Selasa, 22 Desember 2009

PERSEMBAHAN DARI SURGA



Penciptaan Nur Muhammad (s.a.w.)

Maulana Syeikh Hisyam Kabbani Al Rabbani


Suatu hari Sayidina Ali, karam Allahu wajhahu, sepupu dan menantu Nabi Suci s.a.w. bertanya, Wahai Muhammad, kedua orang tuaku akan menjadi jaminanku, mohon katakan padaku apa yang diciptakan Allah Ta’Ala sebelum semua makhluq ciptaan?” Berikut ini adalah jawaban nya yang indah : Sesungguhnya, sebelum Rabb mu menciptakan lainnya, Dia menciptakan dari Nur Nya nur Nabimu, dan Nur itu diistirahatkan haithu masha Allah, dimana Allah menghendakinya untuk istirahat.
Dan pada waktu itu tidak ada hal lainnya yang hadir – tidak lawh al-mahfoudh, tidak Sang Pena, tidak Surga ataupun Neraka, tidak Malaikat Muqarabin (Angelic Host), tidak langit ataupun dunia; tiada matahari, tiada rembulan, tiada bintang, tiada jinn atau manusia atau malaikat– belum ada apa-apa yang diciptakan, kecuali Nur ini. Kemudian Allah – Subhan Allah – dengan iradat Nya menghendaki adanya ciptaan. Dia kemudian membagi Nur ini menjadi empat bagian. Dari bagian pertama Dia menciptakan Pena, dari bagian kedua lawh al-mahfoudh, dari bagian ketiga Arsy.
Kini telah diketahui bahwa ketika Allah menciptakan lawh al-mahfoudh dan Pena, pada Pena itu terdapat seratus simpul, jarak antara kedua simpul adalah sejauh dua tahun perjalanan. Allah kemudian memerintahkan Pena untuk menulis, dan Pena bertanya, “Ya Allah, apa yang harus saya tulis?” Allah berkata, “Tulislah : la ilaha illAllah, Muhammadan Rasulullah.” Atas itu Pena berseru, “Oh, betapa sebuah nama yang indah, agung Muhammad itu bahwa dia disebut bersama Asma Mu yang Suci,Ya Allah, Allah kemudian berkata, “Wahai Pena, jagalah kelakuan mu ! Nama ini adalah nama Kekasih Ku, dari Nurnya Aku menciptakan Arsy dan Pena dan lawh al-mahfoudh; kamu, juga diciptakan dari Nur nya. Jika bukan karena dia, Aku tidak akan menciptakan apapun. Ketika Allah S.W.T. telah mengatakan kalimat tersebut, Pena itu terbelah dua karena takutnya akan Allah, dan tempat dari mana kata-katanya tadi keluar menjadi tertutup/terhalang, sehingga sampai dengan hari ini ujung nya tetap terbelah dua dan tersumbat, sehingga dia tidak menulis, sebagai tanda dari rahasia ilahiah yang agung.

Maka, jangan seorangpun gagal dalam memuliakan dan menghormati Nabi Suci, atau
menjadi lalai dalam mengikuti contoh nya (Nabi) yang cemerlang, atau membangkang/meninggalkan kebiasaan mulia yang diajarkannya kepada kita. Kemudian Allah memerintah kan Pena untuk menulis. “Apa yang harus saya tulis, Ya Allah?” bertanya Pena. Kemudian Rabb al Alamin berkata, “Tulislah semua yang akan terjadi sampai Hari Pengadilan !” Berkata Pena, “Ya Allah, apa yang harus saya mulai?” Barkata Allah, “Kamu harus memulai dengan kata-kata ini : Bismillah al-Rahman-al-Rahim.”
Dengan rasa hormat dan takut yang sempurna, kemudian Pena bersiap untuk menulis kata-kata itu pada Kitab (lawh al-mahfoudh), dan dia menyelesaikan tulisan itu dalam 700 tahun. Ketika Pena telah menulis kata-kata itu, Allah S.W.T. berbicara dan berkata, “Telah memakan 700 tahun untuk kamu menulis tiga Nama Ku; Nama Keagungan Ku, Kasih Sayang Ku dan Empati Ku. Tiga kata-kata yang penuh barakah ini saya buat sebagai sebuah hadiah bagi ummat Kekasih Ku Muhammad. Dengan Keagungan Ku Aku berjanji bahwa bilamana abdi manapun dari ummat ini menyebutkan kata Bismillah dengan niat yang murni, Aku akan menulis 700 tahun pahala yang tak terhitung untuk abdi tadi, dan 700 tahun dosa akan Aku hapuskan.”
Sekarang (selanjutnya), bagaian ke-empat dari Nur itu Aku bagi lagi menjadi empat bagian:


Dari bagian pertama Aku ciptakan Malaikat Penyangga Singgasana (hamalat al-`Arsh); Dari bagian kedua Aku telah ciptakan Kursi, majelis Ilahiah (Langit atas yang menyangga Singgasana Ilahiah, `Arsh); Dari bagian ketiga Aku ciptakan seluruh malaikat(makhluq) langit lainnya; dan bagian ke-empat Aku bagi lagi menjadi empatbagian:
Dari bagian pertama Aku membuat semua langit, dari bagian kedua Aku membuat bumi-bumi , dari bagian ketiga Aku membuat Jinn dan api. Bagian keempat Aku bagi lagi menjadi empat bagian : dari bagian pertama Aku membuat cahaya yang menyoroti muka kaum beriman; dari bagian kedua Aku membuat cahaya di dalam jantung mereka, merendamnya dengan ilmu ilahiah; dari bagian ketiga cahaya bagi lidah mereka yang adalah cahaya Tawhid (Hu Allahu Ahad), dan dari bagian keempat Aku membuat berbagai cahaya dari ruh Muhammad s.a.w.

Ruh yang cantik ini diciptakan 360,000 tahun sebelum penciptaan dunia ini, dan itu dibentuk sangat cantik dan dibuat dari bahan yang tak terbandingkan.
Kepala nya dibuat dari petunjuk, lehernya dibuat dari kerendahan hati, Matanya dari kesederhanaan dan kejujuran, dahinya dari kedekatan (kepada Allah),Mulutnya dari kesabaran, lidahnya dari kesungguhan, Pipinya dari cinta dan ke-hati-hati-an, Perutnya dari tirakat terhadap makanan dan hal-hal keduniaan, Kaki dan lututnya dari mengikuti jalan lurus, dan jantungnya yang mulia dipenuhi dengan rahman.
Ruh yang penuh kemuliaan ini diajari dengan rahmat dan dilengkapi dengan adab semua kekuatan yang indah. Kepadanya diberikan risalahnya dan kualitas kenabiannya dipasang. Kemudian Mahkota Kedekatan Ilahiah dipasangkan pada kepalanya yang penuh barokah, masyhur dan tinggi diatas semua lainnya, didekorasi dengan Ridha Ilahiah dan diberi nama Habibullah (Kekasih Allah) yang murni dan suci.

 

 

 

 

Dari Nur Muhammad saw

Maulana Syeikh Hisyam Kabbani


Dari Nur Muhammad Allah menciptakan sebuah lampu jamrud hijau dari Cahaya, dan dilekatkan pada pohon itu melalui seuntai rantai cahaya. Kemudian Dia menempatkan ruh Muhammad s.a.w. di dalam lampu itu dan memerintahkannya untuk memuja Dia dengan Nama Paling Indah (Asma al-Husna). Itu dilakukannya, dan dia mulai membaca setiap satu dari Nama itu selama 1,000 tahun. Ketika dia sampai kepada Nama ar-Rahman (Maha Kasih), pandangan ar-Rahman jatuh kepadanya dan ruh itu mulai berkeringat karena kerendahan hatinya. Tetesan keringat jatuh dari padanya, sebanyak yang jatuh itu menjadi nabi dan rasul, setiap tetes keringat beraroma mawar berubah menjadi ruh seorang nabi. Mereka semua berkumpul di sekitar lampu di pohon itu, dan Azza wa Jala berkata kepada Nabi Muhammad s.a.w., “Lihatlah ini sejumlah besar nabi yang Aku ciptakan dari tetesan keringatmu yang menyerupai mutiara.”

Mematuhi perintah ini, dia memandangi mereka itu, dan ketika cahaya mata itu menyentuh menyinari objek itu, maka ruh para nabi itu sekonyong konyong tenggelam dalam Nur Muhammad s.a.w., dan mereka berteriak, “Ya Allah, siapa yang
Menyelimuti kami dengan cahaya ?”
Allah menjawab mereka, “Ini adalah Cahaya dari Muhammad Kekasih Ku, dan kalau kamu akan beriman kepadanya dan menegaskan risalah kenabiannya, Aku akan menghadiahkan kepada kamu kehormatan berupa kenabian.” Dengan itu semua ruh para nabi itu menyatakan iman mereka kepada kenabiannya, dan Allah berkata, “Aku menjadi saksi terhadap pengakuanmu ini,” dan mereka semua setuju. Sebagaimana disebutkan di dalam al Quran yang Suci: Dan ketika Allah bersepakat dengan para nabi itu : Bahwa Aku telah memberi kamu Kitab dan Kebijakan; kemudian akan datang kepadamu seorang Rasul yang menegaskan kembali apa-apa yang telah apa padamu–kamu akan beriman kepadanya dan kamu akan membantunya; apa kamu setuju? Dia berkata;

"Dan apakah kamu menerima beban Ku kepadamu dengan syarat seperti itu. Mereka berkata, ‘Benar kami setuju.’ Allah berkata, Bersaksilah demikian, dan Aku akan bersama kamu diantara para saksi.’ (Ali Imran, 3:75-76)

Kemudian ruh yang murni dan suci itu kembali melanjutkan bacaan Asma ul Husna lagi. Ketika dia sampai kepada Nama al-Qahhar, kepalanya mulai berkeringat sekali lagi karena intensitas dari al Qahhar itu, dan dari butiran keringat itu Allah menciptakan ruh para malaikat yang diberkati. Dari keringat pada mukanya, Allah menciptakan Singgasana dan Hadhirat Ilahiah, Kitab Induk dan Pena, matahari, rembulan dan bintang -bintang.

Dari keringat di dadanya Dia menciptakan para ulama, para syuhada dan para mutaqin. Dari keringat pada punggungnya dibuat lah Bayt-al-Ma’mur(rumah surgawi), Kabatullah (Kaba), dan Bayt-al-Muqaddas (Haram Jerusalem) dan Rauda-i-Mutahhara (kuburan Nabi Suci s.a.w.di Madinah), begitu juga semua mesjid di dunia ini. Dari keringat pada alisnya dibuat semua ruh kaum beriman, dan dari keringat punggung bagian bawahnya (the coccyx) dibuatlah semua ruh kaum tak-beriman, pemuja api dan pemuja patung. Dari keringat di kaki nya dibuatlah semua tanah dari timur ke barat, dan semua apa-apa yang berada didalamnya. Dari setiap tetes keringatlah ruh seorang beriman atau tak-beriman dibuatnya. Itulah sebabnya Nabi Suci s.a.w.disebut juga sebagai “Abu Arwah”,Ayah para Ruh.
Semua ruh ini berkumpul mengelilingi ruh Muhammad s.a.w., berputar mengelilinginya dengan pepujian dan pengagungannya selama 1,000 tahun; kemudian Allah memerintahkan para ruh itu untuk memandang ruh Muhammad s.a.w..Para ruh mematuhi.

 

 

 

 

Penciptaan MUHAMMAD Tercinta

 

Setelah itu Allah menciptakan sebuah pohon yang dikenal sebagai Pohon Kepastian. Pohon ini memiliki empat cabang. Dia menempatkan ruh yang diberkahi tadi pada salah satu cabang, dan dia terus menerus memuja Allah untuk 40,000 tahun, mengatakan, Allahu dhul-Jalali wal-Ikram. (Allah, Pemilik Keperkasaan dan Kebaikan).
Setelah dia memuja Nya demikian itu dengan pepujian yang banyak dan beragam, Allah S.W.T. menciptakan sebuah cermin, dan Dia meletakannya demikian hingga menghadapi ruh Habibullah, dan memerintahkan ruh itu untuk memandangi cermin itu. Ruh itu melihat ke dalam cermin dan melihat dirinya terpantul sebagai pemilik bentuk yang paling cantik/ bagus dan sempurna. Dia kemudian membaca lima kali, Shukran lillahi ta’ala (terima kasih kepada Allah, Maha Tinggi Dia), dan tersungkur dalam posisi sujud dihadapan Rabb-nya.

Dia tetap bersujud seperti itu selama 100 tahun, mengatakan Subhanal-aliyyul-azhim, wa la yajhalu. (Maha Suci Rabb ku Maha Tinggi Maha Anggun, Yang Tidak Mengabaikan Apapun); Subhanal-halim alladhi la yu’ajjalu. (Maha Suci Rabb-ku Maha Toleran, Yang Tidak Tergesa-gesa); Subhanal-jawad alladhi la yabkhalu. (Maha Suci Rabb ku Maha Pemurah Yang Tidak Pelit). Karena itulah Penyebab (Adanya) Makhluq mewajibkan ummat Muhammad s.a.w. untuk melakukan sujud (sajda) lima kali dalam sehari– lima shalat dalam jangka waktu siang sampai malam ini adalah sebuah hadiah kehormatan bagi ummat Muhammad SAW.

 

 

 

 

 

 

Samudra-samudra Pengetahuan Nabi

Mawlana Syaikh Nazhim Adil al Qubrusi al Haqqani
Cyprus, April 2, 2003
Subhanaka! Subhanaka! Subhanaka!
Halaman-halaman baru. Halaman-halaman yang tak terbatas. Semua yang dimiliki Allah Yang Maha Agung adalah tak terbatas. Jika kalian mampu untuk menemukan suatu limit atau batas dari bilangan, kalian boleh untuk berbicara sedikit tentang karunia-karunia Allah Ta’ala.
Karena itulah, Allah ‘Azza wa Jalla mengatakan bahwa seandainya samudera dan lautan menjadi tinta, dan pohon-pohon menjadi pena untuk menulis, maka itu semua hanya akan menjadi setitik zarah kecil dari pengetahuan surgawi yang dimiliki Allah Ta’ala. Dan tinta tersebut akan habis, bahkan jika seandainya kalian membawa tujuh samudera bukan hanya satu samudera.
Bahkan seluruh samudera yang menjadi tinta itu akan habis dan kering, sedangkan pengetahuan dan ilmu yang Allah Subhanahu wa Ta’ala terus karuniakan pada Penutup Para Nabi (s), tak akan pernah habis, karena beliaulah satu-satunya yang berbicara mewakili Allah Ta’ala – yang pertama. Allah Ta’ala tak pernah berbicara pada siapa pun yang lain dalam Hadirat Ilahiah-Nya kecuali pada dia yang paling terhormat di antara seluruh ciptaan, Sayyidina Muhammad saw.
Tak seorang pun mampu mendekati Hadirat Ilahi seperti Penutup para Nabi saw. Allah Ta’ala mula-mula menciptakan ruhnya, ruhnya yang berkilau bercahaya, dan ruh tersebut adalah ‘nur’. Dan dari ‘nur’ tersebut, Allah menciptakan! Segala sesuatu diciptakan (oleh-Nya) dari ‘nur’ tersebut. Tak seorang pun atau apa pun mampu me ncapai langsung esensi (Dzat) dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tak ada yang dapat mencapainya tak mungkin.
Hanya melalui Penutup para Nabi ringkasan dan esensi dari seluruh ciptaan adalah bersama beliau. Itu telah dikaruniakan pada beliau, dan karunia tersebut terus berlanjut bagi beliau tanpa berhenti, mengalir tak pernah berhenti atau terputus, tidak!


A'udhu billahi mina-sh-shaitani-r-rajim, bismillahi-r-Rahmani-r-Rahim. La haula wa la quwatta illa billahi-l 'aliyyi-l 'adhim.
Sultan-ul-Arifin Aba Yazid al-Bisthami, semoga Allah merahmatinya, (berkata) untuk menjaga dan memelihara zikir mereka, untuk menjaga tetap mengingat mereka, untuk berusaha selalu bersama dengan para pewaris dari Penutup para Nabi, untuk berusaha agar ruh kalian berada dalam samudera-samudera dari ruh-ruh suci mereka; karena setiap orang dari mereka Awliya (para Waliyyullah kekasih Allah), para pewaris dari Penutup para Nabi, para Grand Wali (Wali-wali besar)tersebut telah dianugerahi samudera-samudera pula. Tetapi, samudera-samudera milik mereka, bahkan seandainya seluruh samudera milik para Nabi dan Wali dikumpulkan bersama dan disatukan, jika itu semua dibandingkan dengan apa yang telah dianugerahkan pada Penutup para Nabi, hanyalah bagaikan setetes air yang menempel di ujung jarum ketika kalian mencelupkan jarum itu sesaat ke dalam suatu samudera. Hanya seperti itulah perbandingan seluruh samudera (milik para Nabi dan Wali) dengan samudera milik Penutup Para Nabi saw.
Dan seluruh Awliya’ dan para Wali, terutama Grand Wali, Grand Syaikh, orang-orang pada barisan pertama, yang dekat dengan Penutup para Nabi, Sayyidina Muhammad saw, mereka mengambil secara langsung dari beliau dan mereka telah diberi lebih banyak dari yang lain. Dan ruh-ruh mereka tengah meminum ‘air’ dari samudera-samudera itu dan ruh-ruh mereka pun menjadi samudera-samudera. Ruh dari setiap orang dari mereka adalah bagaikan sebuah samudera dan hanya Nabi saw yang mengetahui apa yang ada dalam samudera tersebut. Allah tentu saja mengetahui segala sesuatunya; tetapi, pada maqam dari ciptaan (makhluq), apa yang telah dikaruniakan pada seluruh Nabi, dan demikian pula pada para Nabi-nabi besar, Awliya’ besar, Syaikh-syaikh besar – mereka yang berada pada saf pertama pewaris Rasulullah saw hanya Nabi saw, lah yang mengetahuinya. Dan apa yang berada dalam samudera milik setiap orang, mereka mengetahuinya, demikian pula Nabi saw mengetahuinya.Karena itulah, mereka memiliki alam semesta-alam semesta, ‘awalim’, ciptaan-ciptaan dalam samudera-samudera mereka. Dan ciptaan tersebut adalah suatu karunia dari Penutup para Nabi saw. Dan karunia Tuhannya bagi dirinya terus bertambah lebih banyak dan lebih banyak, dan karunia tersebut tidaklah tetap sama. Allah Ta’ala berfirman: “Wahai hamba-Ku yang tercinta! Wa ladaynaa maziid! Aku memberi dan tak akan pernah berhenti. Apa yang Ku-karuniakan padamu tak akan pernah berakhir”.
Karena itulah, apa yang dikaruniakan pada RasulAllah saw ketika beliau bersama kita, tidaklah sama saat ini. Setiap detik, setiap tarikan nafas, karunia tersebut digandakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Karena itulah, ketika kami berkata tentang Aba Yazid al-Bisthami (r.a.): Jagalah Auliya’, berusahalah untuk berada bersama mereka, bahkan sekalipun hanya dengan nama-nama mereka dan dengan asosiasi/majelis mereka. Saat kita menyebut nama-nama mereka, suatu kasyf atau pembukaan datang pada diri kita. Tidak kosong. Nabi saw mengatakan bahwa saat kita menyebut orang-orang yang salih para Wali, Grand Wali, para Nabi, Nabi-nabi Besar, dan Penutup para Nabi, tanzil-ur-Rahmah’, rahmah dari samudera-samudera rahmah akan mendatangi diri kita. Karena itulah, ‘manakib-ul-aulia’ (pembacaan kisah para Wali) ada. Quran Suci menyebut pula nama-nama para Nabi, karena setiap kali kita menyebut nama mereka, rahmah ya ng berlimpah dari samudera-samudera rahmah mengaliri diri kita. Karena itulah, diulang berkali-kali (dalam Quran) akan apa yang terjadi pada Bani Israil, apa yang terjadi pada Sayyidina Adam, apa yang terjadi pada Sayyidina Nuh, apa yang terjadi pada Sayyidina Ibrahim dan pada Nabi-nabi lain.
Ini adalah untuk menerima kemuliaan dari mereka, untuk mengambil bagian dari ‘nur’ mereka, dari cahaya-cahaya ilahiah milik mereka, agar datang pada dirimu. Dan ini adalah suatu persiapan bagi kalian untuk kehidupan abadi kalian, karena keabadian dapat menampung sebanyak apa pun yang telah dikaruniakan pada kalian, tanpa batas. Mereka yang berada pada (atau berusaha untuk) kehidupan abadi dan memiliki target untuk meraih keabadian, mereka boleh meminta lebih dan lebih – tak terbatas. Sama seperti suatu pesawat terbang yang tengah terbang melayang semakin banyak petrol (minyak bahan bakar) yang kita isikan ke dalamnya, semakin lama ia akan terbang, tak pernah berkata ‘cukup’, tidak! Sebanyak yang kita isikan ke dalamnya, ia akan terus terbang. Dan ruh-ruh kita dalam Hadirat Ilahiah, jangan berpikir bahwa ruh-ruh tersebut diam berhenti mereka berlari dan berenang melalui samudera-samudera yang tak terkira banyaknya. Semuanya itu milik dari keabadian.
Karena itu, adalah suatu perintah sohbet, asosiasi kalian harus menjaga jalur (hubungan) dengan mereka secara langsung. Hubungan itu akan mengalir melalui wujud sejatimu.Jangan berpikir bahwa ini (tubuh wadag kasar kita) adalah wujud kita yang sejati. Ini hanyalah suatu bayangan dari wujud sejatinya. Wujud sejati tersebut, dunia ini tak mampu menampungnya. Karena itulah, Pemimpin Malaikat Jibril (as) kadang-kadang datang dalam bentuk seorang laki-laki, dan kita berkata Jibril (as) baru datang. Apakah ia meninggalkan maqam (posisi)nya dan datang ke sini? Saat ia datang pada Nabi, apakah maqamnya kosong ia tinggalkan? Apakah ia datang dengan wujud sejatinya? Bagaimana mungkin? (Apa yang nampak datang) hanyalah perwakilan (dari wujud sejatinya), sebagai suatu bayangan dalam bentuk seorang laki-laki. Wujud sejatinya tak pernah bergerak ke sini dan ke sana dari Hadirat Ilahi. Tak pernah! “Tak seorang pun yang matanya dapat melihat ke sana-sini!” Apakah kalian pikir bahwa adalah wujud sejati Penutup para Nabi yang pernah bersama kita (saat beliau hidup, red)? Bagaimana mungkin dunia ini dapat menampungnya? Seluruh ciptaan akan lenyap jika wujud sejati beliau termanifestasikan untuk eksis di sini. Tak ada lagi ciptaan, segala sesuatunya akan lenyap dalam samudera-samudera beliau, tak ada yang akan pernah muncul. Tetapi segala sesuatunya, melalui Hikmah Ilahiah, telah diatur dan diprogram. Tak seorang pun tahu bagaimana keadaannya dan bagaimana ia wujud, tidak! Kita berada pada maqam kedudukan kita, dan Firman Ilahiah datang mula-mula pada Rasulullah dan kemudian pada kita. Jika seandainya Nabi tidak menjadi perantara (mediator), Wahyu Ilahiah akan membakar segala sesuatunya di muka bumi ini. [Syaikh membaca ayat]

"Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quraan ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir." [Surat al-Hashr, 21]


Karena itulah, orang-orang jahil yang berpikiran sempit itu masih pula mengatakan bahwa Sayyidina Muhammad saw hanya seperti seorang tukang pos – hanya membawa dan menyampaikan suatu pesan. Betapa bodohnya! Dan kebodohan ini kini menjalar ke seluruh dunia Islam, di Timur dan di Barat. Mereka sama sekali tak memahami hikmah diutusnya Sayyidina Muhammad dan karunia Qur’an Suci bagi beliau. Gunung-gunung tak mampu memikul (beban ini); tapi, hanya kalbu dari ia yang paling berkilau bercahaya dan paling mulia-lah yang mampu untuk memikul berat dari Wahyu Ilahiah. Bagaimana mungkin kalian mengatakan bahwa ia telah habis dan mati sekarang, kemudian kita bisa bersama Allah tanpa Muhammad saw. Kebodohan macam apa ini yang kini kita tengah berada di dalamnya?
Karena itu, begitu banyak masalah berdatangan pada orang-orang itu. Ya, memang ini adalah suatu samudera yang demikian dalam yang kami tengah coba untuk tunjukkan bagimu; kita tak mampu mencapainya. Aba Yazid al-Bisthami – semoga Allah merahmatinya, dan semoga cahaya-cahaya dari samuderanya menerangi kalbu-kalbu kita. Kalbu-kalbu yang bercahaya, itulah kalbu-kalbu yang hidup! Kalbu dan hati yang tak bercahaya, itulah hati yang mati, kalbu yang terkunci. Karena itulah, kalbu-kalbu dari begitu banyak ulama besar tengah terkunci. Mereka tidak memahami apa yang kalian katakan.
Terkunci! Allah membuka kalbu dan hati kita pada Awliya’-Nya. Kita memohon agar saat kita berbicara tentang Awliya’, agar mereka mengaruniakan pada kita sesuatu, yang sesuai dengan kebutuhan kita. Karena itu, inilah yang disebut ‘rabithah’koneksi dari kalbu ke kalbu. Saat kalian melakukan ‘rabitah’, cahaya-cahaya Ilahiah yang dianugerahkan pada Wali tersebut, Grand Wali, atau Nabi, atau Grand Nabi, atau Khatm ul-Anbiya’, akan mengalir melalui kalbu kalian, dan kalian akan tercahayai olehnya. Saat kita melihat ke langit di waktu malam, kita melihat bintang-bintang yang bercahaya; tapi, ada pula miliaran bintang yang tidak bercahaya, karena ‘nur’ itu tidak datang pada mereka. Dan hal ini serupa pula pada manusia. Makhluk-makhluk Langit tengah melihat manusia dan memperhatikan siapakah di antara manusia tersebut yang bercahaya dan berkilau – sama seperti ketika kita melihat bintang-bintang yang berkilau di langit. Karena itu, ‘rabithah’, koneksi, hubungan, adalah medium yang paling penting untuk meraih cahaya-cahaya surgawi. Siapa yang menyangkal hal ini akan terputus, tak ada cahaya yang datang ke kalbu mereka – habis! Orang-orang, karena itu, kini tengah berada dalam kegelapan, karena mereka tidak memiliki hubungan dengan ‘orang-orang langit’ atau dengan hamba-hamba Allah yang bercahaya yang hidup di dunia ini di antara kita. Kebanyakan orang kini tidak peduli lagi, mereka tidak tertarik, dan mereka senang untuk hidup dalam kegelapan mereka, dalam ‘dunya’ mereka yang gelap.
Sama seperti burung-burung malam (kelelawar) yang senang untuk berada dalam kegelapan malam. Mereka tak suka untuk keluar di siang hari, karena mereka tak menyukai cahaya. Dan kini, 99% orang-orang di bumi tidak mau mencari cahaya-cahaya surgawi agar diri mereka pun bercahaya, dan mereka pun senang berada dalam dunia yang gelap, dalam suatu atmosfer yang gelap. Karena itulah mereka melakukan begitu banyak hal, yang jika mereka dapat melihatnya, tentu mereka tak akan mau melakukannya. Jika hati mereka tercahayai, mereka tak akan berkelahi, tak akan bertengkar dan mengeluh. Mereka akan berbahagia dengan apa yang telah dikarunia kan pada mereka dari Sang Pencipta, Rabb as-Samaawaati. Tapi, kegelapan telah mencegah dan menghindarkan mereka dari mencapai titik itu, karena mereka tak mau mencari hubungan ke dunia spiritual (ruhaniyya) atau hubungan dengan spiritualitas dan makhluq-makhluq surgawi di muka bumi atau di langit.
Itulah masalahnya. Semua orang-orang yang hidup dalam atmosfer gelap ini, yang tak mau meminta hubungan dengan makhluk-makhluk surgawi, dengan wujud spiritual makhluk-makhluk itu, semua orang-orang ini adalah pembuat masalah.Orang-orang di negara kecil ini – tak seorang pun mengakui negara ini – mengatakan, 80 juta orang di Turki dan 200.000 di Cyprus Utara, mereka meminta untuk bergabung dengan kelompok Negara-negara Eropa. Mereka berpikir bahwa jika mereka terhubungkan dengan Uni Eropa, mereka akan menjadi bahagia, mereka berpikir bahwa masalah-masalah mereka akan selesai dan segala sesuatunya akan berjalan lancar dan indah. Ini adalah kesalahan terbesar mereka dan kesalahpahaman; karena materi (benda-benda) tak akan pernah memberi istirahat atau suatu kehidupan yang baik bagi orang-orang; tak akan pernah memberi mereka suatu kehidupan yang penuh kenikmatan dan kesenangan – ‘hayaat-ut-tayyib’ – tak pernah!
Sama saja! Jika mereka menjadi anggota EU, mereka tetap akan memiliki masalah-masalah yang sama, karena mereka membawa bakteria yang sama dari penyakit mereka bersama mereka. Sekalipun mereka mungkin bergabung dengan EU, tapi penyakit yang sama masih bersama mereka – atmosfer yang sama! Kegelapan (di sini), kegelapan (di sana)! EU tak akan pernah memberi mereka cahaya apa pun, mereka tak akan tercahayai. Mungkin mereka akan mendapat sejumlah besar uang, hal-hal materi, tapi mereka akan tetap tak bercahaya, selesai. Jika masalah Iraqi telah selesai, masalah lain akan muncul karena penyakit yang sama masih bersama orang-orang – bahwa mereka menolak hubungan (koneksi) dengan wujud yang tercerahkan, dengan orang-orang yang bercahaya. Mereka hanya berlari mengejar kegelapan dan orang-orang gelap.Semoga Allah mengampuni saya, dan memberikan pada kita pemahaman yang baik, karena ini adalah suatu hal penting yang mesti diketahui bangsa-bangsa. Seluruh bangsa dan negara telah memutuskan hubungan mereka dengan makhluk-makhluk langit, mereka menyangkal keberadaannya, mereka menyangkal kenabian (nubuwwah) dan kewalian (wilayah), dan segala sesuatunya yang terkait dengan Langit, dan mereka terjatuh dalam dunia yang gelap. Dunia gelap, ke mana pun mereka berlari, mereka hanya akan menjumpai kegelapan dan masalah.Allah! Allah! Ya Rabb! Ampuni kami, Ya Rabb! Kami memohon ampun dan maaf dan barakah-Mu. Demi kehormatan dari ia yang paling terhormat dalam Hadirat Ilahiah-Nya, Nabi Muhammad sallAllahu alaihi wasallam, Bihurmatil habib. Al-Fatiha

 

Penciptaan Manusia , Memandang kepada Ruh

Muhammad s.a.w.

 

Siapa Memandang kepada Ruh Muhammad s.a.w ketika diciptakannya Ruh di antara mereka yang pandangannya jatuh kepada kepalanya ditakdirkan menjadi raja dan kepala negara di dunia ini. Mereka yang memandang kepada dahinya menjadi pemimpin yang adil. Mereka yang memandang matanya akan menjadi hafiz Kalimat Allah (yaitu seorang yang memegangnya kedalam ingatannya). Mereka yang memandang alisnya akan menjadi pelukis dan artist.
Mereka yang memandang telinganya akan menjadi mereka yang menerima peringatan dan nasehat. Mereka yang melihat pipinya yang penuh barakah menjadi pelaksana karya yang bagus dan pantas. Mereka yang melihat mukanya menjadi hakim dan pembuat wewangian, dan mereka yang melihat bibirnya yang penuh barokah menjadi menteri. Barang siapa melihat mulutnya akan menjadi mereka yang banyak berpuasa. Barangsiapa yang melihat giginya akan menjadi kelihatan bagus/cantik, dan siapa yang melihat lidahnya akan menjadi utusan /duta raja-raja. Barang siapa melihat tenggorokannya yang penuh barokah akan menjadi khatib dan mu’adhdhin (yang mengumandangkan adhan). Barang siapa memandang janggutnya akan menjadi pejuang di jalan Allah. Barang siapa memandang lengan atasnya akan menjadi seorang pemanah atau pengemudi kapal laut, dan barang siapa melihat lehernya akan menjadi usahawan dan pedagang. Siapa yang melihat tangan kanannya akan menjadi seorang pemimpin, dan siapa yang melihat tangan kirinya akan menjadi seorang pembagi (yang menguasai timbangan dan mengukur catu kebutuhan hidup). Siapa yang melihat telapak tangannya menjadi seorang yang gemar memberi; siapa yang melihat belakang tangannya akan menjadi kolektor.
Siapa yang melihat bagian dalam dari tangan kanannya menjadi seorang pelukis; siapa yang melihat ujung jari tangan kanannya akan menjadi seorang calligrapher, dan siapa yang melihat ujung jari tangan kirinya akan menjadi seorang pandai besi.
Siapa yang melihat dadanya yang penuh barokah akan menjadi seorang terpelajar,

meninggalkan keduniaan (ascetic) dan berilmu. Siapa yang melihat punggung nya akan menjadi seorang yang rendah hati dan patuh pada hukum Shari’a. Siapa yang melihat sisi badanya yang penuh barokah akan menjadi seorang pejuang. Siapa yang melihat perutnya akan menjadi orang yang puas, dan siapa yang melihat lutut kanannya akan menjadi mereka yang melaksanakan ruk’u dan sujud.
Siapa yang melihat kakinya yang penuh barokah akan menjadi seorang pemburu, dan siapa yang melihat telapak kakinya menjadi mereka yang suka bepergian. Siapa yang melihat bayangannya akan mejadi penyanyi dan pemain saz (lute). Semua yang memandang tetapi tidak melihat apa-apa akan menjadi kaum tak-beriman, pemuja api dan pemuja patung. Mereka yang tidak memandang sama sekali akan menjadi mereka akan menyatakan bahwa dirinya adalah tuhan, seperti Nimrod, Pharoah dan sejenisnya. Kini semua ruh itu diatur dalam empat baris.
Di baris pertama berdiri ruh para nabi dan rasul, a.s.; Di baris kedua ditempatkan ruh para orang suci, para sahabat Allah; Di baris ketiga berdiri ruh kaum beriman, laki dan perempuan; Di baris ke empat berdiri ruh kaum tak-beriman. Semua ruh ini tetap berada dalam dunia ruh di hadhirat Allah S.W.T.sampai waktu mereka tiba untuk dikirim ke dunia fisik.Tidak seorang pun tahu kecuali Allah S.W.T. yang tahu berapa selang waktu dari waktu diciptakannya ruh penuh barokah Nabi Muhammad sampai diturunkannya dia dari dunia ruh ke bentuk fisiknya itu. Diceritakan bahwa Nabi Suci Muhammad s.a.w. bertanya kepada malaikat Jibra'il ,“Berapa lama sejak engkau diciptakan?” Malaikat itu menjawab, “Ya Rasulullah, saya tidak tahu jumlah tahunnya, yang saya tahu bahwa setiap 70,000 tahun seberkas cahaya gilang gemilang menyorot keluar dari belakang kubah Singgasana Ilahiah; sejak waktu saya diciptakan cahaya ini muncul 12,000 kali.”
“Apakah engkau tahu apakah cahaya itu?” “Tidak, saya tidak tahu,” berkata malaikat itu. “Itu adalah bertanya Muhammad Nur ruhku dalam dunia ruh,” jawab Nabi Suci s.a.w.. Pertimbangkan kemudian, berapa besar jumlah itu, jika 70,000 dikalikan 12,000 !

 

Dinaikkan di Malam Hari

Maulana Shaykh Hisham Muhammad Kabbani

Makna Spiritual dari Mu’jizat Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Sall-Allahu ‘Alaihi Wasallam.



Dinaikkan di Malam Hari, Bercahaya Bagaikan Bulan Purnama

Allah kemudian mengangkat beliau dari Masjid al-Aqsa dengan cara Mi’raj, menuju Hadirat Ilahiah-Nya. Mengapakah Allah menggunakan kata-kata, ‘laylan – pada suatu malam’? Mengapa Ia tidak berkata, naharan, pada suatu siang’? ‘Laylan’ di sini mengilustrasikan kegelapan dari dunia ini, ia menjadi bercahaya hanya oleh bulan yang berkilau dari Nabi saw yang terbit untuk menerangi semua kegelapan.
“Subhan al-ladzii asraa bi ‘abdihi laylan”. “Maha Suci Ia yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam…” Lihatlah pada setiap kata dari ayat suci ini. Pertama-tama Allah memuji Diri-Nya sendiri dalam bentuk orang ketiga, in absentia. Allah kemudian secara ajaib memindahkan Nabi dari Makkah menuju Masjid al-Aqsa (asra’). Kemudian Ia mengacu Nabi sebagai “’abd – hamba”, memberi beliau kehormatan melalui gelar tertinggi itu sebagai seseorang yang terkait dengan kehidupan spiritual, bukan kehidupan hewani.

Risalah Nabi Muhammad saw melengkapi dan menyempurnakan baik disiplin fisik dan hukum (syari’ah) dari Musa as maupun spiritualitas (rawhaniyya) dari ‘Isa as. Syari’ah dari Musa as berkaitan dengan kehidupan duniawi ini, sedangkan spiritualitas ‘Isa as terkait dengan kehidupan surgawi. Dengan melalui dan melampaui kehidupan duniawi, yang diwakili oleh Isra’ (Perjalanan Malam), menuju kehidupan surgawi, yang diwakili oleh Mi’raj, Nabi saw dibawa di atas kedua sayap ini. Tak seorang pun Nabi dibawa dalam kedua dimensi ini kecuali Junjungan kita, Sayyidina Muhammad (s).


Tahapan-tahapan Tasawwuf

Dalam Ilmu Pensucian Jiwa, Tasawwuf, tahapan-tahapan tersebut dinamai dengan Syariah, Tariqat, dan Haqiqat. Tahapan pertama terkait dengan bidang disiplin fisik, dari mana seorang pencari kemudian bergerak dalam “Jalan”, Tariqah, dengan kendaraan ubudiyyah, penghambaan dan ibadah, dan kemudian naik menuju maqam haqiqat, realitas, di mana seluruh kebatilan dan kepalsuan punah, lenyap, dan Ketuhanan Allah dinampakkan secara nyata pada sang hamba. Allah membawa Nabi Muhammad saw ke Masjid al-Aqsa di Palestina, di mana hampir seluruh Nabi menyambut beliau. Di sana beliau menjumpai seluruh para Nabi berkumpul, dan mereka melakukan salat secara berjama’ah di belakang beliau saw. Dari sana Allah mengangkat beliau menuju langit, seakan-akan Ia (SWT) berfirman, ‘Wahai Nabi-nabi-Ku! Aku tidak pernah mengangkat seorang pun dari Masjid al-Aqsa seperti aku menaikkan Muhammad saw.’ Ini adalah untuk menunjukkan pada mereka bahwa Mi’raj (naiknya) Nabi Muhammad saw – tidak seperti siapa pun di antara mereka, beliau tidak dibatasi oleh hukum-hukum alam semesta ini.


Kendaraan-kendaraan Nabi


Salah seorang dari ulama-ulama besar bidang Tafsir Quran, al-‘Ala’i berkata, “Pada Malam Mi’raj Nabi saw menggunakan lima kendaraan yang berbeda-beda. Yang pertama adalah Buraq, suatu makhluk bersayap yang membawa beliau dari Makkah menuju Masjid al-Aqsa. Yang kedua adalah Kenaikan (Mi’raj) yang dengannya Nabi saw mencapai langit dunia ini, as-sama’ ad-dunya’. Ada dua penjelasan untuk Mi’raj: satu, bahwa Buraq membawa Nabi saw ke atas, dan yang kedua, bahwa sebuah ‘tangga’ turun dan menaikkan Nabi saw dengan amat cepat.

Kendaraan ketiga adalah sayap-sayap para Malaikat yang membawa Nabi saw hingga langit ketujuh.
Kendaraan keempat adalah sayap-sayap Jibril (as) yang membawa beliau saw dari langit ketujuh menuju Sidrat al-Muntaha, ‘Pohon Lotus Terjauh’. Kendaraan kelima adalah suatu karpet (ar-raf raf) yang membawa beliau saw hingga maqam ‘dua ujung busur panah qaba qawsayn.’ [QS 53:9].”

“Serupa dengan itu, Nabi saw berhenti pada sepuluh maqam yang berbeda: tujuh langit dan yang kedelapan di Sidrat al-Muntaha. Yang kesembilan adalah tempat di mana beliau mendengar suara dari pena-pena Malaikat yang tengah menulis amal perbuatan manusia, dan maqam kesepuluh adalah di ‘Arsy (Singgasana). Wallahu A’lam, dan Allah-lah yang lebih tahu.”




Aspek Mu’jizat dari Isra’ dan Mi’raj

Seluruh kejadian-kejadian ajaib ini terjadi di malam Perjalanan Malam dan Kenaikan, Laylat al-Isra’ wal-Mi’raj. Banyak hadits-hadits yang menjelaskan detail peristiwa-peristiwa di Perjalanan Malam ini yang telah disahihkan oleh berbagai huffaz (Ahli Hadits) seperti Ibn Shihab, Tsabit al-Banani, dan Qatada. Allah mendukung Nabi-nabi-Nya dengan keajaiban-kejaiban (mu’jizat) agar mampu melampaui hukum-hukum fisika dan batasan-batasan realitas kemanusiaan kita. Jika Allah mengaruniakan suatu mu’jizat, janganlah kita memandangnya sebagai sesuatu yang tak mungkin, jika kita seperti itu, maka kita hanya akan menjadi seperti ilmuwan yang tak mampu memahami apa pun di luar jangkauan persepsi mereka.Para ulama berbeda pendapat pada malam apa perjalanan agung ini terjadi. Imam Nawawi berkata bahwa Perjalanan ini terjadi di bulan Rajab. Dalam kitab ar-Rawda karangan Nawawi, ia menyatakan bahwa peristiwa ini terjadi sepuluh tahun dan tiga bulan setelah awal Kenabian, sedangkan Fatawa menyatakan bahwa peristiwa Perjalanan Malam ini terjadi lima atau enam tahun setelah permulaan wahyu. Apa pun kasusnya, para ulama sepakat bahwa Laylat al-Isra’ wal Mi’raj ini terjadi baik pada badan maupun ruh dari Nabi saw.



Visi Ibrahim dan Dimensi Spiritual

Allah berfirman dalam Qur’an Suci: “Wa kadzaalika nurii Ibraahiima malakuut as-samaawaati wa l-ardhi wa liyakuuna min al-muuqiniin” “Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin.” [QS 6:75]


Allah menunjukkan kerajaan langit dan bumi pada Nabi Ibrahim (as), dengan membuka pandangan spiritual Ibrahim (baseerah) agar beliau melihat keindahan dan keajaiban alam semesta dari tempat beliau berpijak di bumi. Allah menunjukkan pada beliau apa yang di luar hukum-hukum alam semesta fisis, melalui mata kalbunya. Sekalipun demikian, segera setelah ayat ini, Allah telah menunjukkan pula pada Ibrahim as keagungan-keagungan di balik alam semesta fisik, “Falammaa janna ‘alaihi l-laylu ra-a kawkaban qoola haadza rabbiy…” “Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: ‘Inilah Tuhanku’” [QS 6:76].
Dalam ayat-ayat berikutnya Ibrahim (as), secara serupa, “keliru” pula menganggap bulan dan matahari sebagai tuhannya: “Falammaa ra-a l-qamara baazighan qoola haadzaa rabbiy, falammaa afala qaala la in lam yahdii rabbiy la-akuunanna min al-qawm id-dhaalliin; falammaa ra-a s-syamsa baazighatan qaala haadzaa rabbiy..” “Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: ‘Inilah tuhanku.’ Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata:


‘Sesungguhya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat; Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: ‘Inilah tuhanku…’” [QS. 6:77-78].

Ayat-ayat ini yang berkaitan dengan bintang-bintang, bulan dan matahari adalah ditujukan pada orang-orang yang tidak beriman. Allah menunjukkan pada Ibrahim (as) Kebenaran dan ia telah meraih keyakinan dalam iman (sebagaimana ditunjukkan ayat 6:75).
Sebagai seorang Nabi, Ibrahim (as) juga bebas dari dosa, dan dusta tak mungkin untuk menganggap selain Allah sebagai Tuhannya. Tetapi, adalah tugas Ibrahim (as) untuk menyampaikan suatu Risalah Samawi (Pesan Langit).
Untuk berusaha membawa setiap orang berada dalam naungan Rahmah Allah, Ibrahim (as) mencoba untuk mengajar ummatnya dengan cara yang sedemikian rupa hingga tidak membuat mereka menolak pesan dakwahnya. Dengan secara bijaksana menggunakan suatu proses eliminasi, ia menunjukkan pada mereka bahwa suatu dimensi spiritual benar-benar wujud/ada.
Ibrahim menghilangkan bintang (sesuatu yang kecil), kemudian bulan, kemudian matahari (benda langit yang nampak terbesar). Ibrahim (as) menegaskan kembali keyakinan sejatinya pada Allah dan pemalingan dirinya dari gangguan-gangguan duniawi dengan mengatakan;

“Falamma afalat qoola yaa qawmi innii barii-un mimmaa tusyrikuun. Innii wajjahtu wajhiya li l-ladzii fathar as-samaawaati wa l-ardha haniifan, wa maa ana min al-musyrikiin.”

“Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata, Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan’.” [QS 6:78-79]

Makna dari penunjukan ini adalah: jangan mengejar hal-hal dari kehidupan duniawi ini, tapi carilah dimensi spiritual yang melampaui semua hukum-hukum alam semesta fisis.Di zaman kita saat ini, ilmuwan-ilmuwan yang materialistik dan beberapa sekte Islam yang berpikiran sempit mencoba untuk menyangkal spiritualitas, dimensi keempat, yang telah Allah tunjukkan pada Ibrahim (as). Mereka yang menolak dan menyangkal adanya dimensi spiritual dari Islam, maka mereka tengah terjatuh dalam perangkap yang sama seperti yang dialami oleh kaum Ibrahim. Nabi Muhammad saw bersabda, ‘Yang paling kutakutkan bagi ummatku adalah syirk tersembunyi (membuat partner bagi Allah).’ Syirik tersembunyi adalah bagi seseorang untuk merasa bangga akan dirinya sendiri, yang paling mudah termanifestasikan dalam bentuk penolakan atas kata-kata orang lain.

Perbedaan atau Kehormatan dari Kenaikan (Mi’raj) Nabi Muhammad saw.


Nabi Ibrahim (as) telah ditunjukkan padanya kerajaan malakut, dari langit dan bumi. Nabi Musa (as) tidak melihat kerajaan ini. Tetapi, Musa (as) mampu untuk mendengar Allah dan berbicara langsung pada Allah dari Gunung Sinai, sehingga beliau dikenal sebagai Kalimullah (ia yang berbicara dengan Allah secara langsung). Sekalipun Ibrahim (as) dikaruniai kemampuan untuk melihat dalam dimensi-dimensi spiritual, dan Musa (as) dikaruniai kemampuan untuk mendengar Allah secara langsung, tubuh dan badan dari kedua Nabi besar ini tetap tinggal di bumi, dan dikenai hukum-hukum fisika-nya.Pandangan (visi) Nabi Ibrahim (as) dan pendengaran Nabi Musa (as) melampaui batasan fisik melalui kekuatan ruh mereka, tetapi tubuh mereka tidaklah bergerak melampau dunia fisik ini.Tetapi, Allah telah membuat Nabi Muhammad saw bergerak dalam dimensi-dimensi spiritual dengan tubuh fisik beliau dalam kebebasan paripurna dari hukum-hukum fisika. Allah menyebut Nabi ;


 “linuriyahu min aayaatinaa…” “agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami…” [QS 17:1].

Allah menunjukkan pada Ibrahim (as) kerajaan alam semesta ini, tapi Ia (SWT) menggerakkan Nabi saw dalam tubuh dan ruh beliau di luar hukum-hukum fisika alam semesta ini, untuk menunjukkan pada beliau ‘tanda-tanda Kami’, aayaatina. Bentuk kepemilikan (possesive) yang terkait dengan Tanda-tanda (Aayaat) sebagai milik dari Allah secara langsung, menunjukkan kehormatan yang lebih agung dan pengetahuan yang dianugerahkan pada Nabi saw. Kerajaan langit dan bumi yang ditunjukkan pada Nabi Ibrahim (as) adalah karya dalam lingkup alam semesta fisis ini, dan tidak menjangkau Surga, sedangkan ayat-ayat Allah yang ditampakkan pada Nabi Muhammad saw langsung terkait dengan Allah dan tidak terhubung dengan dunia ini.


Visi (Penglihatan) Nabi saw akan Tuhannya dan Kesempurnaan Tawhiid


“Lalu Allah mewahyukan pada hamba-Nya apa yang ia wahyukan. Hati Nabi (s) tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kamu hendak membantah nya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguh nya Muhammad telah melihat-Nya lagi pada waktu yang lain, di Sidratil Muntaha, di dekatnya ada surga tempat tinggal. Ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya.


“Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda Tuhannya Yang paling besar.” [QS: 53:10-18].


Imam Nawawi dan almarhum Imam Mutawalli Sya’rawi sepakat dengan mayoritas ulama dalam menafsirkan ayat-ayat ini, bahwa maknanya adalah Nabi saw melihat Tuhannya di waktu lain, bukannya bahwa ia melihat Jibril (as) di waktu lain, sebagaimana beberapa menyatakan. Imam Nawawi meriwayatkan dalam komentar (syarah) Sahih Muslim-nya, “Sebagian besar ulama berkata bahwa Nabi melihat Tuhannya dengan kedua mata kepalanya – ra’a rabbahu bi’aynay ra’sihi. Nabi datang melalui suatu perjalanan panjang menuju Singgasana Ilahiah (arsy), mencapai qaaba qawsayni (jarak dua ujung busur panah), dan mencapai Surga Jannat al-Ma’wa di dekat Sidrat ul-Muntaha. Setelah semua ini, Imam Sya’rawi bertanya, “Apakah yang membuat penglihatan Nabi tidak berpaling? Beberapa mengatakan bahwa itu adalah Jibril (as), tapi Nabi saw telah melihat Jibril (as) dalam banyak kesempatan dan Jibril menyertai dan bersama beliau selama masa Perjalanan Malam dan Kenaikan (Isra’ Mi’raj) itu. Adalah irrelevan untuk mengatakan bahwa pada hal inilah pandangan Nabi tidak berpaling atau tidak lepas, karena jika ini mengacu pada Jibril, maka Nabi telah memiliki berbagai kesempatan untuk telah melihatnya. Allah tidaklah mengatakan sesuatu yang irrelevan, dan karena inilah saya berpihak pada mayoritas ulama (termasuk Imam Nawawi) dengan mengatakan bahwa dengan mata fisiknyalah Nabi saw melihat Allah (swt).”


“Laqad ra’a min aayaati rabbi hi l-kubraa” “Sungguh dia telah melihat sebagian ayat-ayat Tuhannya yang paling agung.” [QS 53:18].


Apakah kemudian yang bisa menjadi Ayat Terbesar bagi Nabi saw lain dari penglihatan akan Tuhannya? Karena Nabi saw telah melihat semua tujuh tingkatan dari Surga, kemudian naik ke tingkatan yang lebih jauh dari ciptaan apa pun sebelum maupun sesudahnya, menuju “jarak dua ujung busur panah”.
Dinyatakan dalam hadits bahwa karunia terbesar bagi orang-orang beriman di kehidupan Akhirat bukanlah kenikmatan-kenikmatan Surga, melainkan melihat Tuhan mereka setiap hari Jumat. Jika orang-orang beriman, baik yang awam maupun yang khawas, akan melihat Tuhan mereka di akhirat nanti, jelas tentu saja, Ayat Terbesar” bagi Kekasih-Nya Nabi Muhammad saw tak mungkin kurang dari itu.

“Wa maa ja’alna r-ru’ya l-latii arainaa-ka illaa fitnatan li n-naasi”


 “Dan tidaklah Kami karuniakan visi yang Kami perlihatkan padamu (Ya Muhammad) melainkan sebagai ujian bagi manusia.”[QS. 17:60].

Berkenaan dengan ayat ini, Ibn ‘Abbas berkata, Rasul Allah saw benar-benar melihat dengan matanya sendiri visi (dari semua yang ditunjukkan pada beliau) pada malam Isra’ ke Jerusalem (dan kemudian ke langit)…” Inilah keagungan Nabi Muhammad.
Tak seorang pun pernah melihat Tuhannanya selain dari Muhammad saw, yang menjadikannya saw sebagai satu-satunya monoteis (muwahhid) sejati. Tak seorang pun kecuali Muhammad saw mencapai suatu pemahaman sempurna akan Keesaan Ilahiah – Tawhid – pemahaman siapa pun selain beliau akan tawhid hanyalah peniruan (taqliid).Nabi Ibrahim (as) adalah bapak para Nabi dan beliau dikaruniai visi spiritual untuk melihat karya-karya dalam alam semesta ini dan Nabi Musa (as) dikaruniai kemampuan berbicara langsung dengan Tuhannya. Tapi, Allah memindahkan Nabi Muhammad dengan tubuh fisiknya, bertentangan dengan hukum-hukum fisika alam semesta, menuju ke Keghaiban, suatu tempat di mana tak ada apa pun dan tak ada kemungkinan akan apa pun -“la khala wa la mala”.

Allah membawa Muhammad ke sana dan membukakan bagi beliau Diri-Nya Sendiri, dengan cara yang Ia kehendaki. Bagaimana ini terjadi, kita tak mengetahuinya. Ini tak terlihat dan tak diketahui (ghayb) . Dan, sebagaimana Ibn ‘Abbas (ra) berkata, ini adalah suatu perkara untuk diimani dengan penerimaan penuh, dan bukan suatu perkara untuk dipertanyakan.

Bihurmati habib, Al-Fatihah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar