Jumat, 25 Desember 2009

Keakraban



Mawlana Syaikh Nazim

Ocean of Unity




Seorang manusia cenderung untuk membuat konflik. Ia ingin menjadi seseorang yang unik, lain daripada yang lain, namun dia juga ‘hewan’ yang bersosial. Keunikan adalah salah satu Sifat Tuhan yang dianugerahkan pada kita, dimana secara fisik dan kepribadian berbeda satu sama lain. Sesungguhnya, ada sebuah Nama Ilahiah yang Allah anugerahkan disetiap manusia, sebuah Nama Ilahiah sebagai pembeda antara satu dengan lainnya. Karena inilah kita punya kecenderungan melihat diri sendiri sebagai pribadi yang unik, hal ini memang benar ; namun menjadi salah bila menganggap diri sendiri “lebih” dari yang lain. Ketika menyatukan diri dengan yang lain, maka akan tercipta potensi kesempurnaan. Karena nama-nama unik kita juga berasal dari manifestasi gabungan dari keseluruhan Sifat-Sifat Ilahi. Cara untuk menyempurnakan potensi agung ini adalah melalui keakraban dengan yang lain. Siapapun yang mampu menyentuh hati-hati manusia, dia akan menemukan Hadirat Ilahiah Tuhan-nya. Itulah alasan mengapa Nabi suci kita merangkul orang-orang dalam pertemuan yang tidak resmi (penuh keakraban). Jangan dikira ini sebuah pekerjaan mudah ! Kekuatan menarik masyarakat luas adalah sebuah anugerah Surga.

Nabi-Nabi dan para pewarisnya di anugerahi kemampuan menyentuh hati manusia secara langsung. Mereka bukanlah orang-orang yang hatinya terbuat dari batu, namun hatinya terbuka dan tersentuh oleh pesan-pesan Surga. Biasanya orang-orang yang rendah hati mudah terbuka dalam merespon pesan-pesan Nabi saw. Mereka mendekati hal-hal alamiah dan mampu membedakan sesuatu yang berasal dari kepalsuan. Secara umum, para wanita juga lebih terbuka akan pesan-pesan para Nabi dibanding laki-laki. Hati wanita lebih mudah terbuka sedang hati para lelaki sering terkunci rapat.

Tanda aliran spiritualitas yang benar adalah bahwa hati mereka menjadi terpengaruh dan melembut, sehingga keakraban dan kasih sayang tumbuh diantara penerima pesan-pesan itu. Seperti itulah langkah awal dari keimanan. Kalian bukan seorang yang benar-benar beriman sampai kalian menginginkan orang lain mendapatkan kebaikan seperti yang juga kalian inginkan. Kalian harus bisa memasukkan diri sendiri dalam posisi mereka, bahkan bila orang itu sedang berkonflik dengan kalian.

Sampai kalian merasakan kasih sayang dan keakraban pada sesama para pencari, maka mustahil bersimpati pada mereka yang sedang memusuhi kalian. Bagaimana cara membuka hati kalian pada sesama manusia ? Selaraskan hati kalian dengan hati dari salah satu Awliya Allah. Karena di dalam hati mereka ada Daya Tarik Ilahiah, dan itulah kekuatan yang mampu menjadikan mereka sebagai medium untuk mempersatukan hati orang-orang. Jika tidak ada hubungan dengan Sumber segala cinta, yaitu Sang Pencipta seluruh mahluk – maka tidak akan ada keakraban berkembang diantara mereka. Yang ada hanya keakraban pada permukaannya saja dan akan begitu mudahnya di lecehkan oleh orang lain ketika niat pribadi tercampur didalamnya.

Jika seorang manusia belum menjalani pelatihan di tangan seorang pewaris Nabi, tidak akan mungkin baginya menghadapi orang-orang yang akan cenderung membebaninya dengan berbagai masalah. Dia akan seperti sebuah semak berduri, tidak bisa disentuh, tidak bisa didekati, selalu siap mencakar siapapun yang mendekat, teman atau lawan. Biasanya, orang-orang seperti itu tidak mampu menerima bahwa mereka sebenarnya ‘berduri’. Ini tidak mengejutkan, sebuah mekanisme biasa bagi jiwa manusia untuk menolak orang lain yang punya karakteristik buruk yang tidak disukainya. Kita semua adalah cermin-cermin, kita tidak menyadari bahwa keburukan kita sendirilah yang membuat kita jijik saat kita melihatnya ada pada pribadi orang lain.

Tuhan bersimpati atas ciptaan-ciptaan-Nya, dan siapapun yang telah menerima percikan sifat itu akan merasakan hatinya cenderung bersimpati pada orang lain. Keakraban adalah aliran dari hati ke hati, jangan pedulikan kata-kataku, terimalah aliran dariku saja. Keakraban dengan sesama pencari hanyalah tahap pertama dari manifestasi Keakraban Ilahiah. Karena jiwa-jiwa penyayang juga tumbuh, bahkan dari binatang-binatang buas.

Suatu ketika aku sedang bersama Grandsyaikh di suatu desa. Begitu memasuki rumah yang baru pertama kali kami kunjungi, seekor anjing penjaga yang galak bergegas menghampiri kami dengan ekor melingkari kakinya seperti seekor kalajengking. Aku mengira kami akan digigit dan dikoyak olehnya. Itu karena anjing itu belum melihat kami dengan jelas. Ketika anjing itu mulai mendekat, segala sifat kebinatangannya hilang. Anjing itu mengibas-ngibaskan ekornya. Grandsyaikh mengelus kepalanya. Anjing penjaga galak itu berubah menjadi anjing lucu yang melompat-lompat kegirangan. Kemudian Grandsyaikh mengatakan padaku “ Anjing itu mengenalku. Aku tidak asing bagi siapapun.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar