Senin, 21 Desember 2009

Berusahalah untuk Memiliki Nilai di Hadirat Ilahi!



Berusahalah untuk Memiliki Nilai di Hadirat Ilahi!
Mawlana Shaykh Muhammad Nazim ‘Adil Al-Haqqani an Naqshbandi
Lefke, Cyprus, Sohbet 26 Maret 2006
Diambil dari www.mevlanasufi.blogspot.com


Assalamu ‘alaykum! A’uudzu billahi minasy syaithanir rajiim Bismillaahir
Rahmanir Rahiim Laa hawla wa laa quwwata illaa bi-llahi-l ‘Aliyyi-l ‘Adziim

Wahai Manusia! Kita memohon ampunan dari Allah ta’ala. Diri kita bukanlah
sesuatu wujud yang demikian penting, diri kita tak begitu berharga (tidak
sebagaimana yang kita pikir tentang diri kita); demikianlah di antara kita
sendiri, (kita adalah) orang-orang yang tak penting. Tapi,di Hadirat Ilahi,
demikian berharganya (diri kita)! Tak seorang pun mampu berbicara tentang hal
itu, yaitu tentang kehormatan dan ketinggian nilai yang telah dikaruniakan (pada
kita) oleh Pencipta kita.

Di Hadirat Ilahiah-Nya, manusia adalah sosok paling berharga di antara seluruh
ciptaan. Namun, di antara diri kita sendiri, kita tidaklah berada pada level
tersebut atau pada pemahaman tersebut, atau untuk bertanya dan belajar akan
makna pentingnya kemanusiaan. Inilah hal terpenting untuk diajarkan di muka bumi
ini, tapi kita tak pernah peduli untuk berbicara tentangnya. Tidak, kita hanya
menyibukkan diri kita dengan segala sesuatu yang menyelimuti wujud fisik diri
kita.

Kalian dapat melihat ke seluruh Timur dan Barat – begitu banyak tempat-tempat
pengajaran di mana-mana, yang mengajari anak-anak. Begitu telitinya dan tekunnya
mereka dalam melakukan pengajaran tersebut hingga orang-orang pun kini berusaha
mendaftarkan anak-anak mereka ke tempat-tempat tersebut (sekalipun anak-anak
mereka itu masih berada di dalam kandungan ibu mereka)... Mereka berpikir, jika
seorang wanita hamil, ia dan suaminya pun mulai berpikir, “Kini akan segera
lahir anak bagi diri kita, dan saat ini begitu banyak universitas dan
tempat-tempat pengajaran di mana-mana.

Bagaimana menurutmu, sayangku, bagaimana dengan anak kita, ke mana kita mesti
mendaftarkannya? Saat permulaan adalah saat yang amat penting! Karena kita mesti
berusaha menjadikan anak kita mencapai titik tertinggi di antara manusia. Karena
itu, menurutku, kita mesti memikirkannya! Bagaimana pendapatmu, jika kita mulai
menaruh ‘kabel’ ini ke janinmu untuk mempersiapkannya? Kita dapat berbicara
(melaluinya) dan bayi kita, yang akan lahir itu, mungkin akan dapat mengerti
sesuatu (darinya), (dan) saat ia lahir keluar nanti, kita pun mendaftarkan
namanya. Karena ia mungkin dapat belajar begitu banyak hal dalam rahimmu.
Bagaimana pendapatmu tentang hal ini?”

Orang-orang kini menjadi tergila-gila untuk mengajari dan mengajari dan
mengajari…. “Kami mengajarimu. Setidaknya, wahai sayangku, kita dapat mengajari
bayi kita tersebut ABC”: alfa, beta, gamma, delta, atau a, b, c, atau alif, ba’,
ta’...(tapi) mereka tidak tertarik untuk mengajari hal-hal tentang huruf bahasa
Arab… Mereka begitu tekun mengikuti trend untuk mengajari anak-anak mereka lewat
ribuan, dan puluhan ribu institusi-institusi pendidikan. Tujuan utama mereka
hanyalah: mendapatkan uang, lebih banyak uang, untuk menyimpan lebih banyak
uang... (dan) orang-orang pun berusaha mengajak yang lain untuk belajar.

Belajar apa mereka? Kalian tahu apa yang mereka ajarkan?! Mereka mengajari
hal-hal omong kosong yang sama sekali tak memberikan manfaat, tidak sama sekali.
Sebagian besar... begitu banyak ratusan buku mereka tulis untuk mengajari
orang-orang dan mereka berusaha meraih target yang tak mungkin untuk diraih; dan
untuk setiap tingkatan yang mereka ajarkan, saat anak-anak mereka naik ke
tingkatan tersebut, mereka pun mulai lupa atas apa yang mereka pelajari di
saat-saat permulaannya [di tingkatan sebelumnya, red.].

Dan semua – inilah point yang saya mesti katakan – semua yang mereka ajarkan
pada anak-anak mereka, dan pada generasi muda mereka dengan mengatakan: “Kalian
mesti belajar!”, (saat) saya bertanya pada seseorang: Apa yang kau pelajari?”
(dan) dengan terkejut ia menjawab, “Wahai Shaikh, saya tak mempelajari apa-apa.”
“Lalu untuk apa kau buang-buang waktumu?” “Karena, wahai Shaikh-ku, mereka
menawarkan ada kami untuk mempelajari ratusan hal, tak mungkin bagi kapasitas
fisik kami untuk memahaminya atau untuk mengingatnya.” Itulah yang saat ini
menjadi sistem pengajaran yang digunakan pemerintahan-pemerintahan yang ada bagi
rakyat mereka!

Pemerintah-pemerintah kini berlomba-lomba pada hal-hal seperti itu. Untuk apa?
Untuk menyibukkan kaum muda mereka dengan pembelajaran untuk membiarkan mereka
melakukan segala sesuatunya agar mereka [para pemerintah tsb] dapat berada pada
kedudukan atau kursi-kursi mereka atau pada pusat kekuasaan selama mungkin.
(Tapi) – Subhanallah – Tuhan Semesta Alam ini telah membuat batasan bagi segala
sesuatunya. Saat batas itu tercapai, kalian tak dapat mendorongnya lebih jauh,
tak dapat pula kalian menariknya, tidak! Subhanallah – dalam seminggu ini atau
lebih, saya mendengar bahwa di Perancis, para mahasiswa meninggalkan
sekolah-sekolah mereka, meninggalkan institusi-institusi pembelajaran mereka,
meninggalkan universitas-universitas mereka dan berlarian di jalanan bagaikan
makhluk liar dan ganas, seperti penghuni rimba – mereka tak pernah nampak
seperti orang penghuni hutan, tidak.

Di hutan, kalian mungkin masih bisa bepergian dengan aman, tapi (dalam) suatu
rimba belantara, kalian tak dapat melakukannya – dan mereka berlarian di
jalanan, membakar, merusak, dan melemparkan bebatuan dan melakukan berbagai hal
yang tak selayaknya dilakukan oleh mereka yang mengaku sebagai mahasiswa yang
mempelajari suatu ilmu pengetahuan! Itu semua berarti intisari dari berbagai
pengajaran yang mereka lakukan (di pusat-pusat pendidikan itu) demikian buruknya
hingga mereka mempersiapkan para pemuda tersebut untuk menjadi seperti
makhluk-makhluk buas dalam rimba belantara.

Dalam Islam, kita memiliki suatu peribahasa, “Sebelum segala sesuatunya yang
lain… ada Adab!” Adab yaitu suatu jalan sejati yang mesti diajarkan pertama kali
pada mereka yang menginjak usia belajar. Salah satu di antara hamba-hamba
Surgawi yang hidup di tengah-tengah manusia, berkata, “Wahai manusia, aku
bertanya: ‘Apakah yang paling penting di Hadirat Ilahi?’ Karena manusia dapat
dipilah menjadi dua golongan yang menuju dua arah berbeda: Satu kelompok manusia
mereka berlomba-lomba untuk belajar, untuk belajar, dan untuk belajar lebih
banyak lagi ilmu dan pengetahuan tentang ciptaan atau tentang dunia ini.
Sedangkan, sekelompok manusia yang lain tak tertarik untuk mempelajari begitu
banyak hal tentang dunia material ini, namun mereka lebih tertarik pada
bagaimana diri mereka dapat berada di Hadirat Ilahiah Tuhan mereka.

Maka, manakah yang lebih berharga dan lebih dicintai, serta lebih terhormat
dan diterima di Hadirat Ilahi? Dan”, ia pun melanjutkan, “Aku begitu lama
melihat, memandang, dan mengamati... bahwa mereka yang bergerak mendekat, lebih
dekat ke Hadirat Ilahiah Tuhan mereka, tidaklah diri mereka mendekat dengan
banyaknya ilmu mereka akan dunia ini, melainkan mereka mendekat karena begitu
kuat semangat ketertarikan mereka untuk menjaga kehormatan tertinggi bagi Tuhan
mereka.

Mereka berlomba untuk memberikan lebih banyak penghormatan dan pengabdian bagi
Tuhan mereka. Karena itu, aku melihat dan mengamati bahwa orang-orang itu, yang
menginginkan untuk dapat memberikan lebih banyak rasa hormat serta pengagungan
bagi Tuhan mereka, merekalah yang lebih diterima, dan merekalah yang diundang
oleh Allah Ta’ala: ‘Datanglah lebih dekat, kemarilah lebih dekat, Wahai
hamba-hamba-Ku yang baik!’ Sedangkan mereka, yang tak tertarik akan penghormatan
dan pengagungan bagi Tuhan mereka, (mereka pun) tak pernah diundang; tak seorang
pun mengatakan (pada mereka): ‘Kemarilah lebih dekat’, karena mereka melarikan
diri dari Hadirat Ilahiah Tuhan mereka, (malahan mereka) berlari menuju hal-hal
materialistik yang ada di dunia ini, yang bahkan keseluruhan dunia ini tak
memiliki nilai sedikit pun di Hadirat Ilahi. Mereka berlari-larian dan
berlomba-lomba meraup hal-hal yang demikian rendah harganya atau malah tak
berharga sama sekali. Karena itulah, Allah Ta’ala tak pernah
menerima (mereka).”

Bagaimana menurut kalian? Jika sekelompok orang meminta untuk bertemu raja
mereka, Sultan mereka, dan setiap orang di kelompok itu membawa sesuatu di
tangannya, bagaimana menurutmu, jika sang Sultan melihat pada orang-orang
tersebut dan mengamati apa yang mereka bawa, bagaimanakah ia mesti memperlakukan
orang-orang itu? Sebagai contoh: beberapa di antara mereka membawa intan
berlian, sementara yang lain membawa emas, dan yang lain membawa zamrud, yang
lain lagi membawa batu delima merah, dan yang lain lagi membawa bukan sekedar
mutiara putih, melainkan mutiara merah muda.

Namun, di sisi lain, sekelompok di antara mereka membawa jerami di bahu mereka,
yang lain membawa pupuk, yang lain lagi membawa (sesuatu dari) keranjang sampah,
membawa sampah bersamanya… Bagaimana pendapat kalian tentang apa yang akan
dikatakan Sang Sultan? “Kemari, pertama kau… .ehhhh, demikian busuk baumu! Dari
mana kau bawa ini? Bawa pergi!”

Dunya ini sangatlah tidak berharga! Dunya ini tak memiliki nilai atau harga apa
pun bagi Allah Ta’ala, dan Ia SWT tak pernah memandang Dunya. Seandainya Allah
(pernah) memandang ke Dunya, tentu Dunya dengan serta merta telah menjadi sebuah
batu delima yang besar! Suatu batu delima yang besar! Namun (Ia SWT) tak pernah
memandangnya. (Dunya) demikian kotor! Sesuatu yang tak disukai! Dan bagi mereka
yang berlarian mengejarnya, bagaimana mungkin Ia Subhanahu wa Ta’ala akan
mengundang mereka: “Selamat datang bagimu” ? (Ia SWT akan berkata: ) “Kalian
meninggalkan Pencipta kalian dan (kalian) berlarian mengejar kehidupan kotor
ini, kehidupan yang tak memiliki nilai dan harga, (karena itu), jika kalian
membawa sesuatu yang tak berharga, kalian pun tak memiliki harga di Hadapan-Ku!”

Namun, manusia kini telah mengubah segalanya; mereka ingin belajar lebih banyak
lagi dan lebih banyak lagi hal-hal tak berguna ini, dan mereka meninggalkan
Pencipta mereka, Tuhan mereka. Dan mereka pun kehilangan kesempatan mereka (di
sini) hingga akhirnya mereka akan menjadi seperti sampah itu…

Hal ini seperti seseorang yang membersihkan rumah atau kebunnya, dan
mengumpulkan sampah-sampahnya menjadi seonggok tumpukan sampah, (dan kemudian)
ia menyalakannya menjadi api yang membara… Saat ini, manusia menjadikan diri
mereka sendiri tak memiliki nilai dan harga, dan (suatu) Api tengah datang untuk
membakar mereka, dan membersihkan dunia ini dari orang-orang tanpa akal itu,
dari orang-orang tanpa Adab itu, dari orang-orang tanpa rasa hormat itu, dari
orang-orang yang tak memiliki iman, api yang akan menghabiskan mereka dan
membawa mereka pergi!... Dan mereka kini tengah berusaha menyalakan api itu!…

Semoga Allah SWT melindungi kita, menjaga kita berada pada Jalan-Adab-Baik –Nya!
Kita berusaha untuk menjadi lebih beradab, bersopan santun, menjadi orang-orang
dengan kualitas yang lebih baik, menjadi orang-orang yang lebih diterima di
Hadirat Ilahiah-Nya, bukan menjadi seperti sampah. Sebagian besar manusia kini
telah menjadi layaknya sampah. Hanya sedikit, sedikit di antara mereka, sedikit
yang memiliki beberapa sifat yang mulia, mereka akan dilindungi.

Semoga Allah Ta’ala mengampuni diri kita! Untuk itulah saya memohon, “Wahai
Tuhan kami, maafkan kami, karena manusia demikian mabuk dengan demokrasi;
(mereka tengah) tidur dengan demokrasi, bangun dengan demokrasi “Demokrasi,
demokrasi”… setiap hari. Ada 99 Nama Allah (Asma’ul Husna, red), namun mereka
malahan menyebut, “Demokrasi, demokrasi, demokrasi, demokrasi…100x…”

Kita akan memulai hari berikutnya dengan “demokrasi, demokrasi, demokrasi” lagi…
Dzikir mereka adalah “Demokrasi, demokrasi, demokrasi”… Semua untuk demokrasi!
(Mereka berkata: ) “Wahai manusia, ketahuilah bahwa semua haruslah untuk
demokrasi!” “Katakanlah bahwa: ‘Semua haruslah untuk Allah!’” “Tidak, Anda
salah, Anda mesti mengatakan: Demokrasi, demokrasi…, setiap hari!”
Semoga Allah mengampuni diri kita!

Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah, Aziz Allah…
Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah, Subhan Allah…
Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah, Sultan Allah…
Kami memohon Diri-Mu, wahai Tuhan kami, kami tidak meminta demokrasi!

Semoga Allah mengampuni dan memaafkan diri kita dan melimpahkan barakah-Nya pada
kalian, demi kehormatan dari ia yang paling terhormat di Hadirat Ilahiah-Nya,
Sayyidina Muhammad – sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam, Fatihah!

Wa min Allah at tawfiq

Wassalam, arief hamdani
www.mevlanasufi.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar