Senin, 21 Desember 2009

Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam, Bukan Manusia biasa seperti kita



Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam, Bukan Manusia biasa seperti kita
Suhbat Mawlana Shaykh Muhammad Hisham Kabbani
Rue Boyer 20 Paris, France, Minggu, 19 Maret 2006
Diambil dari www.mevlanasufi.blogspot.com
Dari Mercy Oceans: Secrets of the Hearts

( Dalam Rangka Peringatan Mawlid Nabi Muhammad sallaLlahu 'alayhi wa aalihi
wasallam )


Allah telah menciptakan kalian. Kita harus bergembira. Tak perlu bersedih.
Jika Dia tidak menciptakan diri kalian, maka kalian pun tak akan pernah ada.
Berusahalah untuk selalu bergembira dan puas terhadap kondisi yang telah
digariskan Allah kepadamu. Jangan pernah berkeberatan pada Allah, atas apapun
yang kalian jumpai dalam hidup ini. Jika kalian melihatnya dengan perspektif
yang baik, kalian akan merasakan kebaikannya. Sebaliknya, jika kalian melihatnya
dengan perspektif yang buruk, kalian juga akan mendapatkan keburukan dalam
dirimu.

Hari ini adalah hari kedua di bulan Rajab. Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa
aalihi wasallam- bersabda, “Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban bulanku dan
Ramadhan adalah bulan ummatku.” Beliau mengatakan, “Sya’ban adalah bulanku,”
berarti Allah telah memberinya, salahiyya, kendali terhadap seluruh ummat
manusia di bulan itu. Tidak ada malaikat yang dapat menulis sesuatu tentang
kalian, tanpa bertanya kepada Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi
wasallam-. Sebagaimana Allah mencintai ummat manusia dan menciptakan mereka
dengan sempurna, begitu juga Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam-
diciptakan oleh Allah dan diberikan kekuasaan itu terhadap seluruh ummat
manusia ini untuk menjaga mereka agar tetap murni dan bersih. Oleh sebab itu,
Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- memerintahkan seluruh Wali di
seluruh dunia selama 24 jam untuk membantu menolongnya dalam membersihkan dan
menyeimbangkan kebaikan dan keburukan dalam diri setiap orang.

Rahasia Sufi bukanlah suatu rahasia. Mereka hanya tampak rahasia bagi orang yang
belum pernah mendengar sebelumnya. Kepada yang lainnya mereka sangat familiar
sebab mereka selalu bersama Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam-,
dan selalu mendapatkan pengetahuan tingkat tinggi dari hatinya.

Allah telah memberi Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- untuk
setiap huruf dalam al-Qur’an, 12.000 Samudra Pengetahuan. Jangan berpikir bahwa,
“alif” yang merupakan salah satu huruf dalam al-Qur’an hanya berfungsi sebagai
suatu huruf tunggal. Jika diulang maka itu akan dianggap sebagai suatu huruf
baru. Karena itu, untuk setiap munculnya satu huruf alfabet dalam al-Qur’an
terdapat 12.000 Samudra Pengetahuan bersamanya. Semua yang telah ditunjukkan
oleh Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- kepada kita, yaitu
berupa pengetahuan untuk mengikuti perintah Allah, adalah bagaikan tetesan
dalam samudra. Allah Ta’ala menjaga apa yang tertinggal agar nanti hati manusia
dapat menemukannya, yang dengan tubuh fisik ini kita tidak dapat mengetahuinya.
Itulah sebabnya mengapa Sayyidina Abu Hurairah tidak dapat menerangkan semua
yang diberikan oleh Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- ke dalam
hatinya. Mengapa mereka akan memotong lehernya? [1] Karena
mereka cemburu.

Cendikiawan Muslim, Kristen, Yahudi—cemburu terhadap satu sama lainnya akan
Surga. Mereka tidak ingin seluruh ummat manusia memasukinya, hanya orang-orang
dari golongan mereka saja yang berhak memasukinya . Allah berkata, tidak ada
diskriminasi, seluruh ummat manusia adalah hamba-Nya dan dengan demikian sama
derajatnya—Muslim, Hindu, Yahudi, Kristen dan semua orang. Kita sebagai pengikut
Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- setuju dengan sabdanya, bahwa
seluruh ummat manusia adalah sama. Untuk mengilustrasikannnya, berikut ini ada
sebuah kisah yang berasal dari Grandsyaikh Mawlana Syaikh ‘Abdullah Fa’iz
ad-Daghestani dan Mawlana Syaikh Nazhim al-Haqqani. Cerita ini termasuk salah
satu rahasia yang tersembunyi, yang akan dibuka pada saat datangnya Imam Mahdi
dan Sayyidina ‘Isa, Insya Allah.

Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- memerintahkan Sayyidina
‘Umar dan Sayyidina ‘Ali, bahwa setelah beliau wafat, sebelum pemakaman dan
setelah dishalatkan, jubah beliau harus segera diserahkan kepada Sayyidina
Uwais al-Qarani sebab beliau harus memegang dan menjaga jubah tersebut.
Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- juga berkata kepada mereka
untuk menyerahkan diri mereka sebagai amanat darinya. Mereka berdua keheranan,
bagaimana mereka sebagai sahabat terbaik Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa
aalihi wasallam- menyerahkan diri mereka kepada Uwais, dan siapa pula Uwais yang
tidak pernah bertemu Rasulullah ? Mengapa dia tidak pernah muncul? Karena ibunya
berkata kepadanya, “Jangan tinggalkan aku sendiri, jangan pergi.” Jadi beliau
pun tidak pergi.

Saat Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- meninggal dunia, beliau
sangat banyak mengeluarkan keringat. Jika kalian melihat orang meninggal dunia
kalian akan menyaksikan orang itu mengeluarkan banyak keringat, banyak sekali
air yang keluar dari tubuhnya. Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi
wasallam- adalah yang paling banyak mengeluarkan keringat dibandingkan seluruh
orang di dunia ini. Siapa saja dapat dengan mudah memeras keringat dari jubah
beliau, karena jubah itu benar-benar dibasahi air. Kemudian Sayyidina ‘Umar dan
Sayyidina ‘Ali melepaskan jubah Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi
wasallam- dan pergi ke kampung Uwais, ke tempat yang telah disebutkan oleh
Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam-. Di sana mereka bertanya di
mana Uwais al-Qarani , tetapi tidak ada seorang pun yang tahu di mana Uwais
al-Qarani berada. Sayyidina ‘Umar mulai jengkel—bagaimana Rasulullah
-sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- memerintahkan mereka untuk menemukan
seseorang yang tidak mungkin ditemukan? Sayyidina ‘Ali berkata, “Wahai ‘Umar,
jangan ada keraguan di hatimu, tetapi tunggu dan bersabarlah. Mari kita lihat
masalahnya dengan cermat. Jika Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi
wasallam- berkata bahwa sesuatu itu ada, pastilah dia ada dan kita akan
menemukan Uwais, insya Allah.”

Setelah mereka bertanya lebih banyak lagi, mereka akhirnya menemukan Sayyidina
Uwais al-Qarani sedang duduk di batu dengan tongkat di tangannya. Rupanya Uwais
adalah seorang pengembala ternak. Ibunya berada di sampingnya. Sayyidina Umar
bertanya, “Siapa namamu?” Dia menjawab, “’Abdullah (hamba Allah )” “Siapa nama
keluargamu?” “’Abdullah”—“Aku juga ‘Abdullah” kata Sayyidina ‘Umar yang mulai
bingung. “Siapa nama aslimu?” “’Abdullah adalah nama asliku.” Lalu Sayyidina
‘Umar menoleh pada Sayyidina ‘Ali dan berkata, “Kita tidak menemukan orang
yang cocok. Namanya ‘Abdullah, bagaimana Rasulullah berkata kepada kita bahwa
kita dapat menemukan Uwais al-Qarani?” Sayyidina ‘Ali berkata kepada orang itu,
“Wahai ‘Abdullah, Aku menerima kenyataan bahwa namamu adalah ‘Abdullah, tetapi
bagaimana orang biasa memanggilmu?” Dia menjawab, “Uwais al-Qarani.”

Nama asli setiap orang adalah ‘Abdullah, hamba Allah . Kemana pun kalian pergi,
setiap orang memiliki 7 nama dalam pelat yang terpelihara [Lauh al-Mahfuzh],
salah satunya adalah nama yang telah dijamin bagi semua orang itu. Ini adalah
nikmat Allah yaitu bahwa mereka semua adalah hamba Allah.

Sayyidina ‘Umar bergembira. Beberapa saat kemudian Sayyidina Uwais berkata,
“Berikan amanat yang diberikan oleh Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi
wasallam- kepadaku.” Bagaimana beliau mengetahui bahwa Rasulullah -sallAllahu
‘alayhi wa aalihi wasallam- mengirim jubahnya untuknya, padahal beliau tidak
pernah bertemu dengannya? Beliau mengambil jubah itu dan dan meletakkan di atas
kepalanya. Beliau lalu melihat Sayyidina ‘Umar dan bertanya, “Apakah kalian tahu
apa yang ada di jubah ini?” Sayyidina ‘Umar menjawab, “Tidak ada apa-apa.”
Sayyidina Uwais al-Qarani menjawab, “Jubah ini berisi rahasia seluruh ummat
manusia, dan Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- memberikan
tanggung jawab itu di pundakku”

Allah telah menciptakan dunia ini dan tidak akan meninggalkannya. Dia
mengirimkan Rasul dan Wali ke dunia ini untuk menjaga agar manusia tetap bersih
dari dosa dan kesalahan. Allah tidak menciptakan kita untuk dibuang ke Neraka.
Dia menciptakan kita untuk ditempatkan di Surga. Dia menciptakan kita karena Dia
mencintai kita. Jangan berpikir bahwa Dia ingin menghukum manusia. Dia
menciptakan kita dengan cinta dan kasih sayang yang lengkap. Bagaimana seorang
ibu mencintai anaknya? Ini adalah sebuah tetesan dalam Samudra Cinta Allah. Dia
akan membersihkan setiap orang dan menghukumnya sebelum dia meninggalkan dunia
ini. Hal ini berjalan dengan mekanisme yang tidak kita ketahui.

Sayyidina ‘Umar bertanya, “Bagaimana rahmat bagi seluruh ummat manusia berada di
jubah ini?” Sayyidina Uwais menjawab, “Wahai ‘Umar pernahkah kalian melihat
Rasulullah?” Dia menjawab, “Pertanyaan bodoh macam apa ini? Aku selalu
bersamanya setiap hari.” “Lukiskan beliau kepadaku!”, kata Sayyidina Uwais. Lalu
Sayyidina ‘Umar pun mulai menyebutkan ciri-ciri Rasulullah, mulai dari raut
mukanya, warna matanya, dan seterusnya. “Semua orang juga mengenal beliau
seperti itu. Kalian tidak melihat Rasulullah yang sesungguhnya. Bagaimana
denganmu ‘Ali? Pernahkah engkau melihat Rasulullah?” tanya Sayyidina Uwais. “Aku
melihatnya sekali. Beliau memanggilku dan berkata, ‘Wahai ‘Ali lihatlah diriku
mulai dari perut ke atas,’ aku pun melihatnya dan menemukan bahwa segalanya
sampai ke lehernya berada di bawah singgasana Allah , tetapi aku tidak dapat
melihat lehernya. Dan beliau menyuruhku untuk melihat dari perut ke bawah, aku
melihat dan menemukan bahwa lututnya mencapai bumi ketujuh, tetapi
Aku tidak dapat melihat kakinya. Lalu beliau menyuruhku untuk melihat
seluruhnya, dan Aku melihat segalanya lenyap kecuali Rasulullah -sallAllahu
‘alayhi wa aalihi wasallam- sendiri. Beliau -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi
wasallam- adalah segalanya.”

Ini berarti jika Sayyidina ‘Ali dapat melihat di mana leher Rasulullah
-sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam-, dia akan seperti Rasulullah
-sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam-. Tidak ada yang bisa menyamainya, karena
itu adalah batas baginya. Sayyidina ‘Ali juga tidak bisa melihat lututnya, dan
itu telah mencapai bumi ketujuh. Tidak ada yang tahu apa dan di mana bumi
ketujuh itu. Ini adalah suatu rahasia. “Beliau adalah segalanya,” merujuk pada
apa yang kita bicarakan [pada pertemuan] sebelumnya, dengan 3 macam cahaya,
sehubungan dengan penciptaan diri kita oleh Allah Ta’ala yaitu: Cahaya Ilahi,
Cahaya Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam-, dan Cahaya Adam , dan
berimplikasi dengan ayat al-Qur’an yang menyebutkan penghormatan Allah terhadap
ummat manusia, (QS. al-Isra’ 17:70) [2]. Bagaimana Allah memuliakan ummat
manusia adalah suatu rahasia, tetapi dari rahasia itu kita dapat mengerti bahwa
Allah telah memuliakan kita dengan menciptakan kita dari ketiga cahaya
tersebut.

Sayyidina Uwais berkata kepada Sayyidina ‘Ali, “Wahai ‘Ali, engkau melihat
Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- sekali.” Sayyidina ‘Ali
membalas, “Pernahkah engkau melihat beliau?” “Secara fisik belum pernah, tetapi
secara spiritual aku selalu bersamanya selama 24 jam,” jawabnya. Sayyidina
‘Umar bertanya, “Lalu apa yang ada dalam jubah itu?” Sayyidina ‘Uwais berkata,
“Dengarkan baik-baik! Jika aku harus duduk dengan kalian dan ummat kalian,
mereka akan memotong leherku. Itulah sebabnya Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa
aalihi wasallam- memerintahkan aku untuk menjauhi kalian dan bersembunyi. Jika
aku bersama kalian dan aku menceritakan semua rahasia ini, tak seorang pun akan
menerima dan memahaminya. Tetapi suatu waktu nanti, pada saat akhir zaman
seluruh rahasia ini akan dibuka, yaitu pada saat kedatangan Imam Mahdi dan
Sayyidina ‘Isa.”

Masa tersebut adalah sekarang, sebab seluruh tanda dan indikasi yang disebutkan
oleh Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- telah ada. Seluruh Wali
juga menyatakan hal yang sama, bahwa di abad ini Imam Mahdi akan datang, begitu
pula dengan Sayyidina ‘Isa . Kita semua berada di akhir dunia ini. Tidak banyak
waktu tersisa. Setiap orang akan lebih suka hidup dengan cara yang mereka suka,
tetapi pada kenyataannya mereka akan menjalani hidup yang telah ditentukan oleh
Allah.

Sayyidina Uwais berkata kepada Sayyidina ‘Umar, “Wahai ‘Umar, sebelum
Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- lahir, beliau sudah menyebut
‘Ummatku, ummatku’ [“Ummatii, Ummatii”] dalam rahim ibunya; demikian pula ketika
beliau -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- lahir, beliau -sallAllahu ‘alayhi
wa aalihi wasallam- pun menyebut, ‘Ummatku, ummatku’ dan demikian pula ketika
beliau -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- meninggal.” Rasulullah
-sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- memohon kepada Allah, “Aku ingin menjadi
perantara bagi ummatku, aku ingin menolong ummat manusia, aku ingin menjaga
cahaya yang Engkau berikan kepada ummat manusia tetap bersih dan murni. Aku
membutuhkan kendali dan kekuatan itu, Ya Allah!” Ketika beliau wafat, Rasulullah
-sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- menolak untuk wafat kecuali dengan satu
syarat, yaitu beliau -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- harus bisa membawa
seluruh dosa dan beban seluruh ummat manusia tanpa kecuali.
Dengan syarat tersebut beliau memohon kepada Allah, “Aku akan datang ke
Hadirat-Mu, kalau tidak aku akan tetap tinggal di sini.” Allah menjawab,
“Terserah padamu!”

Kemudian Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- memanggil seluruh
makhluk hidup, setiap orang dengan namanya masing-masing, baik yang masih hidup
atau sudah meninggal atau bahkan yang belum lahir sampai Hari Pembalasan. Beliau
memanggil setiap ruh secara perorangan. Mereka datang ke hadiratnya dan menerima
beliau sebagai rasul dan mengucapkan syahadat di hadapannya, lalu bertaubat atas
dosa-dosanya dan menyesali kesalahan mereka. Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa
aalihi wasallam- tidak membiarkan seorang pun pergi tanpa mendapat pengampunan
dari Allah. Dengan pengampunan dari Allah tersebut, beliau berkeringat dan
setiap tetes keringatnya melambangkan satu ruh manusia.

“Jubah itu berisi tetesan keringat, atau simbol, atau ruh dari ummat manusia
yang menjadi beban di pundak Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam-.
Beliau -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- menyerahkannya kepadaku sebagai
amanat untuk dijaga sampai waktunya nanti, di mana beliau akan ditanya tentang
mereka.“ Jubah ini akan diteruskan lewat Mata Rantai Emas dari satu Wali ke Wali
berikutnya sampai masa kita, dan selanjutnya akan diserahkan kepada Imam Mahdi
ketika beliau muncul dan kemudian diserahkan kepada Sayyidina ‘Isa pada saat
kemunculannya.

Sayyidina ‘Umar menangis dan berkata, “Orang bodoh macam apa aku ini yang tidak
mengetahui segala macam rahasia ketika beliau masih hidup? Apakah aku
mempelajari sesuatu sekarang, setelah beliau wafat? Mengapa, wahai ‘Ali ,
mengapa engkau tidak mengatakan kepadaku bahwa engkau melihat beliau dengan cara
seperti itu? Aku akan mendatanginya dan menanyakan kepadanya ibadah seperti apa
yang harus kulakukan agar aku bisa melihatnya seperti yang engkau lakukan.”
Setelah kejadian itu Sayyidina ‘Umar menangis terus selama hidupnya.

Bulan Rajab ini tidak akan berakhir sampai setiap orang di dunia ini dibersihkan
dari dosa-dosanya dan cahaya ditempatkan dalam hatinya. Kekuatan yang diberikan
Allah kepada Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam- untuk
membersihkan hati ummat manusia juga diberikan kepada para Awliya. Wali-Wali
tersebut adalah pembantu bagi Rasulullah -sallAllahu ‘alayhi wa aalihi wasallam-
di bulan ini. Itulah sebabnya mereka sibuk di bulan Rajab. Mereka tidak
berbicara kepada orang-orang. Mereka menutup pintu mereka dan hanya duduk di
ruangannya, tidak keluar, terus-menerus memohon ampun kepada Allah atas segala
kesalahan ummat manusia.

Catatan Kaki:

[1] Merujuk pada suatu perkataan Sayyidina Abu Hurairah r.a. di Sahih Bukhari
[lihat Fathul Bari’], “Hafizhtu ‘an Rasulillah sallAllahu ‘alayhi wasallam
wi’aa-aini. Fa-ammaa ahaduhumaa fa batstsatstuhu wa ammal aakhar, law
batstsatstuhu la-quthi’a haadzal bul’uum”, ‘Telah kuhafal dari Rasulullah
sallAllahu ‘alayhi wasallam dua kantung ilmu. Yang satu telah
kusebarkan/kusampaikan (pada manusia), ada pun yang lain bila kusampaikan tentu
telah terpenggal leherku ini”.
[2] [QS. Al-Isra’ 17:70] “Wa laqad karramna Bani Adam, wa hamalnahum fil barri
wal bahr, wa razaqnahum mina t-tayyibaati, wa fadhdhalnaahum ‘ala katsiirin
mimman khalaqnaa tafdhiilaan” “Dan sungguh telah Kami muliakan manusia (Anak
Adam), dan Kami perjalankan mereka di Daratan dan Lautan, dan Kami beri mereka
rizqi dari hal-hal yang baik, serta Kami lebihkan diri mereka dari sekalian
ciptaan Kami lainnya”.

Dari Mercy Oceans: Secrets of the Hearts

Wa min Allah at tawfiq

Wassalam, arief hamdani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar