Kamis, 22 April 2010

Mendermakan Harta dan Meringankan Beban Orang Lain



Pengajian Syeikh Abdul Wahab Asy-Sya’rani

Diantara akhlak mereka adalah banyak berderma dan menolong saudara-saudara mereka, baik saat dalam perjalanan maupun keseharian di rumah. Dengan demikian terjadi tolong menolong dalam membela agama yang mana menjadi tujuan mereka.

Dalam hadits dikatakan: "Apabila para hartawan kalian adalah orang-orang dermawan, para pemimpin kalian adalah orang-orang pilihan dan urusan kalian diselesaikan dengan musyawarah maka permukaan bumi lebih baik bagi kalian dari pada isi kandungan di dalamnya. Akan tetapi jika para pemimpin kalian adalah orang-orang jahat, para hartawan kalian adalah orang-orang kikir dan urusan kalian ada di tangan para wanita maka isi dalam bumi lebih baik dari pada permukaannya."

Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki mendatangi Nabi (SAW) lalu meminta sesuatu kepada beliau. Lalu beliau memberi empat puluh ekor domba. Laki-laki itu pun kemudian kembali kepada kaumnya dan berkata: "Wahai kaumku, masuk Islamlah, sesungguhnya Muhammad memberi pemberian dengan pemberian orang yang tidak takut miskin."
Husain bin Ali (ra) pernah menikahi seorang perempuan lalu mengutus bersamanya seratus budak perempuan dan masing-masing diberi uang saku seribu dirham.

Abdullahh bin Umar (ra) meminta syarat kepada orang yang ingin berpergian bersamanya agar Abdullah sendiri yang membayarinya, melayaninya dan menjadi muadzin untuk Shalat selama dalam perjalanan.
Aisyah (ra) pernah berkata: "Surga adalah tempat tinggal orang-orang dermawan dan neraka tempat tinggal orang-orang kikir."
Abdullah bin Abbas (ra) berkata: "Tanda orang mulia adalah ubannya berada di kepala bagian depan dan demikian pula janggutnya. Sedangkan orang hina ubannya berada di belakang kepalanya dan tidak memberi manfaat kepada orang lain dengan sesuatu kecuali karena harapan atau ketakutan."

Ibrahim bin Adham berkata: "Sungguh mengherankan, seorang laki-laki hina, kikir dengan dunia terhadap teman-temannya, tetapi dermawan dengan surga kepada musuh-musuhnya."

Imam Syafi'i (ra) berkata "Di antara tanda orang hina adalah apabila naik ia bersikap kasar terhadap sanak kerabatnya, tidak mengakui kenalan-kenalannya, dan bersikap sombong terhadap orang terhormat dan mulia."
Muhammad bin Sirin berkata: "Kami pernah menjumpai orang-orang yang suka saling memberi uang perak (dirham) di letakkan di nampan seperti buah-buahan."

Yahya bin Muadz berkata "Aku heran kepada orang yang memegang harta benda sementara ia mendengar Firman Allah (SWT): "jika kamu membelanjakan harta kepada Allah (SWT) dalam bentuk pinjaman yang baik, tentu Dia akan melipat gandakan balasan-Nya kepada kamu." (at-Taghabun 17).

(Saya katakan) Bilamana sebab berhentinya hamba membelanjakan harta bendanya dalam kebajikan yang diperintahkan oleh Allah (SWT) adalah karena tidak membenarkan janji-Nya berupa balasan pahala yang berlipat ganda, maka amal perbuatan apa pun tidak berguna baginya sebesar gunung sekali pun. Sebab amal itu tanpa asas.

Maka patut direnungkan seandainya ada seorang manusia duduk dan dihadapannya terdapat suatu kotak besar penuh dengan uang emas, lalu berkata: "Barang siapa menyantuni seorang fakir satu dirham (mata uang perak.) maka aku akan balas memberinya satu dinar (mata uang emas)", tentu orang-orang akan berlomba-lomba memberi orang-orang fakir sedekah karena mengharap jumlah uang yang lebih banyak. Berbeda dengan seandainya ia menjanjikan pemberian dinar setelah satu tahun umpamanya maka yang tertarik barangkali hanya sedikit sekali di antara mereka, karena kurang yakin padanya. Tetapi bilamana keyakinan mereka kuat tentu akan menyambut ajakan itu. Sebab syarat kesempurnaan iman seseorang adalah meyakini apa yang dijanjikan oleh Allah (SWT) berupa hal-hal ghaib seperti halnya yang tampak. Di sinilah manusia ada yang menyambut dan ada yang tidak atas perintah Allah (SWT) sesuai dengan iman mereka. Wallahu a'alam.

Abdullah bin Mas'ud (ra) pernah ditanya tentang orang berakal itu siapa? Ia menjawab: "Orang yang menyimpan hartanya di suatu tempat dimana hartanya itu tidak dimakan ulat dan tidak dicuri maling, yakni di langit."
Kisra pernah berkata: "Kamu tidak memiliki hartamu, apabila kamu belanjakan maka, hartamu itu telah kamu miliki."

Suatu kali seseorang masuk kota Basrah lalu bertanya: "Siapa tuan kota ini?" Ia mendapat jawaban: "Hasan Basri". Ia bertanya lagi: "Dengan apa ia menjadi tuan kota ini atas penduduknya?" Orang orang menjawab: "Karena ia tidak membutuhkan pesona dunia yang ada di tangan mereka tetapi mereka membutuhkan ilmu dan agama yang ada, padanya." Orang itu kemudian berkata: "Tidak diragukan ia adalah tuan mereka! "
Allah (SWT) pernah mewahyukan kepada Musa. (as): "Sungguh Aku memberitahukan kepadamu tentang hamba-hamba Ku, perihal empat perkara yang Aku sayangkan, yaitu Aku meminjamkan kepada mereka apa-apa yang Aku berikan kepada mereka lalu mereka kikir, Aku peringatkan kepada mereka tentang iblis tetapi mereka tidak sadar, Aku mengajak mereka ke surga tetapi mereka tidak menyambutnya, dan aku menakuti mereka dengan neraka, tetapi mereka tidak takut dan tidak berusaha melakukan amal-amal ahli surga.."

Seorang perempuan pernah menemui Imam Laits bin Sa'd (ra) dengan membawa bejana kecil meminta kepadanya madu seraya berkata: "Sesungguhnya suamiku sedang sakit." Lalu Imam Laits memerintahkan (keluarganya) untuk mengisi penuh. Ketika dikatakan bahwa perempuan itu hanya meminta sedikit, ia menjawab: "Ia memang meminta sesuai dengan kepantasannya dan kami memberi sesuai dengan kepantasan kami."

Hasan Basri berkata: "Kamu aneh, hai anak Adam, membelanjakan untuk hawa nafsumu dengan boros tanpa pertimbangan. Sementara kamu kikir membelanjakan untuk keridhaan Tuhanmu dengan dirham. Kamu akan menyadari kedudukanmu, hai bodoh, di sisi-Nya kelak."

Ia juga berkata: "Jangan sampai kamu meminta keperluan kepada orang kikir. Sesungguhnya barang siapa meminta kepadanya suatu hajat, tak ubahnya seperti orang ingin menangkap ikan dari daratan dan belantara."
Al-Junaid adalah orang yang sama sekali tidak pemah menolak seseorang yang meminta kepadanya sesuatu, dan mengatakan: "Aku berusaha mengikuti akhlak Rasulullah (SAW)."

(Saya katakan) Salah satu asma Allah adalah al-Mani' (yang Maha tidak Memberi) maka Dia tidak mau memberi orang yang memohon kepada-Nya sesuatu karena hikmah (rahasia yang Dia ketahui dengan ilmu-Nya yang tanpa batas) bukan karena kikir. Sebagaimana dikisahkan dari orang-orang besar bahwa mereka ketika menolak permintaan orang yang meminta adalah karena kearifan akal budinya meniru Allah (SWT).
Muawiyah pemah suatu hari mengirim utusan kepada Aisyah (ra) membawa seratus ribu dirham, lalu ketika itu pula Aisyah membagi-bagikannya hingga tidak tersisa untuknya sedikit pun. Begitu juga dengan Thalhah bin Ubaidillah (ra) pernah membagikan seratus ribu dirham, sementara ia sendiri duduk menjahit ujung selendangnya yang sobek.
Abdullah bin Umar (ra) berkata: "Aku tidak melihat setelah Nabi (SAW) orang yang lebih suka memberi dari pada Muawiyah (ra)".
Ia bertemu dengan Hasan bin Ali (ra) lalu berkata: "Marhaban, wahai anak dari putri Rasulullah (ra)" Kemudian memerintahkan agar memberikan kepadanya tiga ratus ribu dirham. Kemudian bertemu dengan Abdullah bin Zubair (ra), lalu memerintahkan agar memberikan kepadanya seratus ribu dirham.

Hammad bin Salamah setiap hari selama bulan Ramadhan mengundang orang-orang miskin untuk berbuka puasa bersamanya sebanyak lima puluh orang. Bilamana hari raya tiba ia memberi mereka masing-masing satu pakaian dan uang seratus dirham. Ia juga memberi guru ngaji anaknya setiap bulan tiga puluh dinar. Suatu saat kancing bajunya lepas lalu seorang penjahit memperbaikinya dan ia mernberi kepadanya tiga puluh dirham.
Ia pernah berkata: "Seandainya bukan karena adanya orang-orang yang membutuhkan kepadaku sehingga aku dapat memberinya maka aku tidak ingin berdagang apapun." Bilamana melihat seorang perempuan cantik meminta-minta kepada orang maka ia memberinya kepingan dirham, pakaian dan berkata: "Aku lakukan ini agar ada laki-laki yang tertarik menikahinya karena khawatir kecantikannya menimbulkan fitnah."
Abdullah bin Abu Bakrah (ra) memberi infaq kepada para tetangganya sebanyak empat puluh keluarga di sekelilingnya dan memberi makan berbuka puasa kepada orang-orang miskin. Ia mengirim kepada mereka daging pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Ia membebaskan setiap tahunnya seratus budak pada hari raya Idul Fitri.

Abdullah bin Rabi'ah apabila dihijam (pengobatan melalui cuci darah dengan cara menyedotnya) oleh seorang hamba sahaya. Hamba itu kemudian dimerdekakannya atau dibeli dari tuannya lalu dimerdekakan.
Ketika Abdullah bin Luhai'ab dikunjungi oleh Imam Laits dan ia sedang menangis, lalu ditanya: "Apa yang membuatmu menangis wahai Abdullah?" Ia menjawab: "Aku menangis karena mempunyai hutang seribu dinar." Imam Laits kemudian mengutus pembantunya untuk membawa uang agar Abdullah dapat melunasinya."

Suatu ketika Abdullah bin Ja'far (ra) diundang untuk menghadiri walimah (acara pernikahan) akan tetapi tidak dapat hadir karena suatu. halangan. Kemudian ia mengirim lima ratus dinar kepada shahibul walimah dan meminta maaf kepadanya atas ketidakhadirannya.

Seorang laki-laki datang menemui Said bin Ash (ra) meminta sesuatu. Lalu Said memerintahkan pembantunya memberi lima ratus. Akan tetapi pembantunya itu ragu, apakah dirham atau dinar yang dimaksud. Said lalu berkata: "Sebenamya yang aku maksud adalah dirham (uang perak), akan tetapi karena kamu ragu maka gantilah dengan dinar (uang emas)." Laki-laki itu kemudian duduk menangis. Said pun lalu bertanya heran: "Apa yang membuatmu menangis?" Ia menjawab: "Aku menangis karena orang seperti anda akan turun ke dalam bumi dan dimakan tanah!" Said bin Ubaidah (ra) berdoa dan mengucapkan: "Ya Allah, karuniakanlah hamba rizki harta yang dengannya hamba berbuat baik. Sesungguhnya hanya dengan harta hamba dapat berbuat baik! Kemudian mengatakan kata-katanya: "Aku lihat, untuk berbuat baik jiwaku rindu tetapi hartaku tidak memenuhi kerinduan itu karena kekikiranku, jiwaku tak menurutiku untuk berbuat baik, hartaku tak mengantarku. Saudaraku, pahamilah itu. Jangan sampai anda berpenampilan syaikh (kyai) tetapi berakhlak kebalikan mereka dalam kedermawanan, kemuliaan dan suka menolong. Mereka memberi banyak harta namun demikian tidak memandang diri mereka lebih dari pada orang lain. Di antara mereka bahkan ada yang memotong kain selendangnya menjadi dua dan memberikan satu potong untuk saudaranya."
Abdullah bin Umar pernah ditanya: "Apa hak muslim atas muslim lainnya?" Ia menjawab: "Hendaklah ia tidak kenyang dan membiarkan saudaranya lapar, hendaklah ia tidak berpakaian dan membiarkan saudaranya tidak berpakaian, dan hendaklah tidak kikir dengan warna putih (dirham) dan kuning (dinar)."

Abu Darda' (ra) berkata: "Bagaimana seseorang di antara kamu kikir dengan dirham dan dinar terhadap saudaranya padahal apabila meninggal dunia ia menangisinya?"
Dikisahkan bahwa seorang sahabat Nabi (SAW) memberi hadiah kepada saudaranya. Lalu saudaranya itu menghadiahkan kembali kepada saudaranya. Hadiah itu terus dihadiahkan dari satu orang ke orang lain hingga akhirnya sampai kepada pemberi pertama. Padahal masing-masing membutuhkan hadiah itu, tetapi lebih mendahulukan saudara mereka. Bilamana di antara mereka ada yang menikah, sementara ia miskin maka tidak jarang mas kawinnya mereka yang menanggung, disamping biaya hidup satu tahun untuk membesarkan hatinya dan menjadi modal rumah tangga baru, seperti lazimnya orang yang menikah.

Hasan bin Ali sama sekali tidak pernah menolak orang yang meminta. Suatu saat seorang meminta kepadanya. Lalu ia memberi sepuluh ribu dinar. Orang itu lalu berkata: "Aku tidak mempunyai tempat untuk membawanya." Hasan kemudian memberikan surbannya."
Bakar bin Abdullah al-Mazni berkata: "Harta yang paling aku sukai adalah yang telah aku sampaikan kepada saudara-saudaraku dan yang paling aku tidak sukai adalah yang tinggal di belakangku.”

Orang-orang shalih itu bilamana didatangi pengemis tampak gembira diwajah mereka dan menyambutnya hangat seraya berkata: "Selamat datang, hai orang yang ikut memikul beban kami menuju akhirat tanpa upah dan mengurangi sesuatu yang memalingkan kami dari ibadah kepada Tuhan kami." Di antara mereka ada yang memberikan seribu dinar kepada saudaranya seraya mengatakan: "Bagikanlah kepada, orang-orang yang membutuhkan dan janganlah dinisbahkan kepadaku."
Dhihak pernah berkata, menjelaskan firman Allah: "Sesungguhnya kami melihat engkau adalah termasuk orang-orang yang suka berbuat baik." (Yusuf:36)

Bahwa kebaikan Yusuf (as) adalah setiap kali ada yang sakit di penjara (bersama Yusuf) ia mengurusinya dan setiap kali ada yang berada dalam kesempitan ia memberi kelapangan. Bilamana tidak mempunyai sesuatu untuk orang fakir, Yusuf berkeliling untuk memintakan sesuatu yang dibutuhkan orang fakir kepada orang-orang.

Orang-orang shalih bilamana pembantu salah seorang di antara mereka meninggal dunia maka mereka pun mengirim pembantu penggantinya. Bilamana di antara mereka ada yang mempunyai hutang, mereka segera membantu, melunasinya tanpa memberitahu kepadanya.
Rabi' bin Khaitsam, Ibrahim an Nakhi dan Atha' as Sulami hidup dari hubungan dengan para saudara, dan tidak mempunyai ladang pertanian maupun peternakan atau lainnya.

(Saya katakan) Diriwayatkan dari kaum salaf tentang celaan meninggalkan bekerja atau makan dari makanan orang lain berlaku terhadap orang yang mengharap, atau diberi makan karena agama mereka, atau hal sejenisnya.
Dikisahkan bahwa Ibnu Muqanna diberitahukan bahwa tetangganya berniat menjual rumahnya karena dililit hutang. Lalu ia mengirim uang sebesar harga rumah itu dan berkata: "Jangan kamu jual rumahmu sebab, kami lebih banyak mengambil manfaat dari pada kamu dengan rumah itu selama kami duduk berteduh."
Ibrahim At-Taimi seringkali mengumpulkan sekelompok orang miskin dan duduk bersama mereka dalam masjid." Ia berkata kepada mereka: "Beribadahlah, sementara aku senantiasa melayani dan memberi bekal kepada kalian."

Maimun bin Muhran berkata: "Barang siapa mencari kerelaan saudara-saudara, tanpa berbuat kebaikan maka ia telah salah jalan."
Dalam satu riwayat "Maka hubungilah ahli kubur." Amirul Mu'rninin Ali (ra) pemah berkata: "Sebaik-baik orang Muslim adalah yang menolong orang-orang Muslim dan bermanfaat bagi mereka."
Nabi Isa (as) berkata: "Perbanyaklah sesuatu yang tidak dimakan api dan tidak pula tanah." Orang-orang bertanya: "Apa itu?" la menjawab: "Yaitu kebaikan, sebab meskipun kebaikan itu tidak memberi manfaat langsung orang yang mendapat kebaikan itu tidak mendatangkan kecelakaan dalam waktu dekat atau jauh.

Saudaraku, camkan dalam benak Anda, dan ikutilah kata-kata orang-orang terdahulu yang shalih.

---(ooo)---www.sufinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar