`ilm) adalah al-Quran. Segera setelah al-Quran dalam skala pentingnya adalah hadits an-Nabi. Jadi `azhamat Allah SWT, `azhamatullah, tak dapat diuraikan dalam bentuk apapun, dalam buku apapun selain al-Quran dan al-Hadits. Dan apa yang al-Quran ungkapkan dan uraikan hanyalah sebuah informasi untuk kita, dan kenyataan (haqiqat) dan rahasia `azhamat-Nya masih tetap tersembunyi – itu tetap merupakan sebuah rahasia dalam al-Quran. Itulah sebabnya mengapa diukur dari `azhamat Nya, segala sesuatu lainnya hilang, seperti tidak ada.

Marilah kita meninjau dunia ini, untuk memberikan sebuah amsal (contoh) dari dunia ini, karena kita tidak dapat memberikan contoh dari akhirat, dari Sumber Langit. Seekor semut tidak nampak dibandingkan dengan seekor singa, itu adalah tidak berarti. Seekor semut dibanding dengan seekor gajah tidak berarti apa-apa. Semut itu di hadapan gajah, dengan tubuhnya yang besar sekali, (seperti) tidak ada. Jadi semut itu tidak (akan) melukai gajah itu. Bahkan jutaan semut bagi gajah tidak akan melukainya. Kadang-kadang engkau melihat, dalam dokumentasi masalah binatang (video, burung-burung bertengger di atas gajah. Mereka tidak melukainya.

Banyak semut mungkin mendaki gajah, itu tidak mengganggunya. Namun semut-kepada-semut, meskipun mereka sangat kecil, mereka saling melihat bahwa lawannya adalah besar. Mereka (masing-masing) berpikir bahwa mereka adalah pemilik alam semesta ini sambil berkata, sayalah Sang Semut! Dan semut lainnya berkata, sayalah Sang Semut lainnya! Itu adalah contoh kita. Kita seperti seekor semut--dan bahkan seekor semut pun bukan–-dalam alam semesta yang luar biasa besarnya ini. Engkau tidak dapat membuat perbandingan dengan Sang Pencipta. Tetapi buatlah perbandingan dirimu dengan bumi ini. Engkau melihat dirimu sebagai tidak berarti dibandingkan dengan bumi ini.

Dan bumi ini dengan isinya, dibanding dengan galaksi yang kita berada di dalamnya, bukanlah apa-apa. Dan galaksi-galaksi ini, dan galaksi kita dibanding dengan galaksi-galaksi lain bukanlah apa-apa, itu hanya kecil saja. Jadi mengapa semut dengan semut saling berkelahi dan untuk apa? Mengapa manusia saling berkelahi, bila mereka adalah seperti semut dibandingkan dengan alam semesta ini?

Wahai bani Adam, tiada satupun yang akan mengisi (memenuhi) matamu dari keserakahan kecuali debu kuburan. Hanya bila mereka menaburkan debu pada matamu, ketika mereka menimbunmu dengan debu di situ, maka Allah I akan membuat kamu melihat dan mendengar. Mereka melemparkan debu (tanah) kepadamu.

Minhum khalaqnakum, wa fihum nu`idukum, wa minhum nukhrujukum tawratan ukhra. Dari (tanah-bumi) Kami menciptakan kamu, dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu, dan dari padanya Kami akan mengeluarkanmu sekali lagi. [QS 20:55]

Inna lillahi wa inna ilayhi raji`un. - "Dari Allah I kami berasal, dan kepada Nya kami kembali." [QS 2:156]


Pada saat itu kamu berkata, ”Ya Rabb omong-kosong apa pula yang telah kami jalani dalam kehidupan ini? Kamu melihat dirimu pada waktu itu, dan menyadari bahwa apa yang kamu lakukan tidak lagi dapat diperbaiki, itu sudah selesai.

`Azhamatullah, Kebesaran Allah SWT, tidak dapat dibandingkan dengan apapun. Itulah sebabnya ketika kita mengatakan astaghfirullah ul-`azhim, saya memohon ampunan dari Allah al Azhim, kami memohon ampunan (istighfar) dari dosa-dosa kami. Dan apa yang kita katakan? Kita tidak hanya berkata astaghfirullah, apa yang kita katakan? Kita lanjutkan dengan al-`azhim. Kita katakan Astaghfirullah ul-`azhiim.. Kita membawa-bawa Kebesaran-Nya, meletakkan dosa kita di hadapan `azhamatullaah. Engkau meletakkan dosamu di hadapan `azhamat itu. Dosa apa yang masih akan tinggal? Mereka hilang (menghilang). Di hadapan Kebesaran Allah SWT segala sesuatu hilang.

Sebuah contoh dari kehidupan kita sehari-hari adalah seekor semut mendatangi seekor gajah. Apapun yang dilakukannya kepada gajah itu tidaklah berarti apa-apa. Itu artinya bila engkau bertaubat atas dosamu di hadapan `azhamat Allah SWT, dosa itu dibanding dengan Kebesaran-Nya menjadi tidak berarti. Allah SWT sepenuhnya melupakan dosa itu dan membuangnya habis. Dan itulah sebabnya kita memohon taubat sambil mengucapkan, Astaghfirullah al-`azhim. Kita memohon ampunan Allah SWT, min kulli zhambin `azhiim–-dari segala dosa besar. Saya memohon ampunan Allah SWT melalui `azhamat-Nya. Bahwa di hadapan `azhamat- Nya, Kebesaran-Nya, segala sesuatu menjadi hilang.

Bila seseorang sakit oleh kanker darah, leukemia, bagaimana mereka menanganinya? Mereka memberinya darah baru setiap kali; betul? Karena darah lamanya telah mati, itu telah dimakan (oleh sel kanker). Tiada lagi ada kehidupan di dalamnya. Mereka memberinya darah baru dan itulah yang mempertahankan hidupnya.

Jika mereka membiarkan darah (lama) di dalam tubuhnya, orang itu akan meninggal. Karena orang itu tidak dapat hidup dengan sesuatu yang telah dimakan, sesuatu yang kotor, sesuatu yang tidak ada kehidupan di dalamnya. Tidak lagi ada mineral dan vitamin di dalamnya; itu gelap dan jahat dan sangat merusak bagi kehidupan dirinya. Dia akan mati. Untuk menolongnya mereka harus memberinya darah baru, yang sepenuhnya diperkaya dengan oksigen yang dapat menyegarkan hidupnya kembali dan menjaga siklus peredaran dalam dirinya tetap hidup.

Allah SWT meletakkan hikmah (kebijaksanaan) dalam segala sesuatu. Kita harus mengerti Kebesaran-Nya. Dia menunjukkan kepada kita. Lihatlah di kala darahmu kotor kamu akan mati. Engkau harus memiliki darah baru karena darah mengalir ke tiap sel dalam tubuh, setiap jalan darah di tubuh, setiap pipa kapiler di tubuh.

Ilmuwan mengatakan bahwa jika mereka mengambil setiap jalan darah yang terdapat dalam tubuh, dengan semua pipa kapilernya, jalan darah yang sangat sangat lembut ini yang tidak dapat kamu lihat dengan mata normal kamu, yang digunakan oleh darah untuk mengalir, dan mengatur mereka dalam satu jalur dari awal kembali ke awalnya, mereka akan merentang sejauh jarak dari bumi ke rembulan.

Lihat pada `azhamatullah. Dia memberi tahu kita melalui penemuan ilmu pengetahuan (sains) bahwa jalan darah dan pipa kapiler itu, jika disambung dari awal sampai akhir semuanya akan merentang suatu jarak dari bumi ke rembulan. Berapa panjang jarak dari bumi ke rembulan (bertanya kepada Sutono)? Kamu tidak tahu? Bukankah kamu seorang ahli fisika (physicist), seorang ilmuwan? Itu adalah 300.000km dalam jangka besaran itu.

Dan kecepatan cahaya adalah 300.000km per detik. Itu artinya bahwa dalam satu detik bergerak dengan kecepatan cahaya, cahaya itu akan menempuh 300,000km. Jadi dari bumi ke rembulan cahaya mencapainya dalam satu detik.

Dan Allah SWT menggambarkan Nabi SAW sebagai sirajan munira, dia adalah rembulannya kemanusiaan. Dia adalah satu yang memberikan cahaya dalam gelapnya malam.

Matahari mewakili sumber cahaya. Rembulan adalah pemantul cahaya itu. Matahari digambarkan sebagai sumber cahaya dari Hadirat Ilahi. Dan rembulan digambarkan sebagai pemantul cahaya itu, karena rembulan tidak memiliki cahaya sendiri, itu hanya memantulkan cahaya matahari. Dan Nabi SAW digambarkan sebagai rembulan.
Jadi pantulan dari Sumber Surgawi digambarkan oleh matahari:

wasy-syamsi wa dhuhaaha, wal-qamari idzaa talaahaa
Demi matahari dan cahayanya yang gemilang, dan dengan rembulan yang mengikuti-nya (matahari) [QS 91: 1,2]


Matahari dan sumber cahayanya dan rembulan yang mengikutinya dan menyebarkan sinarnya bagi yang membutuhkannya. Jadi rembulan adalah pemantul cahaya, itu artinya Nabi SAW yang digambarkan sebagai rembulan--memantulkan semuanya (yang dia tangkap dari matahari) kepada kita. Dan ilmuwan, seperti yang kita katakan, mendapatkan bahwa panjang seluruh saluran darah, pipa kapiler dan limfoid (kelenjar getah bening) seluruhnya akan merentang jarak antara bumi dan rembulan. Itu artinya jarak dari bulan kepadamu, jarak seluruh saluran darah, pipa kapiler yang dialiri darahmu, adalah 300.000 kilometer. Itu artinya antara kamu dengan haqiqat, ma`rifat, kebenaran dan pengertian Hadirat Ilahi, terdapat sebuah jarak, dan jarak itu adalah jarak antara pintu Nabi SAW dan dirimu: jarak itu adalah 300.000km. Sebagaimana jarak antara rembulan dan bumi, sebagaimana Nabi SAW adalah pemantul Cahaya Surgawi, dan dia adalah pemantul yang memantulkan cahaya itu, begitu juga jarak antara dia dan kamu adalah 300.000 (apa satuannya?).

Jadi, jika sistem kalian bersih, dan (sistem) itu tidak mengandung limfosit (sel darah putih yang ganas) dan darah kotor, dalam satu detik Nabi SAW dapat mencapai kamu dan kamu dapat mencapai Nabi SAW dalam satu detik, pada (dengan?) kecepatan cahaya. Dan jarak itu menggambarkan tubuhmu dan apa yang menjadi isinya.

Jika seseorang memiliki darah kotor, sebuah kanker dalam sistemnya, itu artinya seluruh saluran darah, pipa kapiler dan penampungan darah sepanjang 300.000km, adalah kotor. Itu artinya bahwa seluruh sistem telah tercemar oleh darah yang mati itu. Jadi apa yang harus mereka lakukan? Mereka harus membawa darah baru secara lengkap (paripurna) untuk memperbaharuinya dan untuk mempertahankan sistem itu berfungsi, dan jika engkau dapat mempertahankan (sistem) itu bersih secara paripurna, itu artinya tubuhmu akan tetap hidup.

Jika engkau tidak dapat mempertahankan (sistem) itu bersih, itu artinya engkau tewas. Dan seorang yang mati apa yang diperlukan? Dimasukkan ke dalam kubur dan ditimbuni tanah. Kubur itu akan membersihkannya, karena (tanah) itu memakan kotoran (tubuhnya).

Lendir (ludah) anjing adalah najas [mengotori secara ritual]. Sesuai dengan syari`ah apa yang akan membersihkannya? Tanah, debu. Engkau harus membersihkannya enam kali dengan air dan sekali dengan debu agar supaya tanganmu menjadi bersih secara ritual. Dalam contoh ini berarti debu membersihkan semuanya. Darahmu itu (termasuk) semuanya itu. Jika engkau memiliki hati yang mati dan darah yang mati, engkau telah kehilangan segalanya. Jadi apa yang kamu perlukan pada saat seperti itu: engkau memerlukan sebuah pengasingan untuk melepaskan dirimu dari dunya sama seperti engkau pergi ke rumah sakit untuk mengganti darahmu ketika itu tercemar–sama secara analogi engkau masuk ke dalam pengasingan untuk membersihkan darah bersifat kanker dan untuk memasukkan darah baru yang membuat engkau mampu mencapai rembulan– nur (cahaya) Sayyidina Muhammad SAW.

Setiap kali kamu memerlukan penggantian darah, engkau harus mengatakan Astaghfirullah al-`Azhim wa atuubu ilayh. Istighfar itu mengganti darah mati itu menjadi darah bersih. Itu menjadikan darah penuh dengan kehidupan. Hidupmu adalah istighfar. Tiada satupun memberikan kehidupan sehingga hati di dunia akan menjadi tersambung dengan asal-muasalnya Inna lillahi wa inna ilayhi raaji`un -- "Kami milik Allah SWT, dan kepada-Nya kami kembali," kecuali istighfar. Hal satu-satunya yang dapat memberimu kehidupan itu adalah istighfar.

Serta-merta engkau membuka mulut untuk mengatakan Astaghfirullah, sebelum mencapai al-`Azhiim, para malaikat akan (sudah) mengerjakan jantungmu memompa darah baru. Itu karena `azhamat-Nya Luar Biasa Besar-Nya (sehingga) tiada kotoran dapat terbentuk (eksis). Di hadapan Kebesaran Luar Biasa-Nya tidak ada satupun bisa eksis. Ketika kamu menyebut Kebesaran-Nya dengan mengatakan, Engkau adalah al-`Azhim! Apalah sekedar dosaku ini, aku memohon ampunan dan aku bertaubat kepada-Mu, maka serta-merta para malaikat membuang setiap kekotoran dari darah itu dan meletakkan sesuatu dari cahaya Kebesaran-Nya ke dalam hatimu.

Beberapa pasien kanker ditangani dengan kemoterapi. Kemoterapi membunuh pemekaran sel kanker itu, menghentikan sel mati itu atau mencegah pemekaran sel kanker yang memakan sel lainnya yang masih sehat. Jadi kemoterapi menggunakan semacam sinaran bersamaan dengan obat-obatan yang menghentikan kanker di dalam tubuh. Begitu juga dengan `azhamatullah. Segera setelah engkau mencapai (pada pengucapan) al-`azhim, apa yang dapat bertahan di hadapan `azhamat-Nya? Tiada suatu pun dapat menjadi hambatan antara kamu dengan Kebesaran-Nya. Dengan Kebesaran-Nya, Allah SWT menghancurkan setiap kekotoran dengan cahaya itu yang dibawa oleh para malaikat. Terdapat malaikat khusus yang diciptakan dari Kebesaran-Nya yang membawa cahaya dari Kebesaran-Nya, menunggu para abdi untuk (yang ingin) bertaubat. Kemudian mereka datang lengkap dengan semua dukungan mereka untuk membakar habis penyakit kanker yang mengenai sistemmu. Untuk secara paripurna memusnahkan kebusukan dan setan dan kegelapan yang mengenai hatimu dan menggantikannya kembali menjadi hidup. Hidup yang dimaksudkan di sini berarti cahaya yang membawa kembali cahaya ke dalam hatimu lagi, sehingga dengan memompanya itu akan membawamu kepada pintu Nabi SAW dan dari Nabi SAW kepada Pintu Allah SWT.

Apabila engkau telah bersih dan engkau siap untuk menerima Sumber Surgawi, Setan mendatangimu pada saat lain dan membuatmu kotor (lagi). Maka hari berikutnya kamu harus membersihkan dirimu sekali lagi. Kemudian hari berikutnya Astaghfirullah al-`azhim wa atuubu ilayh Astaghfirullah al-`azhim wa atuubu ilayh. Astaghfirullah al-`azhim wa atuubu ilayh seratus kali. Mengapa seratus kali?

Untuk membersihkan kembali dari kekotoran yang Setan cemarkan kepada darah surgawi yang berada dalam dirimu, yang telah dia gelapkan (kotori) lagi. Engkau dapat melihat bercak-bercak gelap di dalamnya, dan engkau harus membersihkannya kembali.

Mengapa seratus kali? Karena engkau meminta dari Kebesaran Allah SWT `azhamat dan setiap asma ‘ul-husna Allah SWT memiliki cahaya yang berbeda dan kekuatan yang berbeda. Allah SWT memiliki 99 Nama, dan Nama yang meliputi (mencakup itu semua) adalah Allah SWT, sehingga menjadi seratus Nama yang para `ulama anggap sebagai Nama terkemuka (dan para `ulama tahu bahwa Allah SWT memiliki banyak sekali Nama lainnya). Sehingga terdapat 99 Nama dan dengan Nama Utama Allah SWT menjadikan itu seratus. Jadi dengan jalan istighfar, kita memohon untuk menggapai dari setiap Nama–seperti sebuah pelangi– sebuah cahaya `azhamat yang berlain-lainan untuk membersihkan diri kita dan menyegarkan diri kita dan membawa kita kembali kepada hidup.

Kemudian Allah SWT akan mendadani kamu dengan cahaya dari setiap Nama. `azhamat itu datang untuk memusnahkan penyakit kanker itu yang akan menghancurkan kamu. Dan kemudian hari berikutnya kamu berada dalam situasi seperti itu lagi (terpengaruh setan). Kemudian kamu membaca lagi seratus (istighfar), saat lain mereka mencoba kamu lagi dan kemudian mereka memberimu lagi lebih banyak, mereka masih membersihkan kamu saat lain lagi.

Itu artinya kamu seperti lampu-lampu ini (yang berada di ruang ini). Mereka itu hanya (berkekuatan) 20 atau 60 watt. Engkau tidak memberi cahaya (terang) lebih dari itu.

Kini malam ini lampu-lampu berkekuatan berapa watt? 25-30 atau berapa pun itu. Hanya itulah yang dapat kamu capai, karena di siang hari engkau melakukan istighfar. Maka pada waktu malam larut ketika kita duduk di sini sebelum shalat al-Fajr, ketika fajar belum menyingsing dan kamu masih belum dapat melihat (hari masih gelap)--20 watt itu yang kamu miliki sudahlah mencukupi. Ketika kamu mulai membaca istighfar, cahaya (mu?) itu mulai bertambah. 20 atau 30 watt atau berapa pun besarnya itu, bertambah. Namun ketika fajar menyingsing cahaya (mu?) menjadi seperti tidak ada apa-apanya. Jadi apa yang terjadi? Cahayamu kembali menjadi nol, karena Setan membawamu kembali dan membawamu kembali dan membawamu kembali. Sehingga lampu dengan watt yang rendah itu tidak lagi berguna. Engkau telah membuat cahaya yang engkau miliki menjadi mati.

Cahaya itu hanya memberikan terang di sekitarnya pada jarak yang pendek, karena (lampu) itu tidak meningkat kekuatannya. Itu hanya akan selalu 20 watt atau 30 watt. Mengapa? Karena setiap hari memusnahkan (diri) nya. Setiap hari engkau membuat istighfar, dan itu membuatnya normal kembali, tetapi itu tidak menambah (kekuatannya). Itu tidak menimbulkan “cahaya atas cahaya”-- nur `ala nur”. Kita akan tetap pada kekuatan 20 watt, itulah sebabnya kita berada pada batas (limit), batas yang harus bertaubat lagi pada hari berikutnya. Itulah sebabnya kita berlari-lari dan menjadi lelah dan tidak mencapai apa yang Allah SWT kehendaki atas kita untuk mencapainya dan apa yang Nabi e kehendaki kita mencapainya.

Awliya Allah SWT, ketika mereka dibersihkan dengan jalan istighfar, Allah SWT memberikan kepada mereka hal yang sama dengan yang diberikan-Nya kepada kita. Namun mereka tidak mengotori atau mencemari darah mereka dengan lukemia setiap kalinya. Mereka mempertahankannya tetap bersih, sehingga keesokan harinya, ketika mereka menerima lebih banyak lagi (cahaya surgawi), itu menambah (menjadi lebih besar dari sebelumnya). Jadi lampu 20 watt menjadi 40 watt, hari berikutnya itu menjadi 60 watt, hari setelah itu menjadi 80 watt, hari setelah itu menjadi 100 watt, hari setelah itu menjadi 200, hari setelah itu menjadi sebuah lampu sorot (spotlight) yang memberikan penerangan yang lebih gemilang, sebuah lentera besar. Di situlah letak perbedaan antara awliya Allah SWT dengan kita, karena kita kembali lagi ke belakang melalui siklus kekotoran yang sama setiap hari dalam kehidupan kita sehari-hari, curang, menipu, bergunjing, membuat segala macam dosa setiap kali dan berkali-kali. Para awliya berusaha untuk melindungi diri mereka – untuk menyingkirkan segala dosa yang akan mencemari darah mereka sehingga mereka menjadi lebih gemilang dan gemintang setiap kali dan hubungan mereka dengan Nabi SAW akan lebih kuat. Tidak terdapat kebocoran dalam pipa yang menghubungkan mereka dengan Nabi SAW. Tidak terdapat lubang (bocor) dalam pipa itu, sehingga tidak ada jalan bagi air (yang mengalir dalam pipa itu) untuk lolos terbuang, dan untuk alasan ini mereka menerima informasi (surgawi) yang tidak kita terima.

Setiap hari mereka akan didandani dengan busana asma ‘ul-husna Allah SWT yang lebih banyak dan lebih banyak lagi. Mereka tidak mencemari cahaya itu.

Dengan spotlight yang awliya Allah SWT miliki mereka dapat melihat ke jarak yang lebih jauh lagi. Lihatlah, ketika sebuah pesawat terbang akan mendarat, dia memiliki sebuah spotlight yang besar, yang dengannya pilot itu dapat melihat satu mil kedepan. Tetapi kalau kamu hanya memiliki lampu minyak tanah atau sebuah lilin apa yang dapat kamu lihat (dalam gelap)? Tak satupun. Engkau hanya dapat melihat empat diding ruangan ini.

Itulah sebabnya awliya dapat melihat hati murid mereka. Mereka dapat melihat apa yang akan terjadi di waktu mendatang. Allah SWT menganugerahi mereka kekuatan itu. Bagi mereka itu bukanlah masa mendatang. Cahaya mereka dapat mencapainya dengan segera, karena Allah SWT memberi mereka sebuah cahaya dengan intensitas tinggi. Mereka dapat mengarahkan cahaya itu dan melihat jauh ke depan. Ada awliya yang dapat melihat satu mil ke depan. Beberapa di antara mereka dapat meningkatkan (kecemerlangan) cahaya mereka dan melihat dua mil. Beberapa dapat melihat seratus mil ke depan. Ada awliya yang dapat melihat jarak yang ditempuh sedetik kecepatan cahaya. Ada awliya yang dapat melihat sejauh satu menit perjalanan cahaya. Ada awliya yang dapat melihat sejauh seratus tahun perjalanan cahaya. [Apa yang dapat mereka lihat] tidak lagi diukur sebagai jarak; melainkan dalam perjalanan tahun cahaya. Beberapa Awliya Allah SWT dapat melihat satu juta tahun perjalanan cahaya.

Itulah sebabnya mereka dapat melihat asal usulmu, di mana kamu terletak di antara berbagai bintang-gemintang itu. Dan mereka dapat mengambil informasi tentang dirimu dari visi yang Allah SWT karuniakan kepada mereka. Ittaqqu firasat al-mu’min fa innahu yandhuru binallah--Hati-hatilah dengan pandangan (visi) orang beriman (wallahi), karena sesungguhnya mereka melihat dengan Cahaya Allah SWT. Cahaya itu Allah SWT berikan kepada mereka dari Cahaya-Nya.

Wa min Allahi at-tawfiq, bi-hurmatil Fatiha.

Khutbah Jumat



Mawlana Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani q
2 Januari 2004, Masjid al-Iman



[Mawlana menangis]

Wahai Muslim, Wahai orang-orang yang beriman!

Allah SWT jika Dia menunjukkan pada kita betapa Dia mencintai Rasul-Nya dan ummat dari Rasul-Nya, segala sesuatu akan berubah dalam hidup kita. Segalanya akan berbeda. Bayangkan seseorang, ketika dia mempunyai kesempatan untuk dicintai. Betapa pentingnya kesempatan untuk dicintai itu dalam kehidupan kita. Bayangkan bila seseorang, baik pria maupun wanita memberikan apa yang Allah SWT inginkan dari mereka dan mereka menjaganya—mereka menjaga jalan Islam dan jalan cinta agar mereka hidup dengan damai—betapa berharganya hal itu bagi hati kita.

Perubahan yang menimpa ummat sekarang ini sungguh berada di luar jangkauan. Sulit sekali melukiskannya, dan mungkin untuk pertama kalinya Saya berdiri (menyampaikan khutbah) dalam Shalat Jumat dengan tangis yang keluar dari mata saya. Karena begitu banyak perubahan akan terjadi. Begitu banyak penderitaan akan terjadi dan kita harus mampu melindungi diri kita sendiri, melindungi negri dan melindungi orang-orang di mana Allah SWT telah melimpahkan rahmat kepada mereka selama hidup di dunia. Kita tidak tahu bagaimana dengan akhirat, apa yang akan Allah SWT berikan kepada hamba-hamba-Nya.

Betapa sayangnya bagi hati setiap orang, ketika orang-orang yang saling mencintai tetapi kemudian tiba-tiba sesuatu berubah. Jika itu yang menjadi kasus di dunia, orang-orang tadi yang mencintai orang tua mereka, mereka yang mencintai anak-anaknya, mereka yang mencintai istri-istrinya, tetapi kemudian tiba-tiba terjadi sesuatu dan salah seorang dari mereka pergi atau salah satu dari mereka menempuh jalan ini atau itu, berapa banyak perpisahan yang kita alami sekarang? Berapa banyak yang patah hati? Berapa banyak anak yang kehilangan? Berapa banyak orang tua yang kehilangan? Berapa banyak yang kehilangan orang-orang yang dicintainya dan ini semua untuk apa? Hanya untuk sebagian kecil dunia yang kita kejar.

[Mawlana terisak]

Ketika Sayyidina Musa AS merasa bahwa dia mencintai ummatnya dan dia dicintai oleh Tuhannya, dia bertanya kepada-Nya, “Ya Allah SWT! Seberapa berharganya Aku bagi-Mu?” Serupa dengan itu, kita sebagai manusia, kita mendatangi satu sama lain, mencintai satu sama lain, kemudian tiba-tiba, salah seorang atau yang lainnya mulai bertanya dan terjadilah perpisahan. Dan cinta itu pun menjadi retak. Seberapa sulitnya hal itu? Menurut kalian, berapa banyak ketika Allah SWT memberi jawaban kepada Sayyidina Musa AS, pada saat dia bertanya kepada-Nya, “Ya Rabbii?...”

Dalam penjelasan Ibnu `Abbas ra. dinyatakan bahwa, Ya Musa (AS)innii astafaytuka ala an-naasi bi-risaalaatii wa bi-kalaamii fa Khuzh maa ataytuka wa kun min asy-syaakiriin – “Allah SWTberfirman, ‘Ya Musa (AS)! Aku telah memilih (melebihkan) kamu dari manusia lain, untuk membawa Risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, oleh karena itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” [7:144] Wahai Musa (AS), Aku telah memilihmu untuk membawa Risalah-Ku dan untuk membawanya ke manapun yang kamu sukai serta agar kamu bersyukur.

Sekarang berapa banyak orang yang merasa bahwa mereka mempunyai pesan untuk disampaikan; menerima pesan dari Allah SWT dan menyampaikannya kepada orang-orang, pesan yang penuh dengan muatan cinta dan kedamaian, pesan yang ingin disampaikan oleh Sayyidina Muhammad SAW. Mereka merasa bahwa itu berada dalam hati mereka dan mereka merasa bahwa tugas merekalah untuk menyebarkannya. Dan Allah SWT berfirman, wa kun min asy-syaakiriin, bersamalah dengan orang-orang yang bersyukur; maknanya, “Itu bukan berasal dari apa yang kamu lakukan; itu bukan berasal dari jerih payahmu, melainkan Aku memilihmu.”

Banyak orang yang tidak dipilih untuk melakukan hal itu. Mereka berpikir bahwa itu berasal dari diri mereka. Mereka mengkritik dan mengeluh. Mereka pergi ke masjid tetapi mereka tidak bersyukur. Tetapi orang-orang yang membawanya dan mengetahui bahwa hal itu datang kepada mereka karena berasal dari kecintaan mereka kepada Sayyidina Muhammad SAW dan cinta mereka kepada pemandu mereka (guru-guru mereka), serta cinta mereka kepada lingkungan mereka, mereka akan menyampaikannya dengan tulus dan tidak menyampaikannya dengan sembarang cara yang dapat membahayakan seseorang di lingkungannya.

Namun sayangnya itu yang tidak kita lihat sekarang ini.

Dan Allah SWT ingin mengajarkan Sayyidina Musa AS suatu pelajaran dan melalui Sayyidina Musa AS pelajaran itu sampai kepada kita. Dan itu adalah, “Tanpa Aku, apa yang Aku lakukan adalah apa yang Aku lakukan. Kamu tidak dapat melakukannya. Jika Aku mencintai seseorang maka apa yang Aku letakkan pada orang itu, kamu tidak dapat mengubahnya. Wahai Musa AS, jangan berpikir bahwa ketika Aku memilihmu dan mengutusmu dengan Risalah-Ku serta memintamu untuk bersyukur kepada-Ku—adalah agar engkau bangga dengan hal itu. Tidak, itu adalah karunia-Ku kepadamu sebagai seorang Muslim.

Wangi yang harum ini, bunga-bunga yang indah ini, aroma yang semerbak ini yang Aku hiaskan pada dirimu bukan berasal dari dirimu, semua itu berasal dari Diriku. Demikianlah firman Allah SWT kepada Sayyidina Musa AS.

Tetapi itu tidak cukup. Kamu memerlukan jalan yang panjang. Karena jika Aku tidak mendukungmu, kamu tidak akan berhasil. Meskipun Aku mendukungmu wahai Musa AS, janganlah kamu bangga hati dengan mengajukan pertanyaan itu pada-Ku.

Apa yang Musa AS tanyakan, “Hal khalqta khalqan akram minnii? Apakah Engkau menciptakan makhluk yang lebih Engkau cintai daripada diriku?”

Allah SWT ridha dengan apa yang dilakukan Musa AS. Allah SWT memerintahkannya untuk membawa Risalah-Nya dan untuk menyebarkannya.

Sekarang dia mulai berpikir bagaimana aku bisa mendekati Allah SWT; dia berpikir bahwa dia telah melakukan sesuatu, pekerjaan yang benar? Jadi dia harus bertanya dan dia berkata, “Wahai Allah SWT apakah Engkau menciptakan seseorang yang labih baik daripada diriku. Engkau telah memilihku dan mengutusku ke Bukit Sinai untuk bangkit dan menghancurkan Fir`aun.

Alam 'alimta anna muhammadan akram min jami` khalqii. Allah SWT berfirman, “Apakah kamu tidak melihat bahwa Sayyidina Muhammad SWT adalah lebih baik dari seluruh ciptaan-Ku? Apakah kamu menyadari hal itu. Jika kamu tidak mengetahuinya, maka ketahuilah sekarang. Aku telah melihat ke dalam hati hamba-hamba-Ku—dan Allah SWT tidak perlu melihatnya, Dia Maha Mengtahui hati semua hamba-Nya—Aku tidak melihat seseorang yang lebih rendah hati dibandingkan dengannya.” Maa ajidu qalban tawaada` min qalbih.

Bagaimana menurut kalian, ketika kalian melihat suatu komunitas di mana ada seorang guru, pembimbing mereka, guru itu membimbing mereka, dan seberapa senangnya kalian ketika melihat murid-murid kalian melaksanakan apa yang kalian inginkan dari mereka?

Seberapa senangnya Allah SWT terhadap Sayyidina Muhammad AS dan Dia meridhainya melebihi ridhanya kepada `Isa AS, Musa AS dan Ibrahim AS. Jika kita tidak mengekspresikan kesenangan semacam itu, sebagaimana Allah SWT telah mengekspresikannya dengan berbicara [sebagaimana yang Dia katakan] kepada Sayyidina Musa AS, orang macam apa kita ini? Untuk menjadi bagian dari sistem, administrasi, untuk menjadi bagian dari politik, untuk menjadi bagian dari surat kabar. Allah SWT, Allah SWT, kalian akan mati dan meninggalkan segalanya.

Lebih baik arahkan muka kita ke arah qiblah dan katakan bahwa, itu adalah firman Allah SWT: Wahai Musa AS, Aku memilihmu dan Aku memintamu untuk membawa Risalah-Ku dan Aku telah meminta dan memilihmu untuk membawa Risalah-Ku untuk satu hal, mendeklarasikan Tauhid dan cinta kepada Muhammad SAW.

Jika kalian sebagai seorang guru, ayah atau ibu, ketika kalian memilih sesuatu untuk pasanganmu, kalian harus tahu bahwa kalian memilih yang terbaik baginya dan cinta itu yang kalian miliki dalam hatimu baginya. Allah SWT berfirman kepada Sayyidina Musa AS, Aku mengatakan pesan itu padamu untuk Sayyidina Muhammad SAW. Jangan merasa malu. Letakkanlah pesan itu di setiap panel di dunia ini, letakkanlah di media dan di televisi. Katakanlah untuk mencintai Sayyidina Muhammad SAW dan bahwa mereka yang mengikutinya akan dicintai, tanpa peperangan, damai.

Seperti inilah bagaimana Muslim yang tulus dan penuh kedamaian menyebarkan Islam melalui Afrika, Asia, Afrika Utara, Asia Tengah, India dan Amerika.

Ketika seseorang kalian sukai dan kalian cintai, kalian memberinya kesempatan, meyakinkan bahwa mereka akan memanfaatkan kesempatan itu karena kalian mencintainya dan mereka mencintai kalian. Jika cinta itu tidak ada, tak ada yang akan berkembang di planet ini. Cinta adalah aspek kehidupan yang paling penting.

[menangis...]

Dan itu adalah karakter dari Nabi Muhammad SAW.

Musa AS berkata, “Aku paham mengenai diriku, tetapi bagaimana dengan ummatku? Apakah ada ummat yang lebih baik dari ummatku? Engkau telah mengirimkan kami bayangan dari matahari di gurun dan Engkau memberi kami manna dan salwah—buah-buahan dari Surga.

Fa qaala ta`ala: alam `alimta anna fadl ummata Muhammadin ala sa'ir al-umam kafadlii `ala jami'i al-khalq? Allah SWT berfirman, Apakah engkau tidak mengetahui bahwa kebesaran dari ummat Muhammad SAW adalah seperti Kebesaran-Ku atas seluruh makhluk.” Sebagaimana Jumat adalah yang terbaik di antara hari-hari dalam seminggu, dan sebagaimana Hari Arafat adalah lebih baik daripada hari-hari lainnya dalam setahun dan sebagaimana hari lahirnya Sayyidina Muhammad SAW adalah lebih baik daripada seluruh hari, begitu pula ummat dari Sayyidina Muhammad SAW dibandingkan dengan seluruh ummat lainnya.

Dan Sayyidina Musa AS berkata, afa araahum –Dapatkah aku melihat mereka? Allah SWT berfirman, “Tidak, tetapi Aku akan membiarkan kamu mendengar suara mereka.” Dan Allah SWT berfirman, “Wahai ummat Muhammad SAW, jawablah Aku.”

[Mawlana menangis]

Segera setelah mereka berkata bahwa mereka mendengar, bahwa mereka berbicara dalam satu suara, “Labayk Allaahumma labayka laa syariika laka labayk. Inna'l-hamda wa'n-ni'mata laka wa'l-mulk. labayk wa sa`daayk, wal-mulku bayna yadayk.” Mereka menjawab dalam satu suara sebagaimana yang mereka lakukan di `Arafat dalam kesatuan, sebagaimana yang difirmankan Allah SWT, w'atasimu bi-habl'illahi jami'yyan wa laa tafaraquu. “Berpegang teguh kepada tali Allah SWTdan tidak bercerai-berai.”

Allah SWT tidak menyukai perceraian. Perceraian adalah sulit. Berapa banyak awliya menderita secara emosional ketika mereka tidak sanggup berada dalam kehadiran fisik bersama Rasulullah SAW. Dan berapa banyak awliya yang begitu terhormat dengan memiliki kehadiran fisik dari Rasulullah SAW dan kehadiran spiritual dari Rasulullah SAW?

Wahai Muslim dan Wahai orang-orang yang beriman. Kita memasuki era yang baru. Dan era ini sangat berat bagi kita semua. Jagalah agar hatimu tetap terhubung dengan Allah SWT. Jagalah agar cintamu tetap terarah kepada Allah SWT, kepada Nabi-Nya, kepada Islam dan kepada mereka yang telah berusaha sebaik-baiknya untuk mengangkat nama Islam tinggi-tinggi dengan sebuah perkataan yang baik dan dengan nasihat yang baik. Semoga Allah SWT mengampuni kita dan semoga Allah SWT mendukung kita, semoga Allah SWT memberkati kita.

Wa min Allah at tawfiq

Berikan Lebih Banyak Cinta kepada-Nya



Maulana Syaikh Muhammad Nazhim Adil al-Haqqani q
The Power Oceans of Light



Wahai manusia! Kita harus berusaha untuk meningkatkan kecintaan kita kepada Allah SWT hari demi hari. Berusahalah untuk mengisi shalat kalian dengan lebih banyak cinta. Hal itu akan membuat shalat kalian terasa manis dan kehidupan kalian pun menjadi manis. Kebanyakan orang tidak mengetahui hal ini. Mereka memohon agar diberikan kehidupan yang manis, tetapi mereka tidak tahu bahwa itu berasal dari manisnya beribadah dan ini berasal dari kecintaan terhadap Allah SWT. Jika kalian memasukkan sesendok gula ke dalam secangkir teh, teh itu akan menjadi manis. Jika kalian memasukkan dua sendok gula, tehnya terasa lebih manis. Jadi masukkanlah lebih banyak cinta agar ibadah kalian menjadi manis! Kalian harus memohon agar diberikan lebih banyak cinta dari Allah SWT. Kita berharap agar Allah SWT mengaruniakannya kepada kita demi kemuliaan Rasulullah SAW.

Wa min Allah at taufiq

Senin, 28 Desember 2009

Jangan Biarkan Mata Hatimu Buta


Ketahuilah wahai para salikin! Giat usaha dan ikhtiar seiring ambisi tuk meraih rezeki yang telah dijanjikan-Nya adalah tanda orang yang bersifat tamak dan serakah. Mengabaikan usaha dan ikhtiar disegala sektor adalah kesombongan yang meliputi makhluk terlaknat. Ragam amal ibadah yang dijadikan untuk merayu Q agar disegerakan permohonan dan keinginannya ialah ciri hamba yang kurang percaya pada ketetapan dan janji Q. Berpaling dari munajat, doa dan amal ibadah serta usaha dan ikhtiar adalah sifat hamba yang frustrasi serta buta mata hati alias tak mampu melihat kehendak-Nya (irodatullah).
IJTIHAADUKA FIIMAA DHUMINA LAKAA WATAQSHIIRUKA FIMAA THULIBA MINKA DALIILUN ‘ALA INTHIMAASIL BASHIIRATI MINKA.


“Kerajinanmu tuk mencapai suatu yang telah dijamin pasti akan sampai kepadamu, di samping keteledoranmu terhadap kewajiban-kewajiban yang telah diamanatkan kepadamu, membuktikan buta mata hati-mu”.

Ketahuilah wahai para salikin! Giat usaha dan ikhtiar seiring ambisi tuk meraih rezeki yang telah dijanjikan-Nya adalah tanda orang yang bersifat tamak dan serakah. Mengabaikan usaha dan ikhtiar disegala sektor adalah kesombongan yang meliputi makhluk terlaknat. Ragam amal ibadah yang dijadikan untuk merayu Allah agar disegerakan permohonan dan keinginannya ialah ciri hamba yang kurang percaya pada ketetapan dan janji Allah. Berpaling dari munajat, doa dan amal ibadah serta usaha dan ikhtiar adalah sifat hamba yang frustrasi serta buta mata hati alias tak mampu melihat kehendak-Nya (irodatullah).

Pada kajian terdahulu telah dibahas bahwa rezeki itu telah ditetapkan oleh Allah. Setiap manusia pasti akan mendapatkan rezekinya. Maka tak perlu ada kekhawatiran tak tercukupi rezekinya, seperti mereka yang bersungguh-sungguh mencari rezeki untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dengan mengabaikan perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya.

Semangat tuk meningkatkan kualitas hidup jasmaniah adalah suatu himmah yang terpuji. Tetapi lebih terpuji lagi jika kualitas hidup ruhaniahnya sudah teruji.

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi”. (QS. Al Qashash ayat 77)

Berkaitan dengan masalah ini, kami menganjurkan kepada para salikin untuk istiqomah pada pijakan yang telah Allah tetapkan untukmu, juga bersabar dengan sesuatu yang telah dijanjikan-Nya. Sebab berpaling dari sesuatu yang dikehendaki Allah, akan memadamkan cahaya hati dan sekaligus dapat membutakan bashirotul qolbi.

Allah menganugerahkan rezeki lahiriah, yang menjadi piranti perjalanan hidup hamba di muka bumi. Ini adalah rezeki yang telah disediakan Allah untuk para hamba-Nya. Sampai rezeki di pangkuan seorang hamba, tentunya melalui alur sebab-musabab usaha dan ikhtiar. Maka itu, tak satupun makhluk yang tidak menerima rezeki dari Allah. Bahkan banyak binatang yang tidak dapat membawa dan mengurus rezekinya sendiri. Dalam hal ini, Allah tidak menuntut imbalan dari semua makhluk-Nya, melainkan bagi seorang hamba harus berpijak pada titian kewajiban yang menjadi tanggungannya. Karena yang dituntut dari seorang hamba, ialah amal ibadah yang sempurna untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Perwujudan ibadah yang sempurna bagi seorang hamba, harus bersandar pada hati yang diliputi tauhid mukasyafah (orang yang terbuka). Hal ini tak akan terjadi, kecuali dengan hidayah Allah. Maka itu, hidayah adalah anugerah Allah yang dipancarkan ke lubuk hati hamba-Nya.

Oleh karena itu, harus mengetahui keadaanmu sebagai seorang hamba yang menerima ketetapan-Nya (sunatullah) atau beban hukum dari Allah (taklif), juga harus berusaha dan berikhtiar yang sesuai dengan kehendak Allah. Dalam kaitan ini, harus bersikap dan bersifat tawakkal, sabar dan tetap di shirothol mustaqim (jalan yang benar) yang telah digariskan Allah serta dicontohkan oleh Rasul-Nya.

Yang menuntut dan protes kepada Tuhannya, adalah orang yang keluar dari kodrat kehambaannya. Sebab tak tahu telah dicukupkan segala kebutuhan hidupnya. Inilah orang yang buta mata hatinya!

Allah meletakkan mata hati (bashirotul qolbi) di dalam hati hamba-hamba-Nya sebagai nur (pelita) untuk mengetahui kehendak-Nya. Dengan mengetahui irodatullah, seorang hamba dapat menentukan sikap berpijak yang bijak melukis titian akhlak bersifat qona’ah dan tawakkal. Ihwal ini membias dari lubuk hati hamba yang telah membasuh wajah hati dengan air “pemantau” (muroqobah), juga telah dibersihkan dari aghyar (kecemburuan). Sebab jika karatan aghyar tetap melekat di hati, akan menjalar berinfeksi kebimbangan hati (isytighol) pada selain Allah (dunia).

Maka itu, hendaknya bersungguh-sungguh menuju kehadirat-Nya serta melazimkan muroqobah seiring dengan riyadhoh dan mujahadah, pun tak luput harus bermunajat yang sesuai dengan kehendak-Nya tuk mendapat anugerah (minnah) Allah.

Tabaruk dan adab hormat kepada Ulama dan Awliya


A'uudzu billahi minasy syaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Walhamdulillah wassholatu wassalamu 'ala Rasulillah wa 'ala aalihi
wasahbihi wa man tabi'ahum bi-ihsanin ilaa yaumiddin

PENGENALAN

Dewasa ini, di kalangan ummat Islam urban, khususnya yang tidak dibesarkan dalam tradisi ulama-santri, penghormatan terhadap persona ulama' atau Awliya' Allah semakin berkurang. Islam dan pengetahuan yang terkandung di dalamnya hanya dipandang sebagai sesuatu yang tekstual yang dapat dipelajari dengan cara membaca begitu saja di buku-buku ataupun sumber-sumber online.

Padahal sejak 1400 tahun yang lampau, tradisi keilmuan Islam amat mementingkan interaksi langsung antara sang guru, sang ulama dengan murid-muridnya. Dalam interaksi inilah, tersampaikan tidak hanya apa-apa yang tersurat, melainkan juga yang tersirat. Diriwayatkan bagaimana Imam Malik rahimahullah ketika meriwayatkan suatu hadits Nabi sall-Allahu 'alayhi wasallam pada murid-muridnya, begitu berhati-hati beliau, dan tak jarang hingga menangis, karena kerinduan mendalam pada persona Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam yang beliau sampaikan perkataan atau perbuatannya. Jelas adab beliau seperti ini jarang turut termaktub dalam kitab-kitab beliau, kecuali kalau kita berguru pada mereka-mereka yang memang memiliki jalur keilmuan hingga beliau, yang mewarisi tidak hanya ilmu beliau, tetapi juga adab beliau.

Keterasingan ummat Islam saat ini akan adab-adab seperti ini, salah satunya adalah karena derasnya arus reformasi menyesatkan dari salah satu aliran Islam yang muncul beberapa ratus tahun lalu di Najd [daerah timur semenanjung Arabia]. Aliran Islam ini, akhir-akhir ini dengan berbagai bentuknya, dengan dukungan pendanaan dan organisasi yang hebat semakin deras mencuci otak sekalangan ummat Islam hatta mereka yang tadinya dibesarkan dalam tradisi Ahlussunnah al Jama'ah. Akibatnya, tradisi luhur Ahlussunnah wal Jama'ah berupa adab penghormatan terhadap Awliya' dan Ulama' serta barang maupun anggota badan mereka, yaitu praktik "Tabarruk", dianggap sebagai suatu perbuatan syirik oleh mereka, suatu dosa besar yang tak diampuni.

Benarkah tuduhan mereka seperti itu? Apa sebenarnya hakikat syirik, dan apa pula hakikat ber-adab serta bertabarruk? Samakah antara keduanya sehingga mereka yang menjalankan praktik tabarruk serta merta dapat dihukumi syirik?

Jadi, apakah syirk itu? Sebagai muslim dan mukmin, insha Allah, kita telah memahami, bahwa salah satu makna kalimat tauhid, Laa ilaha IllaLlah, adalah "laa ma'buuda illaLlah", tidak ada yang patut disembah kecuali Allah. Juga tidak ada yang patut dijadikan tujuan kecuali Allah ["Laa Maqshuuda illaLlah"]. Sedangkan syirk, sebagai kebalikan dari Tawhid, adalah menjadikan sesuatu selain Allah, yaitu makhluk ciptaan Allah, sebagai sesuatu yang disembah pula di sisi Allah. Na'udzu billah min dzalik. Subhanallah. Maha Suci Allah yang tidak memerlukan seorang penolongpun di sisi-Nya, dan tak ada sesuatu pun yang menyamai-Nya.

Berangkat dari makna tawhid dan syirk mendasar tersebut, agak naif, jika kemudian penghormatan pada hamba-hamba Allah yg shalih-, ditafsirkan sebagaii suatu perbuatan syirk.

ANTARA PENGHORMATAN DAN PENYEMBAHAN

Hormat terhadap Ulama dan Awliya Allah, perlulah kita bedakan antara "penghormatan" dengan "penyembahan atau pengabdian", antara "respect" dengan "worship". Seluruh Muslim tahu bahwa Atribut ketuhanan atau "Lordship" atau "Uluhiyyah" hanyalah milik Allah 'Azza wa Jalla. Tapi kita dapat dan bahkan diwajibkan dalam Islam untuk memberi penghormatan pada sesama makhluk Allah dalam level yang berbeda-beda, sesuai dengan sebab yang ditentukan Allah SWT.

Untuk memperjelasnya insya Allah, akan kita beberkan beberapa dalil nash shahih di bawah. Namun sebelumnya, izinkan saya memberikan sedikit ilustrasi.

Ketika, misalnya, saya diundang oleh tiga orang berbeda. Sebut saja misalnya 1) adik angkatan saya ("yunior") si Fulan, 2) Pak Abdullah yang relatif sebaya (kolega) saya, dan 3) Prof. X, yang adalah supervisor kerja saya.

Jelas, dalam memenuhi undangan mereka masing-masing, tidak dapat saya perlakukan secara sama. Kepada si Fulan, yang notabene adalah yunior saya, mungkin saya cukup memenuhi adab (etika) standar, misalnya berpakaian menutup aurat, datang tepat waktu, sekalipun nyaris terlambat, atau malah boleh terlambat, asalkan saya menelponnya lebih dahulu.

Terhadap Pak Abdullah, yang relatif sepantar dan sebaya, saya harus tingkatkan adab saya. Selain, adab standar, saya harus berusaha tepat waktu, menjaga perasaan beliau agar tidak tersinggung, dll.

Kemudian untuk memenuhi undangan Prof. X (misal saat saya baru kenal dengan beliau), saya lebih mesti berhati-hati. Saya mesti menyiapkan jas, pakai dasi kalau perlu. Persiapkan apa yang mesti dibicarakan. Datang lebih awal. Lebih baik kita yang menunggu daripada ditunggu, dll. Apalagi, kalau yang mengundang adalah perdana menteri Belanda misalnya. Wah, tentu harus lebih awal dan penuh kehati-hatian dalam persiapannya.

Demikian pula perlakuan yang mesti kita berikan pada orang tua kandung kita, guru, dengan orang yang lebih tua yang baru kita temui di jalan. Jelas masing-masing ada beda adab. Terhadap orang tua kita cium tangannya, jangan membantah, dll. Terhadap guru kita taati nasihatnya dan berlaku sopan (bahkan hormat terhadap guru yg kafir pun adalah ajaran Islam). Adapun terhadap orang yang lebih tua yang biasa, kita bisa pakai adab hormat yang standar.

Demikian sekedar ilustrasi.

ADAB HORMAT TERHADAP ULAMA DAN AWLIYA: TINJAUAN NAQL

Adapun adab hormat terhadap Ulama atau Awliya Allah ini yang perlu diingatkan kembali. Sebetulnya dengan membaca ilustrasi dan contoh di atas, adalah wajar jika kita menaruh hormat pada para 'ulama atau awliya Allah ini mengingat kedudukan mereka yang tinggi di sisi Allah. Berikut saya kemukakan beberapa dalil:

1. dalam suatu hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya (5:323), dan juga oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (1:122), dan ia menyatakannya shahih, dan ini disetujui oleh Imam Al-Dhahabi, Nabi SallAllahu 'alayhi wasallam bersabda:

"Man lam yuwaqqir kabirana wa lam yarham saghirana fa laysa minna."

"Barangsiapa tidak menaruh hormat pada orang yang lebih tua di antara kami atau tidak mengasihi yang lebih muda, tidaklah termasuk golongan kami"

Ini yang disebut "tawqir an-Naas", menghormati manusia lain, dan mesti disesuaikan dengan status manusia tersebut, khususnya di mata Allah.

2. Dalam hadits lain
"anzilu al-nasa manazilahum"
"Berikan pada manusia sesuai dengan status/kedudukan mereka"

diriwayatkan oleh Muslim dalam bab Introduksi di kitab Shahihnya, tanpa sanad, Sakhawi mengatakan dalam al-Jawahir ad-Durar bahwa hadits ini hasan, dan al-Hakim dalam kitab Ma'rifat ulum al-Hadits mengatakan bahwa hadits ini shahih dan diriwayatkan oleh Ibn Khuzayma.

Jelas tidak mungkin menyamakan semua orang, termasuk dalam penghormatannya. Penyamaan penghormatan akan mirip dengan paham Komunisme. Islam tidak mengajarkan demikian. Karena itu adalah wajar, jika misalnya, dalam suatu sesi salat Jumat, saya datang lebih awal, agar dapat membersihkan tempat salat misalnya semata karena khatib salat Jumat yang akan datang lain dari biasanya, atau datang lebih awal agar dpt lebih khusyu' mendengar khutbah dari sang khatib yang lain dari biasanya.

3. Allah juga memerintahkan
"wa la tansaw al-fadla baynakum" (2:237)
"Jangan kau lupakan kelebihan/kehormatan di antara kamu"

4. "inna akramakum `indallahi atqakum" (49:13)
"Yang paling mulia di sisimu adalah yang paling taqwa di antaramu"

Jelas, kalau kita lihat ada seseorang yang mesti kita hormati karena
taqwa-nya kepada Allah, ya, kita mesti menghormati dia sesuai dengan kehormatan yang Allah karuniakan padanya seperti tersebut dalam ayat ini.

Dalam suatu hadits Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam lainnya:

5. "Al-Ulama-u waratsatul Anbiya"
"Ulama adalah pewaris Nabi", diriwayatkan oleh Bukhari dalam
Shahihnya sebagai mu'allaq, dan juga oleh Ahmad (5:196), diriwayatkan
pula oleh Tirmidhi, Darimi, Abu Dawud, Ibn Hibban, Ibn Majah, Bayhaqi
dalam kitabnya Syu'abul Iman ("Cabang-cabang Iman), dan juga oleh lainnya.

Sudah sepantasnya kita menghormati mereka dengan penghormatan setinggi-tingginya (yang tidak sampai pada level "worship"! "penyembahan").


Demikian pada bagian pertama telah kita ulas sebagian dalil pentingnya beradab menghormati para Ulama' dan Awliya'. Insya Allah, pada bagian berikutnya, kita akan membahas latar belakang praktik adab hormat ini serta melihat beberapa praktik penghormatan dan kecintaan pada para Ulama' dan Awliya' yang lazim dikenal sebagai tabarruk, yang secara literal bermakna mencari barakah.

Wallahu A'lam bissawab

Kyai turun tahta


Bismilahirrahmanirrahim Walhamdulillahi Rabbil 'aalamiin Wassholatu Wassalamu `Ala Rasulillah, Wa'ala Aalihie Washohbihie Waman Walaah amma ba'du...

Kalau selama ini dikenal ada istilah lengser keprabon [1], kemudian mandek pandita[2], maka masih juga dilanjutkan ke level lebih tinggi lagi, lengser kapanditaan mandeg rakyat[3]. Hal itu dilakoni oleh Kiai Qulyubi. Ia masih keluarga pesantren Tawangsari Sepanjang Surabaya, yang didirikan para santri Sunan Ampel. Kemudian ia merantau dan mendirikan pesantren di daerah rantau itu, sebelah barat Kota Jombang, kemudian menikah dengan gadis setempat yang sangat cantik, anak keluarga berada, sehingga banyak membantu pembangunan pesantren.

Karena pesantren baru, maka masih diurus sendiri, tetapi lama kelamaan banyak santri yang datang, sehingga tidak bisa dikelola sendiri, kemudian ia mengajak beberapa teman-temannya untuk ikut mengajar di pesantrennya yang sudah mulai berkembang itu. Memang kemudian banyak yang membantu mengajar di sana, walaupun tidak menetap di sana.

Para kiai muda yang membantunya itu antara lain bernama Munawar, ia seorang bujangan yang pandai dan enerjik, karena itu paling giat membantu mengajar. Sementar Kiai Qulyubi sendiri walaupun masih muda tetapi seorang sufi yang alim, sehingga waktunya banyak digunakan untuk uzlah [4] di kamarnya, sehingga pengajian banyak yang dipegang Kiai Munawir.

Pada suatu hari Kiai Qulyubi menanyakan pada Munawar, mengenai saatnya bagi dia untuk menikah, apakah sudah ada pilihan, kalau belum akan dicarikan. Kiai Munawir dengan berat mengatakan bahwa sebenarnya dia sudah berniat berkeluarga, tetapi sayang wanita pilihannya, telah menjadi isteri orang lain.

“Wah ya berat kalau begitu, apa tidak ada pilihan lain” Tanya Kiai, “kalau perlu saya perlu carikan”

“Tidak kiai saya tidak punya pilihan lain, biarlah saya begini saja, membujang, malah bisa berbuat banyak pada agama” Jawabnya.

“Kalau boleh tahu siapa sih wanita yang saudara idamkan itu” ? Tanya Qulyubi

“O.., tidak bisa kiai ini sangat pribadi dan bisa menyinggung perasan orang lain”

“Tolong sebutkan saya akan merahasiakan”

“Kalau saya sebutkan justeru Kiai yang akan tersinggung”

“Kenapa saya tersinggung apakah dia saudara saya”?

“Tolong sebutkan” Qulyubi semakin penasaran

Memperbaiki diri melalui mursyid sejati thariqah


Mawlana Syekh Muhammad Hisham Kabbani


Para Sahabat pada masa Nabi Muhammad saw, mendapat
bimbingan dan pengajaran dari Nabi saw. Setiap sahabat
diberinya suatu rahasia, yang dengan rahasia itu
mereka akan membimbing umat. Selanjutnya para sahabat
yang mengemban rahasia tersebut mewariskannya kepada
Para Wali Allah pada setiap tahap kehidupan hingga
saat ini. Pada saat menerima limpahan rahasia ini,
Awliya oleh Nabi Muhammad saw diberikan sebuah
karakteristik sehingga mereka dapat mengenali segala
sesuatu tentang murid-muridnya. Jadi hindarkanlah dari
hati dan pemikiranmu bahwa seorang Syaikh akan
terluput dari apa yang engkau sembunyikan. Seorang
Syaikh memiliki pandangan yang dimiliki Nabi Muhammad
saw, sehingga mengetahui apa yang tersembunyi didalam
hati/qolbu muridnya.

Para Awliya bisa mendengar suara gemuruh dalam
batinmu, sebagaimana suara gemuruh petir. Jadi
janganlah mencoba untuk menyembunyikan dalam hatimu
sesuatu yang tidak baik, karena Syaikh dapat
mendeteksinya dan engkau akan mendapat hukuman
karenanya. Thariqat Naqsbandy sangatlah keras dalam
menjalankan kewajiban dan keras dalam hal membuat
perbaikan terhadap disiplin pengikutnya. Meskipun
terlihat lembut dari pandangan luar, namun melalui
pengaruh Syaikh terhadap kalbu setiap murid, sangatlah
keras disiplinnya. Karena Syaikh bertanggung jawab
terhadap pengikutnya setelah mereka di bay'at. Hal ini
untuk menjaga hati murid tetap bersih dan membawa
mereka kepada jalan yang benar. Bila seorang
murid/pengikut melakukan hal yang salah, bahkan hanya
sekedar niat dalam hati, mereka serta merta akan
mengirim kesukaran kepada pengikutnya, dengan maksud
untuk membersihkannya dan membawanya kembali kejalan
yang benar.

Dengan cinta Syaikh kepada muridnya, biarkan dia
menghukummu dengan menempatkan dirimu dalam kesukaran.
Hukuman dan kesukaran itu adalah wujud kasih sayang
Syaikh kepadamu, dengan harapan engkau bertaubat dan
kembali kepada jalan Allah. Dihadapan seorang Mursyid
jadikan dirimu seakan tidak ada, sebagaimana Awliya
dihadap Rasulullah saw, mereka non exist, kehendak
Nabilah yang terpenting. Begitupula murid, jadikanlah
dirimu non exist. Kehendak Syaikh adalah kehendak yang
datang dari Rasulullah saw, buatlah kalbumu terbuka
kepada Syaikh, jangan biarkan ia kecewa atas
kelakuanmu. Bila Syaikh kecewa oleh ulahmu,
kesedihannya akan membuat Allah swt tak suka atasmu,
yang menimbulkan kesedihan Syaikhmu.

Janganlah menempatkan kehendakmu didepan kehendak
Syaikhmu. Jadilah engkau bayangan Syaikhmu. Janganlah
menunjukkan bahwa dirimu mengetahui segala sesuatu dan
bahwa engkau menolong Syaikhmu. Syaikh mengetahui
lebih dari pada pengetahuanmu. Berserah dirilah,
berdiam dirilah, dan lakukan sebagaimana seharusnya
engkau lakukan. Bila engkau berbuat kesalahan, jangan
mengira bahwa Syaikh tidak tahu. Bila Syaikh tersenyum
padamu, itu adalah belaian kasih sayangnya, karena dia
tahu bahwa engkau masih lemah dan imanmu belum cukup
kuat. Jadi dia mengusap-usap punggungmu untuk membuat
engkau berbesar hati, namum sesungguhnya ia tidak
senang atas apa yang sedang terjadi. Dia sekedar
membuat situasi lebih mudah dengan cara
menyembunyikannya, namun dia tahu segala perbuatanmu.
Janganlah engkau mengambil keuntungan dari situasi
ini, karena itu akan menghancurkanmu.

Bila engkau melakukan layanan atau kebaikan bagi
Syaikhmu, janganlah mengira layanan itu diperlukannya.
Dia tak membutuhkan apa-apa darimu. Bila dia mengambil
dan menerima persembahanmu, itu adalah untuk
mengangkat dirimu sendiri ketingkat yang lebih tinggi.
Dia tak membutuhkanmu, dia hanya membutuhkan Allah
swt. Janganlah mengira bahwa yang engkau berikan pada
Syaikh adalah hadiah. Engkau memang wajib
mempersembahkannya, namun sekali-sekali janganlah
mengatakannya,"Saya telah memberi". Karena dia
mengambil sesuatu darimu adalah untuk kebaikanmu
sendiri, bukan untuk kebaikan Syaikhmu.

Janganlah mengira bila engkau membuka pintu rumahmu
untuk Syaikh, engkau melakukan perbuatan baik
untuknya. Jangan pula mengira bahwa jika engkau
menyediakan hidangan bagi Syaikhmu, engkau telah
melakukan perbuatan terpuji. Sekali lagi janganlah
mengira bila engkau melakukan kebaikan dan layanan
baginya adalah suatu kebaikan untuknya. Bahkan jika
Syaikh tidur dijalananpun, Allah swt akan menjadikan
pandangan matanya jalan bagai suatu Istana. Dan dalam
pandanganmu jalanan itu tetap suatu tempat yang kotor.
Dalam pandangan kalian mungkin kalian berpikir kasihan
Syaikh sedang bersedih tidur diijalan. Itu semua saya
ceritakan untuk memberitahu kepada kalian, bahwa
Syaikh tidak memerlukan apa-apa darimu. Apapun yang
dilakukan semata-mata dilakukannya untuk Allah swt,
untuk Nabi Muhammad saw. Itu semua untuk kebaikan
kalian, bukan untuk kebaikan Syaikhmu.

Dengan thariqat, kita berusaha untuk menyempurnakan
ahlak dan adab kita. Janganlah engkau mengecewakan
Syaikh dengan menimbulkan kesukaran dalam hatinya,
ketika dia melihat apa-apa yang engkau mencoba lakukan
dibelakang punggungnya. Bila yang kau lakukan adalah
perbuatan baik dia akan bahagia, bila itu perbuatan
buruk dia akan sedih. Dia tak akan marah, dia hanya
sedih, karena dia tidak ingin merasa malu dihadapan
Awliya, dihadapan Nabi Muhammad saw, dan dihadapan
Allah swt atas segala perbuatan buruk kita. Bagi
mukmin dan muslim buatlah hatimu bersih, buatlah
hatimu hanya untuk Allah swt, setelah itu untuk Nabi
Muhammad saw, lalu untuk para Sahabat, lalu untuk
Syaikhmu. Dan janganlah membiarkan syaithan
memperdayamu agar memanfaatkan Syaikhmu untuk
kepentingan hawa nafsumu.

Semoga Allah swt memberikan kita semua taufiq dan
hidayah, memberkhi kita hari ini, memberikan kepada
kita baraqah Nabi MUhammad saw, serta syafa'atnya dan
membimbing kita kepada jalan Awliya dan memberikan
kita barokah Syaikh kita, Mawlana Sulthanul Awliya
Syaikh Muhammad Nazim Adil al Haqqani. Fatihah.

(Disarikan dari Ahl Haq Edisi Oktober 2001 )

wa min Allah at taufiq

Pengakuan ulama besar fiqh tentang tasawwuf dan ulama sufi


Imam Abu Hanifa (81-150 H./700-767 CE)

Imam Abu Hanifa (r) (85 H.-150 H) berkata, "Jika tidak
karena dua tahun, saya telah celaka. Karena dua tahun
saya bersama Sayyidina Ja'far as-Sadiq dan mendapatkan
ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui
jalan yang benar".

Ad-Durr al-Mukhtar, vol 1. p. 43 bahwa Ibn 'Abideen
said, "Abi Ali Dakkak, seorang sufi, dari Abul Qassim
an-Nasarabadi, dari ash-Shibli, dari Sariyy as-Saqati
dari Ma'ruf al-Karkhi, dari Dawad at-Ta'i, yang
mendapatkan ilmu lahir dan batin dari Imam Abu Hanifa
(r), yang mendukung jalan Sufi." Imam berkata sebelum
meninggal: lawla sanatan lahalaka Nu'man, "Jika tidak
karena dua tahun, Nu'man (saya) telah celaka." Itulah
dua tahun bersama Ja'far as-Sadiq

Imam Malik (94-179 H./716-795 CE)

Imam Malik (r): "man tassawaffa wa lam yatafaqah
faqad tazandaqa wa man tafaqaha wa lam yatsawwaf faqad
fasadat, wa man tafaqaha wa tassawafa faqad tahaqqaq.
(Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasauf tanpa fikh
maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari
fikh tanpa tasauf dia tersesat, dan siapa yang
mempelari tasauf dan fikh dia meraih kebenaran)."
(dalam buku 'Ali al-Adawi dari keterangan Imam
Abil-Hassan, ulama fikh, vol. 2, p. 195

Imam Shafi'i (150-205 H./767-820 CE)

Imam Shafi'i: "Saya bersama orang sufi dan aku
menerima 3 ilmu:
1. mereka mengajariku bagaimana berbicara
2. mereka mengajariku bagaimana meperlakukan orang
dengan kasih dan hati lembut
3. mereka membimbingku ke dalam jalan tasawwuf
[Kashf al-Khafa and Muzid al-Albas, Imam 'Ajluni, vol.
1, p. 341.]

Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H./780-855 CE)

Imam Ahmad (r): "Ya walladee 'alayka bi-jallassati
ha'ula'i as-Sufiyya. Fa innahum zaadu 'alayna
bikathuratil 'ilmi wal murqaba wal khashiyyata
waz-zuhda wa 'uluwal himmat (Anakku jika kamu harus
duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah
mata air ilmu dan mereka tetap mengingat Allah dalam
hati mereka. Mereka orang-orang zuhud dan mereka
memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi," --Tanwir
al-Qulub, p. 405, Shaikh Amin al-Kurdi). Imam Ahmad
(r) tentang Sufi:"Aku tidak melihat orang yang lebih
baik dari mereka" ( Ghiza al-Albab, vol. 1, p. 120)

Imam al-Muhasibi (d. 243 H./857 CE)

Imam al-Muhasibi meriwayatkan dari Rasul, "Umatku akan
terpecah menjadi 73 golongan dan hanya satu yang akan
menjadi kelompok yang selamat" . Dan Allah yang lebih
mengetahui bahwa itu adalah Golongan orang tasawwuf.
Dia menjelaskan dengan mendalam dalam Kitab al-Wasiya
p. 27-32.

Imam al-Qushayri (d. 465 H./1072 CE)

Imam al-Qushayri tentang Tasawwuf: "Allah membuat
golongan ini yang terbaik dari wali-wali-Nya dan Dia
mengangkat mereka di atas seluruh hamba-hamba-Nya
sesudah para Rasul dan Nabi, dan Dia memberi hati
mereka rahasia Kehadiran Ilahi-Nya dan Dia memilih
mereka diantara umat-Nya yang menerima cahaya-Nya.
Mereka adalah sarana kemanusiaan, Mereka menyucikan
diri dari segala hubungan dengan dunia dan
Dia mengangkat mereka ke kedudukan tertinggi dalam
penampakan (kasyf). Dan Dia membuka kepada mereka
Kenyataan akan Keesaan-Nya. Dia membuat mereka untuk
melihat kehendak-Nya mengendalikan diri mereka. Dia
membuat mereka bersinar dalam wujud-Nya dan
menampakkan mereka sebagai cahaya dan cahaya-Nya ."
[ar-Risalat al-Qushayriyya, p. 2]

Imam Ghazali (450-505 H./1058-1111 CE)

Imam Ghazali, hujjat ul-Islam, tentang tasawwuf:
"Saya tahu dengan benar bahwa para Sufi adalah para
pencari jalan Allah, dan bahwa mereka melakukan yang
terbaik, dan jalan mereka adalah jalan terbaik, dan
akhlak mereka paling suci. Mereka membersihkan hati
mereka dari selain Allah dan mereka menjadikan mereka
sebagai jalan bagi sungai untuk mengalirnya kehadiran
Ilahi [al-Munqidh min ad-dalal, p. 131].

Imam Nawawi (620-676 H./1223-1278 CE)

Dalam suratnya al-Maqasid: "Ciri jalan sufi ada 5:
1. menjaga kehadiran Allah dalam hati pada waktu ramai
dan sendiri
2. mengikuti Sunah Rasul dengan perbuatan dan kata
3. menghindari ketergantungan kepada orang lain
4. bersyukur pada pemberian Allah meski sedikit
5. selalu merujuk masalah kepada Allah swt [Maqasid
at-Tawhid, p. 20]

Imam Fakhr ad-Din ar-Razi (544-606 H./1149-1209 CE)

Imam Fakhr ad-Din ar-Razi: "Jalan para sufi adalah
mencari ilmu untuk memutuskan diri mereka dari
kehidupan dunia dan menjaga diri mereka agar selalu
sibuk dalam pikiran dan hati mereka dengan mengingat
Allah, pada seluruh tindakan dan perilaku" ."
[Ictiqadat Furaq al-Musliman, p. 72, 73]

Ibn Khaldun (733-808 H./1332-1406 CE)

Ibn Khaldun: "Jalan sufi adalah jalan salaf,
ulama-ulama di antara Sahabat, Tabi'een, and Tabi'
at-Tabi'een. Asalnya adalah beribadah kepada Allah dan
meninggalkan perhiasan dan kesenangan dunia"
[Muqaddimat ibn Khaldan, p. 328]

Tajuddin as-Subki

Mu'eed an-Na'eem, p. 190, dalam tasauf: "Semoga
Allah memuji mereka dan memberi salam kepada mereka
dan menjadikan kita bersama mereka di dalam sorga.
Banyak hal yang telah dikatakan tentang mereka dan
terlalu banyak orang-orang bodoh yang mengatakan
hal-hal yang tidak berhubungan dengan mereka. Dan yang
benar adalah bahwa mereka meninggalkan dunia dan
menyibukkan diri dengan ibadah". Dia berkata: "Mereka
dalah manusia-manusia yang dekat dengan Allah yang doa
dan shalatnya diterima Allah, dan melalui mereka Allah
membantu manusia.

Jalaluddin as-Suyuti

Dalam Ta'yad al-haqiqat al-'Aliyya, p. 57: "tasawwuf
dalam diri mereka adalah ilmu yang paling baik dan
terpuji. Dia menjelaskan bagaimana mengikuti Sunah
Nabi dan meninggalkan bid'ah"

Ibn Taymiyya (661-728 H./1263-1328 CE)

Majmaca Fatawa Ibn Taymiyya, Dar ar-Rahmat, Cairo,
Vol, 11, page 497, Kitab Tasawwuf: "Kamu harus tahu
bahwa syaikh-syaikh terbimbing harus diambil sebagai
petunjuk dan contoh dalam agama, karena mereka
mengikuti jejak Para Nabi dan Rasul. Tariqat para
syaikh itu adalah untuk menyeru manusia ke Kehadiran
Allah dan ketaatan kepada Nabi."

Juga dalam hal 499: "Para syaikh dimana kita perlu
mengambil sebagai pembimbing adalah teladan kita dan
kita harus mengikuti mereka. Karena ketika kita dalam
Haji, kita memerlukan petunjuk (dalal) untuk mencapai
Ka' bah, para syaikh ini adalah petunjuk kita (dalal)
menuju Allah dan Nabi kita.

Di antara para syaikh yang dia sebut adalah: Ibrahim
ibn Adham, Ma'ruf al-Karkhi, Hasan al-Basri, Rabia
al-Adawiyya, Junaid ibn Muhammad, Shaikh Abdul Qadir
Jilani, Shaikh Ahmad ar-Rafa'i, and Shaikh Bayazid al-
Bistami. Ibn Taymiyya mengutip Bayazid al-Bistami pada
510, Volume 10: "...Syaikh besar, Bayazid al-Bistami,
dan kisah yang terkenal ketika dia menyaksikan Tuhan
dalam kasyf dan dia berkata kepada Dia:" Ya Allah,
bagaimana jalan menuju Engkau?". Dan Allah menjawab:
"Tinggalkan dirimu dan datanglah kepada-Ku".

Ibn Taymiah melanjutakan kutipan Bayazid al-Bistami,
" Saya keluar dari diriku seperti seekor ular keluar
dari kulitnya". Implisit dari kutipan ini adalah
sebuah indikasi tentang perlunya zuhd
(pengingkaran-diri atau pengingkaran terhadap
kehidupan dunia), seperti jalan yang diikuti Bayazid
al-Bistami ( Mursyid Tariqah Naqshbandi).

Kita melihat dari kutipan di atas bahwa Ibn Taymiah
menerima banyak Syaikh dengan mengutipnya dan meminta
orang untuk mengikuti bimbingannya untuk menunjukkan
cara menaati Allah dan Rasul saas.

Apa kata Ibn Taymiah tentang istilah Tasawwuf :

Berikut adalah pendapat Ibn Tamiah tentang definisi
Tasawwuf dari strained, Whether you are gold or
gold-plated copper." Sanai. Following is what Ibn
Taymiyya said about the definition of Tasawwuf, from
Volume 11, At-Tasawwuf, of Majmu'a Fatawa Ibn

Taymiyya al-Kubra, Dar ar-Rahmah, Cairo:
"Alhamdulillah, penggunaan kata tasauf telah
didiskusikan secara mendalam. Ini adalah istilah yang
diberikan kepada hal yang berhubungan dengan cabang
ilmu (tazkiyat an-nafs and Ihsan)." "Tasawwuf adalah
ilmu tentang kenyataan dan keadaan dari pengalaman.
Sufi adalah orang yang menyucikan dirinya dari segala
sesuatu yang menjauhkan dari mengingat Allah dan orang
yang mengisi dirinya dengan ilmu hati dan ilmu pikiran
di mana harga emas dan batu adalah sama saja baginya.

Tasawwuf menjaga makna-makna yang tinggi dan
meninggalkan mencari ketenaran dan egoisme untuk
meraih keadaan yang penuh dengan Kebenaran. Manusia
terbaik sesudah Nabi adalah Shidiqin, sebagaimana
disebutkan Allah: "Dan barangsiapa yang menta'ati
Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat oleh Allah,
yaitu: Nabi, para shiddiqqiin, orang-orang yang mati
syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman
yang sebaik-baiknya. (QS. 4:69)" Dia melanjutkan
mengenai Sufi,"mereka berusaha untuk menaati Allah..
Sehingga dari mereka kamu akan mendapati mereka
merupakan yang terdepan (sabiqunas-sabiqun) karena
usaha mereka. Dan sebagian dari merupakan golongan
kanan (ashabus-syimal)."

Imam Ibn Qayyim (d. 751 H./1350 CE)

Imam Ibn Qayyim menyatakan bahwa, "Kita menyasikan
kebesaran orang-orang tasawwuf dalam pandangan salaf
bagaimana yang telah disebut oleh by Sufyan ath-Thawri
(d. 161 H./777 CE). Salah satu imam terbesar abad
kedua dan salah satu mujtahid terkemuka, dia berkata:
"Jika tidak karena Abu Hisham as-Sufi (d. 115 H./733
CE) saya tidak pernah mengenal bentuk munafik yang
kecil (riya') dalam diri (Manazil as-Sa'ireen). Lanjut
Ibn Qayyim:"Diantara orang terbaik adalah Sufi yang
mempelajari fiqh"

'Abdullah ibn Muhammad ibn 'Abdul Wahhab (1115-1201
H./1703-1787 CE)

Dari Muhammad Man ar Nu'mani's book (p. 85), Ad- ia'at
al-Mukaththafa Didd ash-Shaikh Mu ammad ibn 'Abdul
Wahhab: "Shaikh 'Abdullah, anak shaikh Muhammad ibn
'Abdul Wahhab, mengatakan mengenai Tasawwuf: 'Anakku
dan saya tidak pernah menolak atau mengkritik ilmu
tasawwuf, tetapi sebaliknya kami mendukungnya karena
ia menyucikan baik lahir maupun batin dari dosa
tersembunyi yang berhubungan dengan hati dan bentuk
batin. Meskipun seseorang mungkin secara lahir benar,
secara batin mungkin salah; dan untuk memperbaikinya
tasauf diperlukan."

Dalam volume 5 dari Muhammad ibn 'Abdul Wahhab
entitled ar-Rasa'il ash-Shakhsiyya, hal 11, serta hal.
12, 61, and 64 dia menyatakan: "Saya tidak pernah
menuduh kafir Ibn 'Arabi atau Ibn al-Fari karena
interpretasi sufinya"

Ibn 'Abidin

Ulama besar, Ibn 'Abidin dalam Rasa'il Ibn cAbidin
(p. 172-173) menyatakan: " Para pencari jalan ini
tidak mendengar kecuali Kehadiran Ilahi dan mereka
tidak mencintai selain Dia. Jika mereka mengingat Dia
mereka menangis. Jika mereka memikirkan Dia mereka
bahagia. Jika mereka menemukan Dia mereka sadar. Jika
mereka melihat Dia mereka akan tenang. Jika mereka
berjalan dalan Kehadiran Ilahi, mereka menjadi lembut.
Mereka mabuk dengan Rahmat-Nya. Semoga Allah merahmati
mereka". [Majallat al-Muslim, 6th ed., 1378 H, p. 24].

Shaikh Rashad Rida

Dia berkata,"tasawwuf adalah salah satu pilar dari
pilar-pilar agama. Tujuannya adalah untuk membersihkan
diri dan mempertanggungjawabkan perilaku sehari-hari
dan untuk menaikan manusia menuju maqam spiritual yang
tinggi" [Majallat al-Manar, 1st year, p. 726].

Maulana Abul Hasan 'Ali an-Nadwi

Maulana Abul Hasan 'Ali an-Nadwi anggota the
Islamic-Arabic Society of India and Muslim countries.
Dalam, Muslims in India, , p. 140-146, "Para sufi ini
memberi inisiasi (baiat) pada manusia ke dalam keesaan
Allah dan keikhlasan dalam mengikuti Sunah Nabi dan
dalam menyesali kesalahan dan dalam menghindari setiap
ma'siat kepada Allah SWT. Petunjuk mereka merangsang
orang-orang untuk berpindah ke jalan kecintaan penuh
kepada Allah"

"Di Calcutta, India, lebih dari 1000 orang mengambil
inisiasi (baiat) ke dalam Tasawuf"
"Kita bersyukur atas pengaruh orang-orang sufi, ribuan
dan ratusan ribu orang di India menemukan Tuham merka
dan meraih kondisi kesempurnaan melalui Islam"

Abul 'Ala Mawdudi

Dalam Mabadi' al-Islam (p. 17), "Tasawwuf adalah
kenyataan yang tandanya adalah cinta kepada Allah dan
Rasul saw, di mana sesorang meniadakan diri mereka
karena tujuan mereka (Cinta), dan seseorang meniadakan
dari segala sesuatu selain cinta Allah dan Rasul".
"Tasawwuf mencari ketulusan hati, menyucikan niat dan
kebenaran untuk taat dalam seluruh perbuatannya."

Ringkasnya, tasawwuf, dahulu maupun sekarang, adalah
sarana efektif untuk menyebarkan kebenaran Islam,
memperluas ilmu dan pemahaman spiritual, dan
meningkatkan kebahagian dan kedamaian. Dengan itu
manusia dapat menemukan diri sendir dan, dengan
demikian, menemukan Tuhannya. Dengan itu manusia dapat
meningkatkan, merubah dan menaikan diri sendiri dan
mendapatkan keselamatan dari kebodohan dunia dan dari
godaan keindahan materi. Dan Allah yang lebih
mengetahui niat hamba-hamba-Nya.

Pembahasan tentang Maulid dengan dalil


MAULIDURRASUL DENGAN DALIL-DALIL YANG NYATA


Dengan nama Allah yang maha pemurah lagi maha mengasihani. Segala pujian bagi Allah, Tuhan sekelian alam. Selawat dan salam keatas saiyidina Muhammad, Keluarga dan Sahabatnya sekelian.

Kami kemukakan dalil-dalil bagi masaalah Maulidurrasul didalam risalah ini, supaya dapat memberi penjelasan yang terang bagi sekelian kaum muslimin daripada terpesong dengan mereka yang membid’ahkan amalan ini. Mudah-mudahan Allah memberi manfaat dengannya, amin...!

DALIL SUNAT MENYAMBUT MAULIDURRASUL DI SISI ULAMA AHLI SUNNAH.

1. Merayakan hari kelahiran Nabi s.a.w. termasuk daripada perkara yang membesarkan dan memuliakan baginda. Dijanjikan kejayaan dunia dan akhirat bagi mereka yang menyambutnya. Firman Allah Taala:

“Maka mereka yang beriman dengannya (Muhammad), membesarkannya dan membantunya dan mengikuti cahaya (Al-Qur’an) yang diturunkan bersamanya. Mereka itulah yang mendapat kejayaan.”
(Surah Al-A’araf, ayat 157).

2. Firman Allah Taala, “Sesiapa yang membesarkan tanda-tanda Allah, maka membesarkan itu ialah setengah daripada menjunjung perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.” ( Al-Haj:32 )

Dimaksudkan dengan “tanda-tanda Allah” (شعائر الله جمع شعيرة أو شعارة ) pada umum ayat ini, iaitu setiap perkara yang dijadikan sebagai tanda atau alamat bagi mentaati Allah. Sebesar-besar tanda agama ialah Nabi Muhammad s.a.w dan menyambut Maulidurrasul itu adalah membesarkan tanda Allah, termasuk dalam menjunjung perintah-Nya.

3. Meriwayat Imam Bukhari dalam Sahihnya, begitu juga Ismaili dan Abdul Razak, Bahawa diringankan azab ke atas Abi Lahab pada hari isnin kerana memerdekakan ‘Suwaibah’ yaitu hambanya yang menceritakan khabar gembira tentang kelahiran Nabi s.a.w.

Hadis ini menunjukkan bahawa:

i) Sesiapa yang menzahirkan kegembiraannya dengan membesarkan hari kelahiran Rasulullah diberi pahala yang besar kerana Abu Lahab yang kafir, seteru kepada Nabi s.a.w. diringankan azabnya, apatah lagi orang yang muslim. Seperti yang dikatakan oleh Al-Hafiz Nasiruddin ibnu Syamsuddin Ad-Dimasyqi dan Imam Al-Qurra Al-Hafiz Syamsuddin Muhammad Al-Jazri.

ii) Dianjurkan memulia dan membesarkan Nabi s.a.w dengan mengambil sempena hari kelahirannya. Hari kelahiran Baginda merupakan ‘ Hari Kebesaran Islam ’ dan hari yang mempunyai kelebihan. Diriwayatkan daripada Qatadah Al-Ansari, ‘ Bahawasanya Nabi ditanya tentang berpuasa hari isnin, berkata Nabi s.a.w, “ Itulah hari yang dilahirkan aku padanya dan diturunkan kenabian keatas ku.” (Riwayat Muslim dan lainnya)

iii) Membuat perkara-perkara kebaikan (difahami daripada memerdekakan Suwaibah, hadis berpuasa hari isnin dan hadis berpuasa hari A’syura yang akan datang ) sempena memuliakan hari kelahiran Nabi s.a.w seperti berhimpun dengan membaca Al-Qur’an, berselawat, memuji Nabi, bersedekah, menjamu makanan, berbuat baik kepada fakir-miskin dan lain-lain.

4. Didalam Sahih Bukhari dan Muslim, bahawa Nabi datang ke Madinah dan mendapati kaum Yahudi berpuasa hari A’syura lalu baginda bertanya , mereka menjawab, “ Ianya hari yang Allah menenggelamkan Fir’aun dan menyelamatkan Musa. Kami berpuasa pada hari ini kerana mensyukuri Allah ta’ala.” Lalu nabi berkata, “ Kami terlebih utama dengan Musa…”.

Diambil pengertian daripada hadis ini, kita disarankan mensyukuri atas nikmat pemberian Allah pada hari tertentu yang mempunyai kelebihan atau hari yang dilepaskan daripada musibah. Menyambut Maulidurrasul adalah menzahirkan kegembiraan dan mensyukuri nikmat dan rahmat Allah ke atas alam ini. Ini kerana , sebesar-besar nikmat yang sempurna dan rahmat ialah lahirnya nabi kita s.a.w. sebagaimana berkata Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Hafiz Ibnu Hajar Assqalani, Sayuti dan lain-lain.
Firman Allah ta’ala, “ Katakanlah kepada kaummu, dengan kurniaan Allah dan rahmatnya , maka dengan demikian itu ( kurniaan dan rahmat ) , hendaklah kamu bergembira dan mensyukurinya.” ( Yunus:58 )

FirmanNya, “Tidaklah kami mengutuskan engkau ya Muhammad melainkan kerana rahmat bagi sekelian alam.” ( Al-Anbiyaa’:107 )

5. Memperingati dan membesarkan Maulidurrasul dengan selawat, membaca kisahnya, merupakan perantaraan kepada mencintai nabi dan mencintai Allah. “ Tidak sempurna iman seseorang daripada kalangan kamu sehingga adalah aku terlebih dikasihinya daripada dirinya, hartanya, anaknya dan sekelian manusia.” ( al-Hadis ). Firman Allah ta’ala, “ Katakanlah kepada kaummu, jika sekiranya kamu mencintai Allah, ikutilah aku, nescaya Allah mencintai kamu.” (Ali-Imran:31)

KESIMPULAN

i) Menyambut hari kelahiran Rasulullah disabitkan dengan dalil-dalil syara’.

ii) Disunatkan memperingati maulidurrasul pada bila-bila masa, terlebih utama lagi sempena hari kelahirannya.

iii) Membesarkan Nabi bersempena hari kelahirannya yang merupakan salah satu hari kebesaran Islam.

iv) Menzahirkan kegembiraan dan kesyukuran atas sebesar-besar nikmat dan rahmat Allah iaitu kelahiran baginda dengan mengerjakan amalan-amalan kebaikan.

v) Menyambut hari kebesaran ini membawa kepada mencintai nabi dan mencintai Allah.

vi) Mendapat ganjaran yang besar di dunia dan akhirat bagi mereka yang menyambutnya.


Orang yang pertama merayakan Maulid ialah Sultan Ibnu Malik Al-Muzzaffar, seorang wali Allah, raja yang adil, warak, zuhud dan alim. Menghadiri Majlis Maulidnya ulama’-ulama’ muktabar dan orang-orang salih dengan ketiadaan mengingkarinya, sehinggakan ulama’ besar yang bernama Assyeikh Abu Khatab Ibnu Dihyah telah mengarang bagi sultan itu, kitab Antanwir membicarakan tentang amalan Maulid. (Lihat Al-Hawi Lil Fatawi bagi Sayuti).

Berkata Assakhawi, “Sesungguhnya amalan Maulid berlaku kemudian daripada kurun ketiga iaitu tiga ratus tahun daripada Hijrah, selepas itu sentiasalah umat Islam pada setiap negeri mengamalkannya…….”

Oleh itu, amalan Maulidurrasul ini adalah ijmak muslimin yang tidak diengkari bahkan disokongi oleh ulama’ Ahli Sunnah sejak pertama kali diadakan hingga sekarang. Tidak berhimpun ulama’ dan seluruh muslimin yang sempurna imannya pada kesesatan. Sabda Nabi, “Tidak berhimpun umatku diatas kesesatan.” Sabdanya lagi, “Sesuatu perkara yang dipandang baik oleh muslimin maka ianya di sisi Allah adalah kebaikan.”

DALIL SATU PERSATU AMALAN YANG DILAKUKAN DIDALAM MAULID.

BERHIMPUN DENGAN BERTILAWAH AL-QURAN, BERZIKIR, BERSELAWAT, MEMBACA KISAH NABI DAN MENGADAKAN JAMUAN

1) Diriwayatkan daripada Abu Hurairah, “Bersabda Rasulullah; Tidak berhimpun suatu perhimpunan pada satu majlis di dalam masjid daripada masjid-masjid Allah , lalu mereka membaca al-Quran dan bertadarus sesama mereka, melainkan turun ke atas mereka ketenangan yang diselubungi rahmat Allah serta dilingkungi para malaikat dan Allah menyebut tentang mereka dikalangan nabi dan malaikat di sisi-Nya.” ( Sahih Muslim ).

2) Bersabda Nabi s.a.w., “Tidaklah berhimpun satu perhimpunan di dalam suatu majlis lalu mereka tidak berzikir mengingati Allah dan tidak berselawat ke atasku, melainkan kekurangan dan penyesalan ke atas mereka di hari Qiamat.”

3) Firman Allah ta’ala, “Kami ceritakan kepada engkau setiap perkhabaran daripada kisah-kisah Nabi yang menguatkan hati engkau dengannya dan datang kepada engkau di dalam perkhabaran ini, kebenaran, pengajaran dan peringatan bagi orang yang beriman.” (Hud:120)

4) Meriwayat Imam Ahmad dan Hakim daripada Suhaib, Nabi bersabda, “ Seseorang yang terlebih baik di antara kamu ialah mereka yang menjamu makanan dan menjawab salam.” Berkata al-Iraqi, “ Hadis ini sahih sanadnya .”
Meriwayat Turmizi , bahawa sahabat-sahabat nabi tidak bersurai mereka daripada majlis bertilawah al-Quran dan zikir, melainkan selepas menikmati jamuan.


SUNAT BERDIRI KETIKA DIBACAKAN KISAH KELAHIRAN BAGINDA S.A.W.

Disunatkan berdiri ketika dibaca kisah kelahiran Nabi s.a.w. kerana perbuatan berdiri menunjukkan di atas membesarkan baginda, termasuk di dalam nas al-Quran yang kami sebutkan dahulu. Telah berdiri Imam Subki bersama-sama orang ramai di Majlis Maulid ketika kisah kelahiran baginda dibacakan. Ulama’ Ahli Sunnah mengatakan sunat dan elok perbuatan ini.
Cara membesar dan memuliakan Nabi s.a.w. semasa hayat baginda atau wafatnya, samada dengan hati atau lisan seperti berselawat, puji-pujian atau dengan perbuatan iaitu berdiri. Telah disepakati pada adat orang ramai bahawa berdiri itu bertujuan membesarkan seseorang.
Adapun Fatwa al-Allamah Imam Abu Saud yang mengkafirkan mereka yang tidak berdiri ketika orang ramai berdiri pada Majlis Maulid , sekiranya mereka meninggalkan berdiri kerana menghinakan Nabi s.a.w. atau mengingkari hukum membesarkan baginda.
Berkata Imam Nawawi, “Disunatkan berdiri kepada orang yang hadir iaitu daripada ahli kelebihan dan kemuliaan, sesungguhnya datang hadis-hadis sebagai hujah padanya…….”

1) Diriwayatkan daripada Said al-Khudri, Nabi bersabda, “ Berdirilah kamu kepada penghulu kamu” ( iaitu Saad Ibnu Muaz yang hadir kepada sahabat ), lalu ia datang dan duduk kepada Rasulullah. ( Riwayat Abu Daud ).
Perbuatan berdiri dalam hadis ini adalah kerana memuliakan Saad, bukan kerana hendak menurunkan Saad yang sakit daripada tunggangannya. Jika berdiri kepada Saad disebabkan keuzurannya , nescaya nabi berkata dengan lafaz, “Berdirilah kepada orang yang sakit daripada kamu”, dan tidaklah perlu nabi menyuruh sekalian sahabat bahkan memadai seorang dua shaja bagi memapahnya.

2) Mengeluar Abu Daud daripada Abu Hurairah, “Adalah nabi bercakap dengan kami, apabila baginda berdiri, lalu kami pun berdiri kepadanya hingga kami melihat ia memasuki rumahnya.”
Adapun berdiri yang dilarang dalam beberapa hadis, adalah berdiri yang lahir daripada sifat takabbur atau larangan itu kerana tawaduk nabi. Disunatkan berdiri tersebut semata-mata kerana perbuatan berdiri termasuk daripada membesarkan nabi, samada hadir Roh Nabi di dalam Majlis Maulid ataupun tidak. Ketahuilah ! Roh Nabi dan orang mukmin boleh pergi ke mana sahaja yang dikehendakinya dan harus dapat berjumpa dan melihatnya.
i) Sabit pada hadis sahih bahawa berhimpun nabi s.a.w dengan para nabi di Baitul Maqdis dan di langit pada kisah Isra’ dan Mikraj.
ii) Daripada Ibnu Abbas, bahawa Rasulullah s.a.w melihat Nabi Musa dan Nabi Yunus menunaikan haji sambil mengucapkan ‘talbiah’.
iii) Didalam Sahih Bukhari, bahawa sesetengah sahabat dilihat bersembahyang di dalam masjid selepas meninggal dunia.
iv) Daripada abu Hurairah, Nabi Bersabda, “Sesiapa melihatku didalam mimpinya, nescaya ia akan melihat aku ketika jaga ( tidak bermimpi) dan syaitan tidak boleh berupa dengan rupaku.” (Bukhari dan Muslim)
Berkata Imam Sayuti, “Bahawa nabi s.a.w itu hidup dengan jasad dan roh, serta rohnya berjalan ke mana sahaja yang dikehendakinya kepada segala tempat dimuka bumi dan alam malakut….”
Meriwayat Imam Ahmad, Turmizi dan Ibnu Abi Dunia daripada Salman Al-Farisi,

“Bahawa roh orang mukmin berada di barzah di dalam dunia, boleh pergi ke mana-mana yang dikehendakinya.”

Kebutaan dan Penolakan


Maulana Jalaludin Rumi

Seorang astronom berkata,”Tunjukkah Dunia lain , Tunjukkan dimana Tuhan berada”. Tetapi Ia tidak berada disuatu tempatpun, tanpa ruang.

Ia tidak berada dilidah, tidakjuga dimulut atau didalam dada. Belahlah semua itu, sedikit demi sedikit, atom demi atom, dan coba kau tunjukan dimana ‘keberatan’ dan ‘pikiran’ yang engkau kemukakan. Engkau tak akan menemukan sesuatupun. Maka sadarlah bahwa pikiran yang ada dalam dirimu tidak terletak dalam suatu tempat atau ruang. Jika demikian bagaimana mungkin engkau akan mengetahui letak Pikiran Sang pencipta

Pernahkah kau melihat Hantu? Lihatah dirimu sendiri! Jika kau bukan hantu mengapa wajahmu begitu gelap. Orang2 yang menolak Tuhan selalu menjadikan orang2 yang ingat akan Tuhan menjadi bahan ejekan. Jika kau inginkan ejekan dan olok-olok teruskanlah, berapa lama kau akan hidup, oohh bangkai berapa lama??

Untuk Allah Semata


Oleh: Mawlana Syaikh Muhammad Nazhim Adil al Haqqani
Ditranslasi dari Servanthood & What It Is

Kita sudah diminta untuk merenungkan apa yang sedang kita lakukan setiap saat. Tanggung jawab ini memberikan kehormatan kepada kita. Kalian harus tahu apa yang kalian lakukan dan untuk siapa atau untuk apa kalian bergerak, berlari atau bertanya tentang sesuatu. Renungkanlah. Apa tujuan atau target kalian? Apa yang kalian lakukan untuk ego kalian dan untuk dunia ini adalah palsu dan akan lenyap. Semua ini hanya sementara dan karenanya tidak bernilai. Tetapi apa yang kalian lakukan untuk Allah swt itu tidak akan berakhir.

Bila aku duduk, maka istirahatku pun untuk Allah swt. Aku bergerak atau tidak, semuanya untuk Allah swt. Dan aku berserah diri pada Tuhanku. Aku akan bersegera mengerjakan perintah-Nya.

Tanggung jawab itu dimulai sejak kalian terjaga. Hendaknya kalian melihat untuk apa dan siapa kalian kerjakan dan apa manfaatnya. Bila tidak bermanfaat untuk diri kalian sendiri atau untuk orang lain, tinggalkan niat itu, karena saat itu akan mengundang kutukan atas diri kalian.

Segalanya hanya untuk Allah swt. Dan semua yang kalian lakukan adalah untuk Allah swt(hal dan aturan yang penting). Semua yang menjadi milik Allah swt pastilah untuk Allah swt. Itulah Iman sejati dan kalian telah ditawarkan untuk memegang teguh peraturan itu. Karena kalian tahu bahwa semuanya untuk Allah swt, maka kalian harus melakukan segalanya untuk Allah swt semata. Bila hidup, hiduplah untuk Allah swt, matilah untuk Allah swt, dan makanlah untuk Allah. Bila minum, minumlah untuk Allah; bila membangun, lakukanlah untuk Allah.

Kalau bicara, bicaralah untuk Allah. Sehingga semuanya akan menjadi ibadah. Bila setiap tindakan dan setiap saat diperuntukkan untuk Allah, maka Allah akan mengusung dan mendukung hamba tersebut. Karena dia hidup untuk Allah dan melakukan semuanya untuk Allah, maka Allah pastilah mendukungnya.

Manusia jatuh ibarat daun berguguran dari pohonnya. Tidak lagi bermanfaat bagi pohon induknya. Hanya bagi diri mereka sendiri. Tidak pernah mengindahkan Tuhannya atau melakukan sesuatu untuk Penciptanya. Terkecoh oleh dunia. Hidup hanya mengejar materi. Tidak pernah memikirkan kehidupan spiritual. Kita harus mengelola kehidupan spiritual selama 24 jam sehari, tetapi kita tidak memikirkannya walaupun hanya 24 detik.

Segalanya untuk Allah dan kalian juga untuk Allah, jadi lakukan semuanya untuk Allah. Allah melihat niat kalian dan bila ditujukan untuk-Nya, kalian tidak akan ditinggalkan oleh-Nya dalam genggaman Setan.Tidak! Allah akan menjaga dan mendukung kalian. Allah melihat ke dalam hati kalian dan bila Dia melihat kalian mengabdi pada ego kalian atau hasrat fisik kalian, Dia akan menghentikan dukungan-Nya. Dia akan melihat apakah kalian tetap mengikuti jalan dan perintah-Nya; bila tidak, Dia akan meninggalkan kalian sebentar, siapa tahu kalian akan kembali pada jalan yang benar.

Bila beramal untuk Allah, maka semua yang kalian kerjakan akan diberkahi, dihormati dan diterima oleh-Nya. Bila pekerjaan kalian bukan untuk-Nya, maka sia-sialah pekerjaan itu dan kalian menghancurkan diri sendiri. Kesukaran yang tidak terhitung akan mengelilingi kalian. Perhatikan selalu pekerjaan kalian, apakah benar-benar untuk Tuhan kalian? Perhatikan berapa jam tersedia untuk-Nya, berapa lama kalian berhubungan dengan Hadirat Ilahi dan berapa jam kalian bersama ego kalian.

Bila kalian makan, minum, bekerja, shalat, pokoknya setiap waktu hendaklah kalian bersama Allah. Ini akan membuat kalian kuat dan bahagia dan hidup akan terasa manis. Allah menganugerahkan hidup yang indah dan nyaman bagi orang beriman, bukannya hidup yang sulit dan hambar. Yang demikian itu adalah untuk mereka yang tidak beriman atau mereka yang berbuat ingkar.

Hiduplah dan menyediakan diri untuk Allah. Matilah untuk Allah. Hanya itu. Biarkan mereka merenggut seluruh dunia. Mereka hanya ingin hal-hal duniawi, makan dan minum saja. Jangan! Kenikmatan itu datangnya dari Allah dan hati kita menantikan berkah-Nya yang tak terhingga.

Dengan bekerja untuk Allah dan taat kepada-Nya, Dia akan menyelubungi kalian dengan Cahaya Ilahiah. Setelahnya, kalian harus melindungi dan mempertahan kannya. Kalian harus mengorbankan hasrat fisik kalian agar kekuatan spiritual dengan cepat dan mudah mencapai jiwa kalian.

Janganlah kehilangan kepercayaan pada Pencipta kalian yang berfirman, “Akulah penjamin makan dan minum kalian. Dan bila kalian menyediakan diri kalian untuk-Ku, Aku akan memudahkan segalanya untuk kalian. Bila kalian percaya pada-Ku, Aku tidak akan membuat kalian lelah.� Hal ini akan memberikan rasa puas dalam diri kalian. Tak usah memikirkan apapun. Cukup penghambaan saja. Tuhan berfirman, Percayalah pada-Ku, Aku akan memudahkan segalanya.� (Prinsip terpenting dalam Islam).

Siapa pun yang hidup untuk Allah mengetahui bahwa Allah saja lebih dari cukup. Kita percaya dan mempercayai Allah dan mencoba untuk menyediakan diri untuk penghambaan Ilahinya. Berpeganglah pada jalan ini, jalan yang paling aman. Carilah kehormatan dari Allah dan bukan dari yang lain.

Sebuah gedung yang didirikan bukan untuk kehormatan Allah dan untuk kehormatan Rasulullah saw akan runtuh. Bila dibangun untuk Allah, kalian akan bahagia dan tidak terbebani. Setiap hari berbuatlah sesuatu untuk Allah. Ketahuilah hak-hak-Nya, bekerja lah untuk-Nya dan bukan untuk yang lain.

Kalian dapat melakukan apa saja, tetapi cobalah melakukannya hanya karena Allah semata. Lakukan sesuatu yang akan membuat Allah ridha pada kalian. Bila tidak, kalian akan tenggelam dalam samudera yang demikian dalam sehingga tak seorang pun dapat menyelamatkan kalian.

Cara hidup kalian akan menjadi cara mati kalian dan akan menjadi cara kalian dibangkitkan kembali. Hiduplah untuk Allah. Mereka yang mematuhi perkataan Nabi saw berarti mematuhi perintah Allah swt. Hiduplah untuk-Nya dan tidak ada sesuatu pun yang harus ditakuti.

Ada orang yang mengatakan bahwa kita harus belajar atau melakukan sesuatu. Tidak! Seluruh hidup kita adalah untuk Islam dan Islam adalah untuk Allah. Jika kalian melangkah, jadikanlah langkah itu untuk Allah. Begitulah cara kalian menjalani Islam. Kalian harus memperhatikan ke mana kalian melangkah dan apa yang kalian cari. Apakah kalian mencari Allah atau ego kalian? Bila kalian rentangkan tangan dan menangkap sesuatu, kalian harus perhatikan untuk siapa kalian membawa atau menyentuhnya. Perhatikan apa yang kalian dengar.

Untuk Allah atau ego kalian? Bila berbicara, perhatikan untuk apa kalian bicara, untuk Allah atau untuk ego kalian? Dan bila kalian duduk dan berpikir, untuk siapa? Kalian tidur, untuk apa? Kalian makan untuk kekuatan kalian atau atas perintah Tuhan kalian? Setiap saat di setiap harinya, setiap tarikan nafas adalah untuk Tuhan kalian.

Barangsiapa yang telah mencapai maqam sebagai deputi sejati (sekarang kita semua hanya kandidat) harus mengawasi setiap tarikan nafasnya. Setiap tarikan nafas hanya untuk Allah, “Huu, Huu, Huu, Huu… (dalam hati).� Barangsiapa yang dapat mengendalikan nafasnya setiap saat, itulah utusan deputi Allah yang sejati. Kita harus bisa membawa diri kita ke jalur tersebut.

Janganlah sendirian. Pada setiap tarikan nafas, jangan lupa kalian berada bersama siapa. Cukuplah yang demikian itu. Hal itu merupakan latihan bagi kalian. Bila kalian tidak lupa, maka setiap saat adalah peribadatan kepada Allah atau suatu pengabdian untuk Hadirat-Nya. Setiap saat, setiap tarikan nafas kalian mengabdi, meraih Hadirat-Nya yang suci dan nama kalian akan tercatat sebagai hamba Ilahi. Cobalah, coba ikuti. Jangan menyia-nyiakan hidup kalian!

Wa min Allah at Taufiq

Mutiara hikmah Syaikh Muhammad Efendi Yaraghi


"Berjanjilah Wahai Manusia, untuk menghentikan semua kebiasan buruk dan selanjutnya menjauhi perbuatan dosa. Gunakan waktumu siang dan malam di Masjid. Beribadalah kepada Tuhan dengan semangat dan memohonlah ampunan dengan meratap kepadaNya".

"Kapankah Allah SWT tidak senang kepada hambaNya? Yaitu ketika seorang hamba merasa terganggu dengan lamanya berdzikir secara kolektif. Jika cintanya pada Allah swt adalah Cinta Sejati, maka itu akan terasa seperti sekejap mata".

"Depresi dalam hati berasal dari tiga macam penyakit, yaitu : Kehilangan keharmonisan dengan alam, Mengikuti kebiasaan yang menyimpang dari sunah Rasulullah saw dan Mengikuti orang-orang yang korup dan fasik".

"Para Pencari dan Murid tidak menginginkan apapun bagi diri mereka, kecuali yang Allah SWT telah tetapkan baginya. Dan tidak membutuhkan apapun dari alam semesta ini, kecuali Tuhannya".

"Ketika hati sangat mendambakan untuk menyaksikan Zat Allah Azza wa Jalla, maka Allah SWT akan mengirimkan Sifat-SifatNya, sehingga mereka akan menjadi tenang , tentram dan merasa sangat bahagia".

"Cinta seorang beriman bagaikan sebuah cahaya dalam hatinya".

"Islam berarti menyerahkan hatimu kepada Tuhanmu dan tidak menyakiti orang lain, baik dengan perkataaan maupun perbuatan".

"Allah tidak akan pernah mengangkat seseorang yang yang mencintai Uang"

"Barangsiapa mendatangi Allah swt dengan hatinya, maka Allah swt akan mengirimkan hati seluruh hambaNya kepadanya"

"Jika para pecinta mengungkapkan cinta mereka kepadaNya, maka dari deskripsinya itu setiap pecinta akan meninggal"

Rasulullah saw bersabda," Dia yang mematuhi Al-Quran dan menyebarkan Syariahku adalah seorang muslim sejati" "Dia yang bertindak menurut perintahku akan berdiri di surga lebih tinggi daripada semua Awliya yang telah mendahuluiku"

Mutiara hikmah Syaikh Syarafudin Ad-daghestani


"Melalui pemahaman akal saja, manusia tidak mungkin bisa memanen buah dari Rahasia-Rahasia Allah. Tubuh manusia tidak dapat mencangkup Realitas Makna mengenai Allah swt. Tubuh manusia mustahil mencapai Kerajaan Yang Tersembunyi dari Yang Maha Unik"

"Jika Para Pencari terus melakukan Dzikr dengan Nama "Allah" Yang Maha Suci maka dia akan mulai berjalan ditempat Dzikir itu yang jumlahnya ada 7 tingkatan. Setiap pencari yang terus melakukan Dzikr " Allah" dalam hati, mulai dari 5000 hingga 48.000 setiap harinya, akan mencapai tingkat kesempurnaan dalam dzikr itu. Pada saat itu dia akan menemukan bahwa hatinya terus mengucapkan nama " Allah, Allah, Allah" tanpa perlu menggerakkan lidah. Dia akan membangun kekuatan internal dengan membakar kotoran didalamnya, karena api dzikr melalap semua pengotor hati. Tidak ada yang tersisa kecuali Permata yang Bersinar dengan Kekuatan Spiritual".

Beliau tidak pernah menyebutkan sesuatu yang telah berlalu. Beliau tidak pernah menerima suatu gunjingan dan akan mengusir pelakunya dari asosiasi. Setiap orang yang duduk dalam asosiasinya, mereka akan merasakan bahwa kecintaan akan dunia akan lenyap dari hati mereka, beliau mengatakan, "Jangan Duduk tanpa berdzikir, karena kematian selalu mengikutimu".

Beliau berkata,"Peristiwa yang paling membahagiakan bagi umat manusia adalah ketika dia meninggal, karena ketika dia meninggal dosanya juga ikut mati bersamanya".

"Setiap pencari yang tidak membiasakan diri dan melatih dirinya untuk berpuasa disiang hari dan bangun dimalam hari untuk beribadah dan melayani saudaranya, tidak akan memperoleh kebaikan dalam tareqat ini"

"Setiap orang mempunyai karakter baik yang bercampur dengan karakter buruk. Ketika kamu melakukan bay’at, seluruh perbuatan buruk yang telah engkau lakukan sebelumnya, aku ganti dengan perbuatan baik. Kecuali dua hal, yaitu keinginan seksual dan kemarahan"

Beliau berkata,"Wahai anakku, kita adalah hamba-hamba yang berada didepan pintu Rasulullah saw dan didepan pintu Allah SWT. Apapun yang kita minta dari Mereka, Mereka akan menerima permintaan kita, karena kita berada dalam kehadiratNya dan kita adalah satu. Apa yang kami inginkan darimu adalah agar kamu senantiasa melakukan dzikr Tarekat Naqsbandi"