Senin, 21 Desember 2009

BAKAT TERPENDAM



BAKAT TERPENDAM YANG AKAN TIMBUL PADA SAATNYA
Sulthanul Awliya Mawlana Syaikh Nazim Adil al Haqqani
Lefke, Cyprus 2005
Diambil dari www.mevlanasufi.blogspot.com


Bismillah hir rohman nir rohim

Grandsyaikh Abdullah Faiz mengatakan bahwa Nabi suci Muhammad saw tidak pernah
mencapai segala maqam atas hasil perbuatan atau ketaatan beliau. Sebagai bukti
akan hal ini, maka Grandsyaikh Abdullah qs mengutip hadist Nabi yang berbunyi :
“ Ya Allah, jangan tinggalkan aku pada usahaku, perbuatanku dan ibadah-ibadahku
bahkan dalam waktu sekejap mata atau kurang dari itu.” Ini mengindikasi kan
bahwa Nabi saw tidak bergantung pada apa yang beliau usahakan namun selalu
berharap akan kemurahan ( rahmat) Tuhan semata yang tak bersyarat itu.

Grandsyaikh Abdullah qs menambahkan : “Bahkan bila Allah swt akan memberikan
imbalan atas ketaatan Nabi saw, maka beliau tak akan mau menerimanya. Bagaimana
bisa beliau menerima imbalan bila umat Nabi yang lebih rendah tingkatannya –
yaitu para wali dan mereka yang benar-benar beriman tidak pernah menerima
bayaran atas segala amal ibadah mereka. Yang jelas, tidak ada kaum beriman mau
menerima apapun, itu karena ibadah mereka semata-mata demi mencapai ridha
Tuhannya semata.”

Grandsyaikh juga mengatakan bahwa Allah telah menganugerahi setiap manusia
dengan sebuah bakat alami yang sesuai bagi tingkatan masing-masing (Fitra).
Sebagai contoh, kalian mempunyai sebuah bakat ( ahliyya ) atau kecakapan yang
tak seorangpun, entah bagaimana caranya- dapat mengubahnya, karena akan selalu
timbul. Seperti bibit-bibit yang mempunyai sifat-sifat yang tak bisa berubah
yang tersembunyi didalamnya.

Maka bagi tiap keturunan Adam, masing-masing mempunyai sebuah bakat unik
anugerah dari Pencipta-nya. Semua didasarkan hanya pada Kehendak Ilahiah-Nya
saja, dan tidak bergantung atas perbuatan dan ketaatan kita. Cepat atau lambat
masing-masing bakat pasti nampak; jangan putus asa bila saat ini masih lambat,
yang perlu kalian ketahui adalah; bahwa atas kehendak Tuhan, maka bakat itu akan
muncul, terlepas dari segala apa yang kita kerjakan – hanya murni atas anugerah
Ilahi. Rangkaian kata-kata ini menunjukkan kita akan cakrawala pemahaman baru
dan membuka kearifan dalam diri agar di kaji seluas-luasnya. Kabar-kabar gembira
seperti ini membuat kita merasa senang.

Shaykh Bahaudin Naqshabandi qs pernah berkata : “ Dalam pandangan kami,
ketika seseorang memiliki kecakapan / keahlian bagi Thariqat ini, maka itu lebih
penting daripada keimanan atau keislamannya.” Mengapa demikian ? Karena
kecakapan yang dianugerahkan Tuhan pada kita adalah penting, dimana dengan
bekerja atas kecakapan tersebut, keimanan dan keIslaman kita kemudian akan
muncul.
Mungkin kalian mengerjakan segala macam amalan yang diminta Islam. Namun,
keahlian yang kalian miliki lebih penting bagi Allah, sebagaimana sabda rasul :
“Allah tidak melihat amalan luar kita, namun pada hati kita.” Karena Allah
melihat hati kita, maka itulah yang berharga- bakat alam akan lebih melimpah
dikarenakan cahaya Ilahi – lebih indah dan sempurna. Dan jika kita berbuat baik
dengan tubuh kita sedangkan hati kita terhubung dengan Tuhannya maka itu lebih
baik lagi.

Mari kita telaah kisah berikut dimana Nabi saw berkata pada para sahabat
setelah shalat Isya : “ Wahai sahabat-sahabatku, bila kalian melakukan amal
ibadah atau tidak melakukannya sama sekali - maka hal itu sebenarnya sama saja -
karena tingkatan yang telah Allah anugerahkan pada kalian tidak akan naik
ataupun turun, tinta pra-azali telah kering, dan apa yang telah di tetapkan akan
bergerak menemui kalian – tidak akan berkurang atau berlebih – terlepas dari
segala apa yang kalian lakukan.”

Apa jawaban para sahabat kemudian ? “ Ya Nabi, jika demikian, mengapa kami
melelahkan diri sendiri dan menderita dengan segala kewajiban amal ibadah ini ?
Mengapa kami harus bangun di malam-malam yang dingin dan pergi ke masjid saat
masih gelap ? Mengapa kami tinggalkan pelukan kasih istri-istri kami tiap pagi
hanya demi pergi ke masjid ini ? Mulai saat ini kami tidak akan datang lagi
untuk ibadah lebih awal, tapi kami akan tetap di samping istri-istri kami di
ranjang-ranjang yang panas, ini adalah berita gembira bagi kami. “ Nabipun
menjawab : “Kalian bebas bertindak semau kalian, datang atau tidak, tak ada
yang memaksa kalian. “

Malam itu merekapun pulang, dengan niatan esok pagi tidak akan meninggalkan
ranjang-ranjang mereka. Ketika bagian akhir malam telah dimulai dan menunjukkan
tanda bagi fajar yang datang maka Bilal, muazin Nabi mulai mengumandangkan
syair-syair ketaatan dan salawat dari atas menara. Itulah kebiasaannya dipagi
hari sebelum mengumandangkan adzan- untuk membangunkan orang-orang agar
mendatangi masjid. Begitu Bilal ra bersuara, seluruh sahabatpun terbangun dengan
sebuah awalan yang aneh. Lalu mereka membatin : “ Kami telah mengatakan pada
Nabi saw bahwa kami tidak akan datang pagi ini, kami harus tetap di atas tempat
tidur.”

Namun bagaimanapun juga, mereka lemparkan selimut kesamping, bangun dari
tempat tidur dan mengambil wudhu – lalu bergegas menuju masjid. Ketika Nabi saw
memasuki masjid, beliau melihat masjid telah penuh dengan para jamaah. “ Wahai
kalian semua, sahabat-sahabatku, kalian berniat sesuatu tadi malam dan berkeras
dengan keputusan kalian. Apa yang terjadi sehingga kalian datang kesini, padahal
semalam kalian mengatakan tidak ?”. Mereka menjawab : “Kami bersumpah demi
Allah, bahwa ketika kami mendengar panggilan shalat, tempat tidur kami menjadi
seperti tusukan duri-duri atau seperti penuh paku, berbaring disana bagaikan
berbaring diatas api, kami tak dapat bertahan bahkan untuk sesaat, lalu kami
melompat dan bergegas menjawab adzan.”

Dan inilah jawaban Nabi saw : “Setiap mahluk dapat dengan mudahnya berbuat
menurut bakat masing-masing. Inilah ahliyya, bakat berharga yang Allah letakkan
dalam hati kalian sehingga membuat kalian bangun dari tempat tidur walaupun niat
kalian berlawanan semalam. Setiap manusia lahir dengan fitrahnya, dan di hati
yang terdalam selalu berusaha menemukan kembali bakat alam tersebut. Itulah
rahasia di dalam setiap keturunan Adam, dan itulah yang membuat kalian bangun”

Dengan alasan itu, Nabi saw tidak khawatir bila para sahabat akan meninggalkan
ibadah karena telah paham akan kebenaran itu. Juga, pewaris Nabi juga tidak
takut untuk membuka kebenaran-kebenaran bagi para pengikutnya – karena bakat
alam yang Allah letakkan dalam hati mereka akan membuat mereka mampu
melaksanakannya dan membuat mereka mengesampingkan nafsu-nafsunya.
Menurut Grandsyaikh, jika Nabi saja mengatakan bahwa ibadah beliau sama sekali
tidak berarti sehingga beliau tidak pernah bergantung pada ibadah-ibadahnya
–maka bagaimana bisa kita menggantungkan diri pada ibadah kita ?? - Padahal
dua sujud Nabi lebih berat timbangannya dibandingkan dengan berat ibadah seluruh
umatnya dan ketika beliau mengatakan kalimat keesaan Allah (La ilaha illa’llah)
maka hal itu akan mampu mengangkat seluruh dosa anak cucu Adam serta
menghancurkan dosa-dosa itu. Maka dari sini kalian bisa memahami kekuatan dan
maqam Nabi dalam Hadirat Ilahi.

Tidak ada Nabi-nabi yang perlu mengorbankan diri sendiri seperti cara umat
Kristen mengklaim bahwa Yesus Kristus telah mengorbankan dirinya sebagai domba
korban bagi Allah swt demi umat-umat beliau : ini hal yang memalukan untuk di
bicarakan. Cukup dengan sekali mengucapkan ‘ Laa ilaa ha illallah, tidak
dibutuhkan pengorbanan manusia. Dan jika Allah swt ingin menguji hamba-Nya,
dengan memerintahkan Nabi Ibrahim as untuk mengorbankan anaknya, maka di detik
terakhir, DIA mengganti sembelihannya dengan seekor biri-biri yang diturunkan
dari surga. Jadi bagaimana mungkin DIA akan menjadikan Yesus seekor domba
sebagai persembahan atas dosa-dosa dunia ? sungguh pernyataan yang sangat buruk
dan tak beralasan.

Nabi terakhir Nabi Muhammad saw dan semua Nabi-nabi sebelumnya dianugerahi
kekuatan ilahiah untuk membimbing manusia ke jalan yang lurus – tak perlu
menjadi domba korban bagi umat-umat. Walaupun nilai-nilai ibadah Nabi sangat
tinggi, namun beliau tidak bergantung pada semua itu dan tidak berharap imbalan
dari Allah swt. Tapi beliau melakukannya hanya demi ridha Allah – itulah tujuan
utama beliau.
Setiap orang bisa bertanya seperti ini, “ Apa gunanya segala ibadah dan amalan
kami ? “ Tidak seorangpun dapat beribadah sesuai yang diinginkan Tuhan kita.
Tidak ada yang mampu menyembah Tuhannya sebagaimana DIA pantas disembah –
dibanding segala Keagungan-Nya, segala hal menjadi tidak berarti apapun – namun
karena kita telah diperintahkan, maka kita harus melaksanakannya.

Grandsyaikh Abdullah qs mengutip perkataan Sayyidina Ali ra tentang wanita : “
Tidak ada kebaikan dari mereka, tapi kita tak dapat hidup tanpa mereka.” Istri
Ali ra, yaitu putri Nabi – Fatima ra berkata pada Ali ra,” Kami laksana
mawar-mawar, dari waktu ke waktu kalian harus menciumnya, kalau tidak kalian
sia-sia saja.” Kata Grandsyaikh, ” Sama ! tidak ada yang berfaedah dari
ibadah-ibadah kita , sia-sia, sebagai hormat kita pada Sang Pencipta – mustahil
memberi penghormatan yang sebenar-benarnya, namun karena kita telah
diperintahkan, maka kita harus melaksanakannya, sia-sia atau tidak, kita tidak
bergantung dari hal tersebut.”

Inilah sebuah kenyataan yang mesti kita waspadai, ketika kalian memahami maka
akan mencegah kalian untuk menjadi sombong akan ibadah-ibadah yang kalian
kerjakan. Siapa yang menjadi sombong karena ibadah-ibadahnya, maka dia akan
jatuh seperti setan. Hal paling sesat adalah ketika seorang hamba mengatakan :
“Oh, betapa baiknya aku ini, menjadi hamba yang taat pada Tuhanku.” Lalu ketika
melihat yang lain, mereka katakan : Lihat mereka, mereka tidak beribadah, sedang
kita melakukannya.”

Kita telah diperintahkan untuk membangun tangga menuju bulan, dan mereka yang
membangun gedung-gedung pencakar langit berkata dengan sombong pada mereka yang
dibawah, “ Hai kalian para pemalas, kami telah mencapai angkasa sedang kalian
masih seperti semut-semut malang di bawah sana.” Mereka bisa saja berkata
demikian, tapi betapapun tinggi gedung mereka, bahkan jika mereka menata batu di
atas batu lain sampai kapanpun, mereka tidak akan mencapai bulan dengan cara
seperti itu – mustahil !

Yang terpenting adalah mendengar perintah Allah dan mematuhinya sebaik kita
mampu, dan meskipun kita tidak akan sampai ke bulan, mungkin itu lebih baik
daripada yang tidak berusaha sama sekali. Karena kita mengemban perintah itu,
kita harus melaksanakannya sebagai rasa hormat pada Tuhan. Di setiap agama,
setiap Nabi datang untuk mengajari hal ini.


Wa min Allah at tawfiq

Wassalam, arief hamdani
www.mevlanasufi.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar