Jumat, 25 Desember 2009

Hikayat “Orang Gila” 1



Syaikh Hisham Kabbani

Philadelphia, 14 Mei 1994

Suatu hari seorang laki-laki murid grandsyaikh Sharafuddin tidak bisa menemukan syaikhnya, lalu dia menuju sebuah masjid, dimana ada seorang ulama disana. Dia mengatakan pada ulama itu : “Syaikh, buatkan saya sebuah jimat / tawiz agar dapat melindungi saya.”

Di Arab, kita menyebutnya : ruqya, dan di negara-negara timur jauh mereka menyebutnya ta’wiz atau azimat, sedang orang Amerika menyebutnya du’a. Ulama masa kini tidak percaya jimat, kata mereka ‘Tidak ! Haram ! Bid’a ! Shirk! ’ Karena tidak paham akan rahasia-rahasia huruf Qur’an, maka ulama itu tidak mau membuatkannya.



Murid itu lalu berkata : “Anda harus membuatnya ! saya akan pergi ke medan perang, saya butuh itu untuk perlindungan diri !”

Ulama itu menjawab :

“ Perlindungan bagaimana ? tidak ada perlindungan di benda itu.”

“Apa ?! Tidakkah anda percaya pada Qur’an ? Bagaimana mungkin tidak ada perlindungan bagi Al Qur’an ? Anda harus percaya ! Sekarang, buatkan saya jimat , kalau tidak, saya akan bunuh anda!”

Ulama itupun berkata dalam hati : ‘Orang ini gila. Jika aku tidak membuatnya, maka aku akan dibunuhnya.’ Maka diambilnya pena dan kertas, lalu ditulisnya 3 surat dalam Qur’an yaitu : al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Nas.



Kini ‘orang gila’ itupun puas : “ Sekarang, aku bisa pergi berperang dan kembali dengan selamat.” Itulah keyakinannya, dia mempercayai tawiz itu 100%. Sesuai apa yang dikatakan Nabi, Allah swt berfirman : “Innama-l-a’malu bi-n-niyyat.” Setiap perbuatan tergantung pada niat / keimanan kalian. Jika niat dan iman kalian benar, Allah swt akan melindungi. Murid itu percaya bahwa dia lebih terlindungi dengan memakai jimat / tawiz itu daripada berada di dalam sebuah tank. Sang ulama juga puas karena dia selamat dan tidak akan lagi berurusan dengan si ‘murid gila’.



Tetapi murid itu berkata : “ Sekarang, saya akan membuktikan pada anda bahwa Alhamdulillah, apa yang telah anda berikan barusan merupakan ‘pelindung’ yang luar biasa. Ambil senjata ini dan tembaklah saya.”

Sang ulama-pun membatin : ‘Majnun ( kegilaan ) macam apakah ini ? sekarang dia ingin aku menembaknya ? Jika aku yang menembak dia, maka dia pasti mati, dan saya menjadi pembunuh.”



Seperti itulah seorang ulama, dan mereka tidak percaya akan Qur’an. Dan yang satunya adalah orang awam, namun keyakinannya 100%. Tidak semua yang sedang duduk disini punya keyakinan seperti tentara itu. Jika kalian membawa seluruh bagian dari kitab suci Qur’an, kalian masih tidak akan percaya bahwa diri kalian telah terlindungi. Siapa yang percaya peluru-peluru itu tidak akan menembus dadanya ?

Murid itupun terus memaksa,” Tembaklah saya !”

Kata sang ulama,” Jangan begitu…”

“Tembak saya !”

“Tapi ini didalam masjid.”

“Dan ini adalah Qur’an, jika Allah tidak melindungi Qur’an-Nya, dan tidak ada rahasia didalam Kalimat-kalimat-Nya, mengapa harus kupertahankan dalam hidupku ? tidak ada gunanya. Ayo tembak saya di dalam masjid ini, atau saya yang akan menembak anda.”



Ulama itu akhirnya mengambil senjata dan menembak sang murid. Begitu dia melepaskan tembakan, peluru itu mengenai kertas dimana ulama telah menuliskan ayat-ayat-Nya. Peluru itu seperti mengenai baja lalu terjatuh ke tanah.

“Alhamdulillah, itulah Qur’an yang baik. Sekarang berikan senjata itu dan saya akan menembak anda. Kenakan Tawiz itu. Saya akan mengajari anda bagaimana mempercayai Qur’an.” Ketika senjata itu ditembakkan, pelurupun memberi sedikit luka pada ulama itu. Hal itu memberikan bukti, perbedaan hasil pada siapa yang meyakini dan siapa yang tidak meyakininya.



Ketika kalian yakin, Tuhan akan mengirim segala macam perlindungan. Namun bila kalian tidak yakin, maka kalian juga akan menerima kurangnya perlindungan.

Apa yang harus kalian yakini mengenai syaikh adalah : bahwa beliau akan membimbing kalian menuju gerbang Nabi saw, dan Nabi akan menuntun kalian menuju Gerbang Ilahi. Jadi mengapa harus menundanya ? serahkan diri dan kehendak kalian pada beliau. Tapi bukan itu yang terjadi, kalian bilang,” Kami mencintai syaikh, kami hidup, duduk, makan dan tidur bersama beliau.” Mungkin ada kepatuhan pada tindakan kalian, tapi tidak didalam hati kalian. Jika ada sesuatu yang kalian anggap tidak cocok, kalianpun bilang ’tidak’. Berapa banyak para syaikh menghadapi opini pengingkaran dari murid-muridnya, tidak ada yang namanya kepatuhan. Dan sampai sekarang Mawlana Syaikh Nazim masih mendengar opini-opini yang bernada tidak setuju itu.



Wa min Allah at-tawfiq bi hurmat al fatiha.

1 komentar: